Istilah PNS
Dalam birokrasi, kita mengenal terminologi pegawai negeri sipil (PNS) sebagai orang-orang yang bekerja di dalam sistem pemerintahan. Meskipun dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 telah diperkenalkan istilah ASN atau Aparatur Sipil Negara, tetapi dalam tulisan ini istilah PNS masih dipakai karena masih banyak regulasi yang belum mengkonversi istilah PNS menjadi ASN.
PNS adalah pegawai yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Saat ini, jumlah keseluruhan PNS pemerintah pusat dan daerah sebanyak 4,3 juta orang. Keseluruhan PNS dalam pelaksanaan tugasnya terbagi pada 3 kelompok jabatan besar, yaitu jabatan struktural, jabatan fungsional dan jabatan pelaksana.
Jabatan struktural yaitu jabatan yang berada pada struktur organisasi pemerintah yang bertingkat mulai dari yang terendah eselon IV/b (contohnya kepala seksi) hingga yang tertinggi eselon I/a (contohnya sekretaris jenderal kementerian).
Jabatan fungsional adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi tetapi berfungsi dalam pelaksanaan tugas pokok organisasi. Jabatan fungsional juga memiliki tingkatan mulai dari yang terendah yaitu Ahli Pertama dan yang tertinggi yaitu Ahli Utama.
Jabatan pelaksana adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas pelaksanaan kegiatan pelayanan publik serta administrasi pelayanan pemerintahan dan pembangunan. Jabatan pelaksana ini istilah baru pengganti istilah staf. Contoh jabatan pelaksana adalah teknisi peralatan, listrik dan elektronika.
Struktur penghasilan PNS
Terhadap ketiga kelompok jabatan PNS ini atas kinerja mereka diberi penghasilan yang terdiri dari gaji pokok, tunjangan jabatan dan tunjangan kinerja.
a. Gaji Pokok, Tunjangan Jabatan, dan Tunjangan Kinerja
Gaji pokok disusun berdasarkan tingkatan golongan kepangkatan dan masa kerja. Susunan gaji pokok sama merata di seluruh instansi pemerintah dan di seluruh wilayah Indonesia. Gaji pokok terendah pada golongan I/a masa kerja 0 tahun yaitu sebesar Rp. 1.486.500 dan yang tertinggi dengan pangkat IV/e masa kerja 32 tahun dengan gaji Rp. 5.620.300.
Adapun untuk CPNS diberikan gaji sebesar 80% dari gaji PNS, misalnya pada golongan III/a sebesar 80% x Rp. 2.456.700. Penggajian ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketujuh Belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS.
Tunjangan jabatan disusun berdasarkan tingkatan jabatan saja. Untuk tunjangan jabatan terendah pada eselon IV/b sebesar Rp. 490.000 dan tertinggi pada eselon I/a yaitu sebesar Rp. 5.500.000. Sedangkan tunjangan jabatan struktural diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Struktural.
Tunjangan kinerja ditetapkan berdasarkan hasil evaluasi jabatan dan penilaian prestasi kerja pegawai dan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Tunjangan kinerja disusun menurut kelas jabatan yang berjumlah 17 kelas. Penetapan nominal tunjangan kinerja ini berbeda-beda pada setiap instansi, mempertimbangkan kemampuan keuangan negara secara umum dan alokasi anggaran setiap instansi pemerintah yang saling berbeda satu sama lainnya.
b. Remunerasi dan TPP
Belakangan ini muncul istilah Remunerasi. Remunerasi diberikan sebagai cara pemberian tambahan penghasilan yang lebih baik agar tidak tergiur untuk melakukan tindakan korupsi. Remunerasi bermaksud untuk menata kembali sistem penghasilan dan kesejahteraan dan memperbaiki indikator kerja PNS dan meningkatkan kedisiplinan. Remunerasi merupakan salah satu program dalam reformasi birokrasi. Remunerasi berpedoman pada bobot jabatan dan nilai jabatan. Remunerasi ini mirip dengan tunjangan kinerja.
