Kaum Pelontar di Tengah ‘Megahnya’ Birokrasi

by | Jun 23, 2019 | Refleksi Birokrasi | 4 comments

Kaum pelontar bisa saja kaum proletar.
Kaum yang merangkum pemandangan menjadi pegangan para berwenang untuk menentukan arah pandang. Kaum pelontar mungkin saja orang-orang pintar, meskipun ada juga yang hanya sekedar berkontribusi cepat dengan cara yang tepat. Berimajinasi untuk memberi visi hingga hal-hal implementasi. Kaum pelontar mungkin tak terhampar. Mereka mungkin masih tertutup dan hampir tak terdengar, sayup.

Siapakah mereka dan bagaimana perannya?

 

Dalam setiap organisasi, kaum pelontar ini hadir. Pun juga mereka ada di area birokrasi. Rasanya kaum ini hampir dipastikan ada dalam birokrasi dari zaman dulu hingga kini, meskipun bisa saja bukan dari kalangan birokrat. Kaum ini memberikan masukan dan asupan tentang berbagai hal yang biasanya diperlukan oleh para petinggi dan calon petinggi di suatu organisasi.

Apapun bisa diolah oleh kaum pelontar, bisa dari informasi informal dan formal, data statistik meskipun tidak harus yang rumit dan pelik, pengamatan dan prediksi, serta berbagai pandangan untuk kemajuan atau untuk pengawasan.

Siapa Para Pelontar?

Kaum pelontar berupaya menjadikan data menjadi terang benderang informatif, sehingga dapat digunakan secara reliabel untuk pengambilan keputusan atau sikap untuk menentukan arah strategis organisasi. Kaum pelontar berharap mampu mengubah pandangan atas fenomena menjadi apa saja yang berguna untuk kaum yang dilontarkannya.

Adapun kaum terlontar adalah kaum yang nantinya laksana rudal melesat ke angkasa, menduduki jabatan-jabatan tinggi jauh di atas yang telah diembannya, karena hasil lontaran dari kaum pelontar.

Kaum terlontar yang menduduki kedudukan-kedudukan baru berbekal berbagai kinerja yang diwarnai dengan sentuhan ‘sihir’ para kaum pelontar, entah bawahan atau rekan sekerjanya. Kaum terlontar selalu memerlukan bisikan dan masukan dari para pelontar.

Kaum pelontar tidak harus duduk di kursi-kursi penting di sekitar kekuasaan. Para pelontar hanya harus berjaga setiap saat, mengamati dan memberi, tanpa indikator kinerja yang pasti, sehingga yang ‘terlayani’ merasa percaya diri.

Bila yang dilontarkan memberikan senyuman setelah memberi materi, itu mungkin lebih dari cukup. Keberhasilan kaum pelontar menjadikan ide dan pemikirannya dibawakan oleh para petinggi untuk kemudian diimplementasi merupakan kebanggaan tersendiri yang tidak terperi.

Karena kaum pelontar penuh visi meski tidak pada ambisi. Idealismenya ada dalam jangkauan pandang yang panjang, yang mungkin tidak bisa terselami oleh organisasi.

Idealisme yang kadang harus mati dan terpatri hanya dalam angan-angan, bila tidak tersalurkan melalui para terlontar dalam jabatan-jabatan yang strategis untuk memberi masukan pada perbaikan institusi.

Para pelontar tidak hanya terkungkung dalam wadah think tank organisasi, karena pada dasarnya mereka bisa bekerja sendiri. Meskipun tetap memerlukan diskusi, dengan egonya kaum pelontar bekerja bebas dan mandiri.

Berbekal dengan sedikit amanat dan sedikit tantangan yang mungkin sarat serta berat, mereka segera bertekad memberikan yang terhebat. Para pelontar adalah pelaku nyata dogma good followership yang dikenal dalam berbagai buku organisasi.

Para pelontar menjadikan dirinya anggota organisasi yang baik yang karenanya mampu berteriak paling lantang untuk memperbaiki organisasi melalui berbagai caranya.

