Unggah SK di Media Sosial, Buat Apa?

by | Jul 16, 2025 | Refleksi Birokrasi | 0 comments

Di era digital, perayaan terhadap pencapaian pribadi telah memiliki panggung baru melalui media sosial. 

Peristiwa penerimaan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan
sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), pengangkatan dari CPNS ke PNS, hingga perolehan SK Kenaikan Pangkat dipandang sebagai momen karier
yang penting bagi sebagian kalangan. 

Hal penting ini kemudian diekspresikan dengan unggahan di platform media sosial seperti Facebook, Instagram, X, hingga Threads.

Beberapa waktu yang lalu, saya melihat suatu konten di Threads berupa Surat Keputusan Bupati perihal pengangkatan seorang Polisi Pamong Praja Pemula. 

SK itu benar-benar menampilkan semua hal kecuali tanda tangan barcode yang diberi blok merah. Tidak lama kemudian, saya melihat konten serupa berupa unggahan SK Kenaikan Gaji Berkala seorang PPPK instansi vertikal muncul di medium yang sama.

Threads kebetulan memang begitu. Algoritmanya cukup unik sehingga pengguna berkesempatan melihat konten-konten yang ada asal berkelindan dengan riwayat linimasa dari pengguna. 

Sebagai birokrat yang beberapa kali membuat konten Threads tentang dunia ASN, wajar jika dua SK tadi hadir di linimasa saya.

Kesenjangan Literasi Digital

Di satu sisi, unggahan semacam itu dapat dipandang sebagai ritual modern untuk berbagi kesuksesan, memotivasi rekan sejawat, dan mengabarkan berita gembira kepada keluarga dan kerabat. 

Ini adalah sisi manusiawi dari seorang abdi negara. Namun demikian, tindakan yang mungkin sepele ini segera terbentur dengan status dan tanggung jawab sebagai seorang aparat negara.

Fenomena unggah SK ini walaupun belum cukup masif tapi memang ada dan tampaknya menyingkap kesenjangan literasi digital yang mendasar di kalangan ASN. Kesenjangan itu bukan lagi soal kemampuan menggunakan teknologi, tetapi terkait dengan gagal paham pada perbedaan identitas digital dan jejak digital. 

Suatu unggahan SK telah mengonversi dokumen resmi negara berupa arsip kepegawaian yang aman dengan ada kop, nomor surat, dan tanda tangan pejabat yang menjelma jadi jejak digital publik yang permanen.

Meninjau dari Perspektif BerAKHLAK

Apabila ditelaah dari perspektif BerAKHLAK, sejatinya terdapat sejumlah pendekatan yang dihasilkan. Salah satu yang paling dekat adalah dari nilai Loyal, khususnya pada perilaku menjaga rahasia jabatan dan negara. 

Benar bahwa suatu SK adalah dokumen yang merupakan milik pribadi, namun media sosial tidak didesain sebagai ruang publik yang aman dan terkontrol sehingga ada risiko yang ditimbulkan kemudian. 

Ketika dokumen yang notabene milik pribadi saja diumbar,
bagaimana perilaku ASN tersebut untuk dokumen negara yang atas tugas dan fungsinya kemudian harus dikelola? 

Sangat mungkin ketika suatu surat rahasia akan menjelma sekurang-kurangnya jadi story di WhatsApp, bukan? Dengan diskursus yang sama, pada nilai akuntabel, pembahasan dapat mengarah pada integritas terhadap informasi. 

Pada tataran lanjutan, kesenjangan literasi digital berhubungan dengan nilai Adaptif, khususnya dapat memahami, mengelola, dan memitigasi risiko atas adopsi teknologi. 

Dalam kasus mengunggah SK dengan menutup barcode tanda tangan elektronik sebenarnya menandakan adanya upaya mitigasi, namun memperlihatkan pula ketidakpahaman pada risiko yang masih mungkin muncul. 

SK ASN pada dasarnya adalah gudang data pribadi. Dalam UU Perlindungan Data Pribadi, sebagian besar data dalam SK merupakan data pribadi yang dikombinasikan dan dapat mengidentifikasi banyak hal tentang seorang ASN. 

Sejatinya sudah banyak contoh pemanfaatan data pribadi ASN. Di salah satu daerah, pernah terjadi pengajuan pinjaman yang dilakukan dengan SK PNS palsu dan diotaki oleh PNS aktif.