Ada lagi istilah TPP yaitu Tambahan Penghasilan PNS. Istilah ini pada umumnya ada di pemerintahan daerah. TPP diberikan berdasarkan beban kerja, wilayah kerja, resiko kerja dan kelangkaan kerja yang berbeda dari setiap jabatan serta skor kinerja yang dilaksanakan. Jenis penghasilan ini juga dipengaruhi oleh tingkat kedisiplinan PNS, serta memiliki kemiripan dengan tunjangan kinerja. Besaran TPP disesuaikan dengan kemampuan masing-masing daerah sehingga TPP antardaerah bervariasi.
Beberapa pemerintah daerah memberikan TPP yang sangat tinggi kepada para pegawainya. Salah satunya adalah Pemerintah Provinsi DKI, di mana penghasilan yang diterima oleh pejabat eselon IV bisa mencapai Rp. 33 juta, sebagai gabungan dari gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan kinerja daerah (TKD) statis dan dinamis, serta tunjangan transportasi. Untuk eselon II bahkan bisa mencapai Rp. 75 juta. Untuk staf bervariasi antara Rp. 9,5 juta sampai Rp. 22 juta. Sementara itu, penghasilan pegawai pada pemerintah daerah lainnya jauh lebih rendah daripada Pemprov DKI.
Standar Gaji PNS yang Sama dan Penghasilan Bervariasi
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa para PNS baik dalam posisi pejabat struktural, pejabat fungsional maupun pejabat pelaksana/staf secara aturan mendapatkan gaji pokok yang sama pada kriteria yang sama, mendapat tunjangan jabatan yang sama pada tingkatan yang sama namun mendapat tunjangan kinerja/remunerasi/TPP yang berbeda-beda walau memiliki kriteria yang sama antara pemerintahan pusat maupun daerah.
Dengan kata lain, seorang staf memiliki gaji pokok yang sama baik bila bekerja di pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Seorang pejabat eselon tertentu memiliki tunjangan jabatan yang sama baik bila bekerja di pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota.
Namun, pada pemberian tunjangan kinerja/remunerasi/TPP baik staf maupun pejabat mendapat penghasilan yang berbeda-beda satu sama lain. Bahkan pada pemerintah daerah tertentu seperti Pemprov DKI pemberian tunjangan kinerja/remunerasi/TPP lebih tinggi dari Kementerian.
Standar Hidup Layak yang Berbeda-beda
Pada dasarnya PNS bukanlah warga negara yang harus diberi keistimewaan dari kelompok warga negara yang lain. Akan tetapi PNS juga tidak boleh memiliki tingkat kehidupan yang lebih rendah dari kelompok warga negara lainnya. PNS harus memiliki standar hidup yang layak terutama dari segi sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan kendaraan.
Standar hidup yang layak ini berbeda-beda antardaerah, sehingga besarannya perlu disesuaikan pada setiap daerah. Penyesuaian ini sebaiknya tidak hanya pada level pemerintah daerah, tetapi juga instansi pemerintahan pusat.
Beberapa instansi pemerintah pusat memiliki struktur vertikal di beberapa kota besar seperti seperti Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, dan Ujung Pandang. Oleh karena itu, pada instansi pemerintah pusat sekalipun perlu dipertimbangkan penyesuaian tunjangan tambahan sesuai dengan perbedaan standar biaya hidup layak pada setiap daerah.
Ketimpangan Penghasilan dan Motivasi untuk Korupsi
Adanya perbedaan dalam penghasilan yang diterima berdasarkan struktur tunjangan kinerja, remunerasi, dan TPP yang diterima oleh PNS pada berbagai instansi pemerintah dan daerah menimbulkan suatu ketimpangan. Ketimpangan ini akan memberi masalah berupa tambahan motivasi untuk tindakan korupsi pada staf dan pejabat tersebut.
Rumus sederhana bahwa penghasilan total PNS harus lebih besar dari biaya hidup minimum di suatu daerah harus terpenuhi. Apabila penghasilan lebih rendah dari standar biaya hidup minimum maka sang PNS harus mencari tambahan penghasilan lainnya di luar jam kerjanya.
Beberapa PNS memilih untuk berdagang, menjadi supir taksi dan ojek online, bertani, atau berladang. Sayangnya, sebagian PNS yang lain memilih untuk korupsi. PNS pada posisi atau jabatan tertentu bahkan memiliki peluang melakukan korupsi yang lebih tinggi, terutama yang berkaitan dengan proyek.
