Bisakah Kita Berintegritas?

by | Jan 18, 2017 | Birokrasi Bersih | 0 comments

Oleh: M. JALU WREDO ARIWIBOWO*

 

Dalam tulisannya yang di unggah pada islamindonesia.id, Prof. Komar Hidayat menyatakan bahwa orang Denmark percaya bahwa semua kebaikan yang ada di negaranya berawal dari kejujuran. Pada saat seorang jujur maka semua fasilitas umum untuk rakyat akan terbangun dengan baik oleh pemerintah, sebagaimana mestinya sesuai standar mutu yang telah ditetapkan di segala bidang mulai dari kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan bidang lainnya dalam layanan publik. Masyarakat Denmark percaya bahwa kejujuran bisa melahirkan segalanya. Mereka juga percaya bahwa setiap manusia itu pintar, dengan kejujuran maka setiap kepintaran manusia akan menjadi manfaat bagi sesama dan seluruh negeri. Mereka yakin jika setiap aparat pemerintah jujur, mulai dari pejabat, menteri, polisi dan seterusnya dan rakyatnya jujur maka sebuah negara bisa menjadi makmur tanpa perlu menjadi yang paling pintar di bidang pendidikan.

Mungkin tidak hanya Denmark, hampir sebagaian besar negara di Eropa memiliki prinsip yang sama. Suatu pelajaran ketika penulis mendapat kesempatan mengunjungi negara kincir angin, bahwa kejujuran di sana sangat dihormati dan dijunjung tinggi. Ketika mendapat kesempatan berkunjung ke suatu instansi pemerintah, para pegawai pemerintah di sana memiliki prinsip bahwa pegawai pemerintah harus menjadi role model bagi warga negara. Artinya perilaku pegawai pemerintah sangat menjadi sorotan dari seluruh warga negara dan pegawai pemerintah wajib memberikan contoh yang baik dalam kesehariannya baik di kantor maupun di masyakarat. Sebagai contoh pegawai pemerintah dilarang menerima hadiah/pemberian dari siapapun yang nilainya lebih dari 50 Euro, ketika kami berikan cinderamata mereka menanyakan berapa kira-kira harga cinderamata tersebut. Tentu saja kami heran dengan pertanyaan tersebut, karena tidak biasanya di negara kita menanyakan berapa nilai dari hadiah yang diberikan. Kemudian mereka melanjutkan jika harganya kurang dari 50 Euro kami termia dengan senang hati, tapi jika lebih dari 50 Euro mohon maaf kami tidak bisa menerima. Amazing….kata saya dalam hati, seandainya hal ini terjadi di negara kita.

Wow…..beda sekali ya apa yang ada di Denmark dan Belanda dengan yang terjadi di negara kita. Penangkapan Bupati Klaten oleh KPK pada akhir tahun 2016 menjadi penutup tahun yang memperihatinkan bagi seluruh bangsa indonesia. Mahfud MD. mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Kenapa bisa ketangkap, ya karena Bupati Klaten sedang apes saja. Beliau juga menambahkan bahwa indeks ketaatan aparat pemerintah terhadap ideologi dan instansi di Indonesia sendiri memang rendah, yakni 0,25. Dalam tahun 2016 juga KPK menetapkan sepuluh kepala daerah menjadi tersangka kasus korupsi, serta dari 17 operasi tangkap tangan (OTT) sebanyak empat kepala daerah ikut terjaring. Menurut Iza Rumensten dalam artikelnya yang berjudul Korelasi Perilaku Korupsi Kepala Daerah dengan Pilkada langsung menyebutkan penyebab kepala daerah melakukan korupsi adalah karena tingginya biaya politik yang dikeluarkan ketika proses pemilihaan langsung.

