Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) mewakili harapan eksekutif dan legislatif Indonesia dalam mengembangkan sistem jaminan sosial.
UU ini “meng-omnibus” beberapa UU lain termasuk UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip baru yang terdapat dalam UU P2SK, pemerintah telah mengharmonisasikan penyelenggaraan program pensiun.
Harmonisasi Jaminan Hari Tua
Melalui harmonisasi ini, pemerintah memfokuskan upaya pada penyatuan berbagai program pensiun yang ada, termasuk yang bersifat wajib. Ini mencakup Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP), yang merupakan bagian integral dari sistem jaminan sosial nasional.
Harmonisasi tersebut diubah dengan transformasi mendalam terhadap sistem jaminan hari tua, dengan fokus utama pada dua aspek krusial.
- Pertama, pengenalan dua jenis akun untuk penyimpanan iuran, yakni akun utama dan akun tambahan (Pasal 36 UU P2SK).
Dengan membagi iuran ke dalam dua akun ini, diharapkan peserta dapat merasakan manfaat lebih langsung dan cepat dari hasil iuran dan pengembangan dari program JHT (Pasal 37 UU P2SK).
- Kedua, batas atas dari upah sebagai dasar perhitungan iuran JHT (Pasal 38 UU P2SK).
Dengan membatasi upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran, pemerintah ingin mewajibkan mereka yang berpenghasilan lebih tinggi untuk berpartisipasi dalam program pensiun tambahan yang dikelola secara kompetitif (swasta).
Hal ini diharapkan dapat memberikan opsi pengelolaan yang lebih beragam bagi peserta dengan melibatkan pihak swasta dalam pengelolaan dana hari tua peserta (Pasal 189 UU P2SK).
Analisis: Filosofi JHT
Tujuan filosofis dari JHT adalah untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keamanan ekonomi dalam masyarakat, serta memastikan bahwa individu-individu dapat menjalani masa pensiun mereka dengan martabat dan tanpa kekhawatiran akan kebutuhan dasar mereka.
Sesuai dengan penjelasan tersebut, filosofi JHT dalam UU SJSN sejatinya adalah untuk memberikan manfaat uang tunai bagi peserta yang memasuki usia pensiun, cacat total tetap dan ahli waris apabila peserta meninggal dunia, sehingga menjadi salah satu komponen jaring pengaman dalam meminimalisir terjadinya kemiskinan baru.
Replacement Rate
Replacement rate adalah rasio antara penghasilan pensiun yang diterima seseorang setelah pensiun dibandingkan dengan penghasilan yang mereka terima selama masa kerja aktif.
Ini seringkali diukur dalam persentase, dan mencerminkan seberapa baik sistem pensiun atau jaminan sosial mampu menggantikan penghasilan yang hilang dari pekerjaan utama.
Menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), replacement rate merupakan indikator penting dalam mengevaluasi efektivitas dan kecukupan sistem jaminan sosial, terutama dalam konteks jaminan hari tua.
Replacement rate yang tinggi menunjukkan bahwa sistem pensiun atau jaminan hari tua memberikan penggantian penghasilan yang lebih besar kepada peserta setelah pensiun, yang dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka di masa tua.
Sebaliknya, replacement rate yang rendah dapat menunjukkan adanya risiko ketidakcukupan dana pensiun yang dapat memengaruhi kesejahteraan pensiunan.
Dampak Dua Jenis Akun JHT dan Batas Atas dari Upah Sebagai Dasar Iuran JHT terhadap Kesejahteraan Peserta
Pertama, pembagian iuran ke akun utama dan akun tambahan. Sesuai Pasal 36 UU P2SK, iuran peserta akan disetorkan pada akun utama dan akun tambahan, iuran pada akun utama harus lebih besar dari pada iuran pada akun tambahan.
Kedua jenis akun akan mendapatkan tingkat pengembangan yang sama atas akumulasi iuran yaitu setara dengan tingkat imbal hasil deposito bank pemerintah. Peserta nantinya dapat mengambil saldo pada akun tambahan baik sebagian maupun keseluruhan dalam hal adanya kepentingan mendesak.
Akan tetapi hal ini akan menyebabkan saldo total akhir JHT
yaitu saldo akun utama ditambah saldo akun tambahan (jika masih ada)
yang akan diterima oleh peserta ketika memasuki usia pensiun akan lebih rendah
dari saldo yang seharusnya diterima, jika dibandingkan dengan saldo
yang tidak diambil di tengah-tengah masa iuran.
Ditambah lagi dengan adanya ketentuan perpajakan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan Sekaligus.
Selain itu, UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, mengatur bahwa peserta yang:
- mengambil saldo JHT sebagian
- kemudian mengambil sisa saldonya baik karena memasuki usia pensiun ataupun eligibilitas lainnya, dan
- jarak waktu pengambilan antara keduanya lebih dari 2 tahun
maka pada saat pengambilan saldo berikutnya peserta akan terkena pajak progresif.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (x) | Tarif Pajak |
x≤60.000.000 | 5% |
60.000.000<x≤250.000.000 | 15% |
250.000.000<x≤500.000.000 | 25% |
500.000.000<x≤5.000.000.000 | 30% |
x>5.000.000.000 | 35% |
Selama belum ada peraturan khusus yang mengatur pajak bagi peserta yang mengambil saldo JHT secara sebagian pada akun tambahan maka ketentuan pajak progresif di atas dianggap berlaku.
Dengan demikian, pemberlakuan saldo tambahan berpotensi menurunkan penerimaan JHT peserta.
Kedua, batas atas dari upah sebagai dasar iuran JHT. Peserta dengan upah tinggi mungkin tidak mengkontribusikan seluruh penghasilan mereka ke dalam akun JHT, karena hanya sebagian dari penghasilan mereka yang dikenakan iuran.
Ini berpotensi mengurangi total iuran yang masuk ke dalam saldo JHT, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi jumlah penghasilan hari tua yang mereka terima.
Kesimpulan: Perlunya Pengawasan demi Pengelolaan yang Prudent dan Akuntabel
Dampak dari dua jenis akun JHT dan pembatasan upah terhadap kesejahteraan peserta tergantung pada berbagai faktor, termasuk:
- kebijakan investasi yang diterapkan dalam pengelolaan dana,
- tingkat imbal hasil yang diperoleh dari setiap akun, dan
- pengelolaan risiko yang terkait.
Peserta secara umum mungkin merasa terbantu dengan struktur akun yang memungkinkan mereka untuk mengambil saldo JHT pada akun tambahan.
Namun, hal ini berpotensi menurunkan saldo akhir JHT mereka. Selain itu, peserta dengan penghasilan yang lebih tinggi dari batas upah mungkin menghadapi tantangan dalam mencapai tingkat penghasilan pensiun yang diharapkan karena pembatasan iuran berdasarkan upah mereka.
Kembali pada konteks replacement rate, berlakunya 2 akun JHT akan menurunkan nilai replacement rate peserta. Dengan demikian penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa, selain pengelolaan JHT yang prudent dan akuntabel, pengawasan pada lembaga swasta yang akan terlibat pada pengelolaan program pensiun tambahan juga tidak kalah penting.
Kita tentu berharap implementasi kebijakan ini memberikan perlindungan sosial yang efektif kepada seluruh peserta, tanpa mengorbankan kesejahteraan individu pekerja yang secara akumulatif dan kolektif merupakan salah satu sumber kontribusi utama ekonomi nasional.
0 Comments