Ada beberapa penyebab korupsi yang dilakukan oleh seorang staf atau pejabat, mulai dari kerakusan, kepentingan politik/bisnis, dan tuntutan biaya hidup. Untuk sebab kerakusan dan kepentingan politik/bisnis biarlah aparat penegak hukum yang menanganinya. Akan tetapi, untuk korupsi yang dilakukan dengan alasan menambah pembiayaan hidup harus ditangani secara sistemik.
Rekomendasi Penyesuaian Penghasilan PNS
Negara wajib mengurusi hidup para pegawainya secara layak dan berkemanusiaan. Di samping gaji pokok dan tunjangan yang telah diatur secara nasional, pengaturan tunjangan kinerja/remunerasi/TPP harus juga memperhitungkan standar biaya hidup minimum yang berbeda antardaerah.
Kementerian Keuangan bekerjasama dengan instansi terkait harus menata ulang konsep penyusunan tunjangan kinerja/remunerasi/TPP agar sejalan dengan kondisi biaya hidup minimum di suatu daerah. Bagi pemerintah daerah tertentu yang telah mampu menyesuaikan TPP di atas biaya hidup minimumnya maka pemerintah daerah tersebut harus diberi apresiasi dan ditingkatkan kinerjanya.
Namun kepada pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah yang memberi tunjangan kinerja/remunerasi/TPP masih di bawah standar biaya hidup minimumnya maka Kementerian Keuangan harus memberi support pendanaan dan regulasi penghematan anggaran negara/daerah.
Harus kita akui bahwa beberapa sektor anggaran masih memiliki tingkat pemborosan yg tinggi, contohnya pada belanja administrasi dan perjalanan dinas. Beberapa sektor anggaran juga masih memiliki tingkat kebocoran yang tinggi, contohnya pada belanja proyek. Belanja proyek secara teoritis diberi hanya boleh menambahkan keuntungan maksimal 10% dan overhead 5%. Dari total 15% inilah mengalir fee kemana-mana.
Sebenarnya, terhadap belanja proyek ini bisa dilakukan penghematan dengan mengurangi faktor keuntungan menjadi cukup 5% saja ditambah faktor overhead 5% sehingga total 10% tanpa ada aliran fee proyek. Adapun sisanya yang 5% lagi bisa dihemat dan dialihkan untuk menambah anggaran tunjangan kinerja/remunerasi/TPP. Di samping itu, pasti masih banyak cara lainnya untuk menambah anggaran tunjangan kinerja/remunerasi/TPP.
Pemberian penghasilan total di atas standar biaya hidup minimum di suatu daerah bisa juga dengan memperhitungkan indeks biaya hidup minimum terhadap gaji/tunjangan jabatan. Sehingga, rumusan pemberian tunjangan kinerja/remuneras/TPP adalah indeks dikalikan dengan total gaji+tunjangan jabatan. Indeks menjadi pembeda biaya hidup lokal. Bahkan indeks ini bisa menjadi pembeda antarkecamatan dan desa. Seorang guru di kecamatan akan memiliki indeks yang berbeda dengan seorang guru di desa terpencil. Indeks bisa juga menjadi pembeda tunjangan guru antarsekolah.
Penutup
Kita berharap masalah kekurangan biaya hidup (sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan kenderaan) tidak lagi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya korupsi.
Namun, apabila penghasilan sudah tinggi melebihi standar biaya hidup lokal ternyata masih korupsi juga maka harus diberikan sanksi yang tegas kepada pelakunya. Mengingat peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang juga berkepentingan untuk melakukan pencegahan korupsi, maka upaya menyusun strategi dan konsep penghasilan yang disesuaikan dengan standar biaya hidup minimum perdaerah tersebut juga harus mendapat dukungan dari KPK.
Salam reformasi.
Penulis adalah alumni Teknik Mesin ITS Surabaya. ASN staf pada Inspektorat Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Pernah menjadi Kepala Bidang Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja pada Dinas Tenaga Kerja periode 2018-2019, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah periode 2015-2018 dan Kepala Bidang Pembinaan Jasa Konstruksi Dinas PU periode 2014-2015. Penulis adalah pengasuh blog www.selamatkanreformasiindonesia.com
0 Comments