Sebagai negara yang kaya dengan beragam keindahan alam dan budaya sekaligus berpenduduk muslim dengan jumlah terbesar di dunia, Indonesia berpotensi menjadi destinasi sekaligus konsumen industri pariwisata halal terbesar di dunia. Terkait hal ini, Global Muslim Travel Index (GMTI) pada tahun 2015 merilis bahwa Indonesia berada pada rangking 5 dan terus naik satu peringkat setiap tahun hingga menjadi peringkat 2 pada tahun 2018.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia menargetkan pada tahun 2019 Indonesia dikunjungi 20 juta wisatawan mancanegara dengan menawarkan “10 Bali baru” sebagai destinasi wisata unggulan. Dari target tersebut 5 Juta di antaranya ditargetkan berasal dari negara-negara anggota IOC (dikategorikan sebagai muslim travelers).
10 Destinasi Wisata Halal
Dipersiapkan 10 destinasi Wisata Halal yaitu: 1) Aceh, 2) Riau (Kepulauan Riau), 3) Sumatera Barat, 4) Jakarta, 5) Jawa Barat, 6) Jawa Tengah, 7) Yogyakarta, 8) Jawa Timur, 9) Sulawesi Selatan, dan 10) Nusa Tenggara Barat (Lombok). Berkat persiapan ini target kita tercapai. Indonesia menjadi “Rangking-1 bersama” Malaysia, dengan sama-sama mendapatkan score 78 (GMTI, 2019).
Berkat hasil pengukuran khusus oleh lembaga internasional ini, perkembangan Wisata Halal di Indonesia semakin menjadi perhatian. Para pelaku usaha pariwisata dunia menemukan potensi untuk kepentingan bisnis, sedangkan para peneliti menggunakannya untuk kepentingan riset di berbagai bidang disiplin ilmu.
Indeks Wisata Halal di Indonesia dirilis pada tahun 2018 dan 2019. Destinasi yang diukur adalah 10 provinsi yang ditetapkan sebagai destinasi Wisata Halal oleh Kementerian Pariwisata. Variabel indeks yang diukur meliputi: 1) Akses, 2) Komunikasi, 3) Lingkungan, dan 4) Pelayanan.
The World’s Best Halal Award
Nusa Tenggara Barat (Lombok) menduduki rangking pertama karena Wisata Halal telah dibangun dengan terencana (by design development) oleh pemerintah daerah. Dengan terbitnya Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pariwisata Halal, pemerintah daerah bersama masyarakat dan pelaku pariwisata membangun pariwisata halal secara serius.
Hasilnya, pada tahun 2019 NTB mendapatkan penghargaan The World’s Best Halal Award, dengan memenangkan tiga penghargaan sekaligus yaitu: World Best Halal Beach Resort, World’s Best Halal Honeymoon Destination, dan World’s Best Halal Travel Website.
Selanjutnya, Aceh yang dikenal sebagai Serambi Mekkah menempati rangking ke-2. Aceh menjadi provinsi yang menerapkan otonomi khusus berupa penerapan Syariat Islam. Namun demikian, Aceh belum menerbitkan Qanun (peraturan daerah) tentang Wisata Halal, sehingga dibandingkan dengan NTB keseriusan pemerintah Aceh dalam mengembangkan Wisata Halal dinilai belum memadai.
Adapun provinsi lain, yang secara sosio-demografi lebih beragam (plural), di antaranya yang berada di pulau Jawa menempati rangking di bawahnya. Apabila skor indeks dirata-ratakan maka provinsi-provinsi di pulau Jawa berada pada nilai rata-rata / average, sementara provinsi di pulau Sumatera berada di atas rata-rata / above average, dan di Sulawesi di bawah rata-rata / below average.
Tantangan Pandemi
Merebaknya Pandemi Covid-19 pada bulan Desember 2019 berawal di Kota Wuhan, China, kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia pada awal tahun 2020 menimbulkan resesi ekonomi dunia. Pandemi ini juga melumpuhkan industri pariwisata akibat kebijakan penguncian wilayah/negara (lockdown) dan pembatasan aktivitas sosial.
Kecuali bisnis kuliner, pandemi memutuskan mata rantai industri pariwisata yang meliputi bisnis transportasi (terutama transportasi udara), bisnis perhotelan, pertunjukan seni dan budaya, serta event olahraga. Selain itu, pandemi juga membekukan berbagai jenis wisata berupa Pertemuan, Insentif, Konvensi dan Pameran (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition /MICE).
Dampak pandemi covid-19 terhadap industri pariwisata cukup signifikan. Secara global UNWTO memperhitungkan pada tahun 2020 aktivitas pariwisata dunia menurun 20% sampai 30% relatif dibandingkan tahun 2019 (Gössling, Scott & Hall, 2020). Perubahan terhadap tahun sebelumnya (real change) pada tahun 2020 bahkan merupakan yang terparah dalam dua dekade terakhir (Chebli, 2020) sebagaimana digambarkan pada Gambar-6.
Epilog: Perlunya Intervensi Pemerintah
Di level nasional Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif merilis hasil survei yang memperkirakan 92% dari 5.242 responden pekerja sektor pariwisata kehilangan pekerjaannya. Angka ini terdiri dari jenis usaha akomodasi (87,3%), transportasi (9,4%), restoran (2,4%) dan jenis usaha lainnya (meliputi toko souvenir, griya, spa, dan sebagainya) sebesar 0,97%.
Pemulihan kondisi sosial-ekonomi pasca pandemi membutuhkan intervensi pemerintah. Sebagaimana intervensi dalam upaya pemulihan sektor sosial melalui program bantuan sosial, pemerintah dapat membantu pemulihan sektor ekonomi baik dari sisi penciptaan permintaan (create demand) maupun pemberian insentif pada sisi penawaran (generate supply) pada aktivitas produksi barang dan jasa.
Kehadiran negara juga tentu diperlukan dalam pemulihan perekonomian syariah dan Wisata Halal. Semoga ada intervensi pemerintah yang efektif membangkitkan pariwisata halal. Dan semoga, pandemi segera berlalu. **
*) Ilustrasi Wisata Halal (Sumber: unsplash.com)
Fungsional Perencana Muda di Pemerintah Daerah. Berlatar pendidikan Ekonomi Pertanian dan Kebijakan Publik.
0 Comments