Terkait dengan kasus jual beli jabatan tersebut, dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 Komite ASN mendorong untuk pengisian jabatan dilakukan secara lelang terbuka. Artinya, siapapun mendapat kesempatan yang sama asalkan memiliki kemampuan dan integritas yang memadai untuk mendapat jabatan. Salah satu faktor yang menyebabkan maraknya kasus jual beli jabatan ialah minimnya instansi yang menyelenggarakan seleksi jabatan dengan terbuka. Selain itu ada kemungkinan lelang jabatan itu proses yang disaru ditutupi dengan seleksi terbuka, padahal terjadi tawar menawar, proses sama tetapi ditutupi. Ketua KASN Sofian Effendi dalam Media Indonesia tanggal 03 Januari 2017 menyatakan bahwa: jika mau mengorek, calon bupati mau mengeluarkan miliaran untuk jadi bupati padahal gaji kecil, karena tahu dengan melelang jabatan dan formasi PNS dalam tahun kedua dan ketiga sudah balik modal, untungnya bahkan puluhan miliar rupiah.

Melihat informasi di atas dapat disimpulkan bahwa pejabat/aparat pemerintah utamanya para kepala daerah yang terpilih melalui pemilihan langsung cenderung untuk bertindak korup dan alasan utamanya adalah lack of integrity seperti yang di sampaikan oleh Pak Mahfud MD. Bukankah dalam naskah pelantikan pastilah para pejabat tersebut bersumpah tidak akan menerima dalam bentuk apapun dari siapapun juga yang patut dapat mengira bahwa pemberian itu terkait dengan tugas dan jabatannya. Atau jangan-jangan hanyalah sumpah palsu yang diucapkan.

Pada saat pak Jokowi terpilih beliau mencanangkan program revolusi mental di mana ada tiga nilai strategis yakni Intergritas, Etos Kerja, dan Gotong Royong. Dalam nilai Integritas diharapkan adanya birokrasi yang bersih, andal, dan kapabel, yang benar-benar bekerja melayani kepentingan rakyat dan mendukung pekerjaan pemerintah yang terpilih. Di dalam PP 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dalam unsur lingkungan pengendalian dan sub unsur Penegakan intergritas dan nilai etika dinyatakan bahwa pimpinan instansi pemerintah diwajibkan menegakkan integritas dan niai etika. Jelaslah bahwa banyak sekali aturan dan program yang mendorong terciptanya integritas bagi aparat pemerintah.

Infrastruktur maupun aturan yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan nampaknya sudah sangat lengkap di negaara kita ini, Namun sebaik dan sesempurna apapun aturan jika yang melaksanakannya tidak memiliki integritas yang tinggi akan percuma.Hal ini selaras dengan pandangan yang mengatakan pentingnya the man behind the system. Secanggih-canggihnya suatu sistem, maka masih tergantung kepada siapa yang menjalankan sistem tersebut. Sistem yang handal bisa rusak oleh beberapa gelintir orang yang menjalankan sistem tersebut. Contoh sudah cukup banyak, misalnya dalam kasus korupsi pelelangan proyek-proyek pemerintah, yang notabene sudah dipayungi peraturan, sistem dan mekanisme kerja yang rinci, namun tetap saja terjadi “sandiwara lelang”, mark up, kualitas pekerjaan yang rendah, kebocoran di sana-sini, dan sebagainya oleh orang-orang dalam birokrasi pemerintahan sendiri. Upaya merekrut orang-orang yang berkemampuan baik dan memiliki integritas diharapkan mampu menjaring good man untuk menjalankan good system. Internal control culture hanya dapat tercipta oleh orang-orang yang memang memiliki integritas serta komitmen yang kuat terhadap pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi.

Dari tadi kita banyak berbicara tentang kata integritas. Apa sih integritas itu?, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia integritas diartikan sebagai mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Lantas bagaimana caranya menegakkan integritas pada lingkungan aparat pemerintah. Dalam PP 60 Tahun 2008 pasal 5 dapat dijadikan framework dalam upaya pimpinan instansi menegakkan integritas dan nilai etika, antara lain dengan:

  1. menyusun dan menerapkan aturan perilaku;
  2. memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada setiap pimpinan instansi pemerintah
  3. menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas peyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran aturan perilaku

Apakah hanya itu? Tentu tidak. PP 60 Tahun 2008 hanya memberikan framework dan contoh penerapan minimal yang harus dilakukan. Di samping itu, pimpinan memegang peranan penting dalam penerapan SPIP yang memerlukan “keteladanan dari pimpinan” (tone at the top) yang mempengaruhi integritas, etika, dan faktor lainnya dari lingkungan pengendalian yang positif. Kebiasan buruk kita adalah cenderung untuk memenuhi syarat formal yang diwajibkan oleh aturan tertentu mengenai pelaksanaannya dipikirkan kemudian. Seperti misalnya menyusun dan menerapkan aturan perilaku, pasti seluruh instansi jika ditanya, jawabnya telah memiliki aturan tersebut. Bagaimana dengan pelaksanaan, pemantauan dan pelaporannya, masih minim.

