Kreativitas Pembuatan Video Pembelajaran: Perlukah Mendapat Royalti?

by | Sep 24, 2020 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

Semester gasal tahun akademik 2020/2021 ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Akibat pandemi Covid-19, kegiatan akademik di hampir seluruh perguruan tinggi di Indonesia berubah total. Dari yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka, kini diselenggarakan secara daring untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Prosesi penerimaan mahasiswa pengenalan kehidupan kampus, ujian tugas akhir, dan pembelajaran di kelas hampir seluruhnya menggunakan media daring atau online.

Sayangnya, kondisi ini belum bisa terselenggara secara optimal karena akses internet yang belum merata dan menyebabkan terjadinya kendala dan hambatan dalam proses belajar mengajar. Semangat baru di tahun akademik ini tampaknya cukup berbeda karena hanya sebatas virtual mengingat penyebaran covid-19 masih tinggi.

Sebelum perkuliahan dimulai biasanya para dosen pengampu mata kuliah atau guru akan mempersiapkan perangkat pembelajaran, baik berupa kontrak kuliah, silabus, maupun rencana pembelajaran semester.

Hal itu dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan. Namun, kondisi itu berbeda ketika pemerintah mengumumkan bahwa anak sekolah hingga mahasiswa di perguruan tinggi harus belajar di rumah.

Pro dan kontra terjadi, penyesuaian keadaan terus dilakukan, dan kebijakan atas kondisi ini terus dibenahi. Misalnya pemberian bantuan kuota internet dan keringanan jam belajar yang tidak lagi seperti biasa.

Akan tetapi untuk saat ini kreatifitas semakin diperlukan oleh guru dan dosen yang dituntut untuk menyajikan video-video pembelajaran jarak jauh. Hal itu perlu dilakukan untuk menarik siswa atau mahasiswa untuk belajar, sehingga tujuan pembelajaran yang telah disusun tetap tercapai sesuai dengan indikator yang telah dibuat.

Akibat dari pembelajaran secara daring tersebut, maka tuntutan untuk membuat video pembelajaran atau mengoptimalkan metode pembelajaran online juga meningkat. Seorang guru atau dosen seolah berganti peran dari seorang guru biasa, menjadi seorang content creator yang disokong oleh teknologi. Namun sayangnya, tidak semua dapat melakukan hal itu karena keterbatasan.

Banyak aplikasi dan perangkat online ditawarkan, banyak jenis training yang digagas. Semua menuntut untuk diterapkan agar pembelajaran tetap berlangsung. Kegiatan tersebut juga secara psikologis akan mengubah mindset dan ketertarikan siswa atau mahasiswa yang mulai jenuh karena belajar dirumah.

Jika diperhatikan, konten video pembelajaran yang tersedia di kanal YouTube semakin banyak. Pengguna YouTube-pun meningkat tajam. Baik content creator maupun penikmatnya. Pengguna internet di Indonesia yang mengakses YouTube naik tajam saat pandemi covid-19.

Pada kuartal I-2020, YouTube meraup pendapatan iklan sebesar 4,04 miliar dollar AS (Rp 60,2 triliun) atau naik 33 persen dari periode yang sama tahun lalu yang meraup 3,03 miliar dollar AS (Rp 45,2 triliun).

Pertanyaannya, apakah pendapatan guru dan dosen yang membuat video pembelajaran naik juga seperti pendapatan YouTube yang naik secara fantastis? Bukankah dosen dan gurulah yang telah bekerja keras membuat video pembelajaran yang kemudian diunggah di YouTube?

Kegiatan dosen yang membuat konten video pembelajaran bisa menjadi nilai tambah. Kegiatan yang dilindungi oleh Undang-Undang hak cipta itu dijalankan melalui kreativitas yang harus diapresiasi.

Dalam kegiatan itu, dosen menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian sebagai penilaian kenaikan pangkat. Ada beberapa perguruan tinggi yang mulai memperhatikan hal ini dengan memberi insentif bagi dosen atau guru yang membuat video pembelajaran.

Namun bagaimana dengan royalti atas penggunaan dan penyebaran video pembelajaran yang telah dibuat dengan susah payah dan menuntut kreativitas yang tinggi itu?

Menurut Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, istilah royalti diartikan sebagai imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.

Royalti akan video pembelajaran bisa didefinisikan sebagai hasil karya cipta, baik di bidang pengetahuan, sastra, dan seni, yang mana terlahir dari inspirasi, pemikiran, imajinasi, kemampuan mengolah, kecekatan, dan keterampilan yang diekspresikan dalam bentuk nyata atau karya berbentuk produk.

Bentuk penghargaan atas hak cipta video pembelajaran dapat menjadi portofolio di dunia pendidikan bahwa hasil karya tersebut bisa diapresiasi karena dampak positif yang dirasakan luar biasa di saat era Merdeka Belajar dan kondisi belajar dari rumah saat ini.

Perhatian dan apresiasi, baik dari pemerintah maupun instansi yang menaungi, diperlukan untuk menempatkan hasil karya yang telah dibuat para dosen dan guru tersebut  pada tempat yang tepat. Kebijakan seperti ini akan dapat menjadi penyemangat bagi dosen atau guru yang telah berkreasi.

Kebijakan akan prestasi juga dapat menjadi nilai tambah untuk angka kredit bisa menjadi pertimbangan. Dalam hal yang terkait dengan hak cipta yang kewenangannya berada di bawah Kementerian Hukum dan HAM, kiranya bisa dipertimbangkan untuk memberikan perlindungan terhadap karya dan kreativitas para dosen dan guru.

Sehingga, akan berdampak secara ekonomis, sekaligus memberi nilai penghargaan atas karya yang dihasilkan. Konsep ini cukup berat, namun jika didorong dan dikaji dengan seksama tanpa ada yang dirugikan bisa membantu untuk Indonesia yang lebih baik atas penghargaan yang dilakukan.

1
0
Resha Dwi Ayu Pangesti Mulyono ◆ Active Writer

Resha Dwi Ayu Pangesti Mulyono ◆ Active Writer

Author

Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Jember

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post