Informasi pada SK juga dapat menjadi material yang tepat untuk terjadinya skema social engineering. Dalam banyak kasus penipuan yang melibatkan instansi pemerintah, tidak muncul korban karena misalnya golongan tidak sesuai NIP, nama atasan berbeda, dan lain-lain. 

Ketika SK sudah jadi konsumsi publik, akan lebih mudah untuk melakukan penipuan karena banyak konteks yang bisa disesuaikan. Singkat kata, mengunggah SK ke media sosial adalah langkah besar yang rawan menimbulkan permasalahan.

Tanggung Jawab Pribadi

Pasal 19 UU PDP menyebut bahwa setiap orang merupakan salah satu pengendali dan prosesor data pribadi. Dalam hal “setiap orang” ditempatkan pada poin a, maka esensi utamanya dalam konteks SK adalah pemilik dari data tersebut sejatinya adalah pengendali utama dokumen tersebut. 

Artinya, ASN sendiri harus terlebih dahulu paham perihal makna dokumen-dokumen sepenting SK. Dalam konteks unggahan SK CPNS yang sempat muncul di Threads dan lantas dihapus karena komentarnya cukup ramai, gaji yang ditampilkan di SK tersebut adalah 1,7 juta sebagai gaji 80%. 

Nilai itu bahkan masih di bawah upah minimum daerah tersebut. Pun masih ada jejak digital informasi beberapa tahun lalu perihal penjabat pimpinan daerah tersebut yang menyampaikan bahwa tambahan penghasilan di situ terbilang rendah. 

Pada titik ini, dari sisi nominal sesungguhnya tidak ada hal yang bisa dibanggakan untuk SK tersebut. Maka sebenarnya ritual modern tersebut dapat diarahkan dari dokumen ke orang. 

Ada begitu banyak CPNS yang mengunggah foto sendiri dengan seragam barunya, atau foto berlatar kegiatan orientasi maupun penyerahan SK, hingga foto dengan tim kerja. Bentuk ini adalah cara aman untuk berbagi kesuksesan sekaligus memitigasi risiko etis, hukum, hingga keamanan.

Di sisi lain, hadirnya media sosial berbasis ASN dan kehidupannya juga memberikan ruang untuk distribusi konten yang dalam dinamikanya akan bersentuhan dengan data pribadi. 

Menempatkan Kebanggaan pada Tempatnya

Akun besar seperti Abdi Muda atau Sharing ASN seringkali menjadi akun yang di-tag dalam sebuah konten story Instagram. Ketika akun besar itu lantas melakukan repost, maka konten seorang ASN tersebut mendapat paparan yang lebih luas.

Saya misalnya, pernah membuat story tentang 6 foto di bulan Februari dan kemudian saya menandai Abdi Muda. Story itu hanya memuat 3 gambar orang pusing yang diperoleh dari AI generatif di sisi kiri dan 3 dokumen penting bulan Februari di sisi kanan yang terkait dengan efisiensi anggaran. 

Dan memang betul bahwa peningkatan impresi dari story tersebut luar biasa. Orang-orang yang sangat mempedulikan angka-angka view, like, dan sejenisnya akan sangat tertarik dengan ini.

Media sosial adalah panggung yang menarik di masa kini
dan pemanfaatannya dengan baik memerlukan kualitas diri, terlebih bagi ASN

dengan berbagai informasi penting yang mungkin akan dipegang dan dampaknya
yang luas bagi masyarakat. 

Kebanggaan jelas boleh untuk dibagi, namun literasi digital khususnya pada elemen keamanan adalah hal yang mutlak untuk dimiliki. Semoga sesudah ini kita tidak lagi melihat foto-foto file SK bertebaran di Threads, Instagram, dan berbagai media sosial lainnya. Tabik.

0
0
Alexander Arie Sadhar ♥ Active Writer

Alexander Arie Sadhar ♥ Active Writer

Author

Bapak muda beranak satu. Apoteker yang menyandang gelar Magister di bidang Ilmu Administrasi melalui beasiswa LPDP. Penulis buku Oom Alfa (Bukune, 2013) serta Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Sejumlah tulisannya dapat dibaca di Mojok, Voxpop maupun Detik.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post