Hal ini yang membuat risau mantan Ketua KPK Abraham Samad sehingga dalam pidatonya pada acara Konferensi Nasonal Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, beliau mencanangkan Sistem Integritas Nasional (SIN). Dalam pidatonya Abraham Samad mengharapkan adanyan upaya penguatan sistem integritas yang diterapkan di setiap tingkat elemen bangsa dan pemangku kepentingan agar pemberantasan korupsi dapat lebih sistematis, terstruktur, dan komprehensif.

Sejalan dengan hal tersebut Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara menuyusun sebuah sistem yang disebut Zona Integritas melalui peraturan Menpan Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Membangun Zona Intergritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani. Di dalam permenpan tersebut diharapkan setiap instansi membangun pilot project zona integritas utamanya untuk unit-unit strategis yang melakukan pelayanan publik dan yang mengelola sumber daya besar. Dan jika kita melihat hasil dari permenpan tersebut sangat luar biasa. Ternyata kita bisa menciptakan zona integritas. Pada lini layanan pemerintah hampir seluruhnya telah diperbaiki, semua instansi pemerintah berlomba lomba untuk dapat menyediakan layanan publik yang terbaik. Banyak terbentuk layanan terpadu, layanan satu atap, perijinan online dan banyak inovasi lainnya dalam pelayanan publik. Mau perpanjangan masa berlaku STNK tidak butuh waktu yang lama satu jam selesai, mau perpanjangan SIM tinggal ke SIM Corner yang ada di pusat perbelanjaan atau bus layanan yang ada dilokasi strategis, mau urus perizinan lainnya tinggal meluncur ke layanan perizinan satu atap yang disediakan oleh pemerintah daerah. Namun di sisi lain, masih banyak pula bidang-bidang yang belum tersentuh zona integritas sehingga banyak memunculkan permasalahan-permasalahan sebagaimana kita ketahui dari berbagai media.

Efektivitas zona integritas sangat ditentukan oleh komitmen pimpinan dan seluruh jajaran pegawai di dalamnya. Berbagai success story pembangunan zona integritas di Indonesia dan di negara lainnya menunjukkan bahwa komitmen menjadi prasyarat (prerequisite) sebuah instansi yang berintegritas. Jika komitmen kuat, maka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan melayani melalui zona integritas akan menjadi sebuah keniscayaan. Selain itu juga perlu internalisasi nilai-nilai integritas pada setiap individu dalam instansi pemerintah, di mana seluruh individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap dan berperilaku dengan penuh integritas dikarenakan integritas tersebut sesuai dengan apa yang dipercayainya dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya.  Individu yang menerima pengaruh integritas menjadi berintegritas dengan penuh kepuasan.  Kepuasan menjalani integritas membuat mereka dapat bertahan dari berbagai resiko dan akan tetap merasakan kebahagiaan atas pilihan berintegritas.  Pemahaman tentang pentingnya internalisasi integritas yang lebih permanen bertahan dalam diri seseorang, membuatnya mempunyai keinginan kuat untuk mempelajari beragam teknik yang diperlukan untuk melakukan internalisasi integritas.

Akhir kata, dengan banyaknya aturan-aturan dan sistem yang telah dibuat serta semangat untuk menegakkan integritas pada diri kita masing-masing akan membawa perubahan yang signifikan bagi negara kita tercinta. Salam Integritas!!! Bisa!!!

 

*) PNS pada Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan

0
0
M. Jalu Wredo Aribowo ◆ Active Writer

M. Jalu Wredo Aribowo ◆ Active Writer

Author

Seorang ASN yang mengawali karir di BPKP, sekarang menjadi pimpinan APIP di sebuah kementerian.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post