Mengelola Kaum Pelontar

Para pelontar merupakan sumber daya organisasi berupa human capital yang mungkin belum bersinar karena lebih banyak anggota organisasi lain yang mencoba memendarkan sinar, yang hanya mencoba menyilaukan pandangan tanpa kinerja, yang hanya pintar berkoar tanpa hasil yang bisa benar-benar berpendar. Kaum pelontar bukan itu, mereka tidak perlu harus terlihat, tetapi terus melihat.

Dalam paradigma organisasi modern yang selayaknya dapat mengoptimalkan potensi seluruh komponen organisasi, mendorong kaum pelontar untuk dapat terbang tinggi dengan kinerja dan prestasi merupakan keharusan bagi organisasi. Meski tak mudah mengelola kaum pelontar, mengingat potensi kontribusi bagi organisasi, rasanya tak ada yang mahal bagi organisasi.

Untuk itu kaum pelontar perlu dikenali dan dimengerti, suatu saat akan keluar potensi berujung kontribusi riil bagi organisasi. Kaum pelontar perlu diidentifikasi karena mungkin saat ini masih tersembunyi di balik tugas-tugas rutin yang bagi mereka sudah tidak manantang dan memberi arti.

Kaum pelontar perlu dikenali karena mungkin masih tertutupi pada egoisme para petinggi untuk mampu mendengar hal-hal baru untuk kemajuan organisasi. Kaum pelontar perlu disayangi karena mungkin dari merekalah muncul objektivitas tinggi untuk memacu kinerja organisasi, meski dalam bentuk kritisi yang bisa menyakiti.

Kaum pelontar meskipun demikian perlu untuk diapresiasi secara manusiawi. Pada beberapa kasus para petinggi yang telah menemukan kaum pelontar menjadi terlalu bahagia untuk mengeksplorasi tak terperi.

Bila sudah demikian, jangankan kontribusi, pada titik tertentu kaum pelontar dapat menjadi musuh organisasi yang ’nggegirisi’ (menakutkan, dalam Bahasa Jawa, red.). Bukan hanya menyerah dan layu untuk kemudian kontraproduktif, kaum pelontar dapat menjadi musuh organisasi untuk kemudian lari menghindari yang jadi suatu kehilangan besar organisasi.

Mengolah Berlian

Pengelolaan sumber daya manusia yang ada di dalamnya tersembunyi kaum pelontar bagaikan mengolah berlian yang belum terasah, pasti susah. Tapi meskipun susah sedemikian, pasti banyak hikmah.

Kaum pelontar mungkin adalah pemimpin di masa datang, tinggal bagaimana para petinggi sebagai pemimpin masa kini mengelola dan menanganinya. Keberhasilan mengoptimalkan kaum pelontar untuk menjadi mesin penggerak organisasi, apalagi menjadi suksesor di masa datang, adalah salah satu indikator keberhasilan para pemimpin masa kini.

Bukankah pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu mengelola para calon pemimpin?

Note: Terima kasih pak Yan Eka Milleza, saya ‘pinjam’ pilihan kata dan ‘saya tuangkan’ ide Anda.

‘Para pelontar!’

3
0
HW ◆ Professional Writer

HW ◆ Professional Writer

Author

4 Comments

  1. Avatar

    Tulisannya punya makna sangat dalam,…
    susunan kalimatnya menyatu menjadi jiwa sebagaimana saya merasakan berkiprah sebagai ASN di jajaran birokrat Pemda,..
    Pandangan dan pemikiran visioner dalam memberikan kontribusi langkah inovatif pada kemajuan dan pengembangan organisasi terlebih untuk pemerintah kabupaten kota,…
    Berupaya mewujudkan ide dan mimpi sebisa dan semampu skill dan kompetensi saya,…
    Terimakasih tulisan bapak sudah menginspirasi dan membakar semangat saya sebagai ASN, untuk tetap mengabdi dan berpikir kreatif meski dalam iklim dan tatanan yang kental politisasi.

    Reply
    • Avatar

      terima kasih bu sri nani, terima kasih telah membaca.
      syukur tak terhingga bila tulisan saya bermakna
      semoga di kehidupan yang singkat di dunia ini,
      kita diberikan kemampuan untuk memberikan manfaat bagi sesama.
      Sukses!

      Reply
  2. Avatar

    Istiqomah sll jng mau jd pengurai tema tanpa jejak2 yg tak berbekas…

    Reply
    • Avatar

      amiin

      Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post