Beberapa tahun ke belakang, di dunia birokrasi kerap terdengar istilah baru: Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK). Jabatan fungsional ini terasa asing di telinga karena belum banyak dijabat oleh pegawai negeri sipil (PNS).
JFAK diperkenalkan melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan dan Angka Kreditnya, yang kemudian diperbaharui melalui Permenpan RB Nomor 45 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan dan Angka Kreditnya.
Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK) merupakan fungsional tertentu yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan kajian dan analisis kebijakan dalam lingkungan instansi pusat dan daerah. Sehingga, JFAK akan mewajibkan pejabatnya untuk mempunyai kompetensi tertentu.
Dampak dari Penyederhanaan Birokrasi
Terdapat beberapa hal yang mendasari PNS untuk bergabung menjadi JFAK, di antaranya adalah penyesuaian/inpassing ASN dari jabatan struktural, perpindahan dari jabatan lain, dan pengajuan Jabatan Fungsional AK untuk kali pertama.
Inpassing ke JF juga merupakan dampak dari adanya keinginan Presiden Joko Widodo untuk membentuk struktur birokrasi pemerintahan yang lebih ramping, sehingga arahan tersebut mendorong adanya peralihan jabatan struktural ke dalam jabatan fungsional – tidak terkecuali ke JFAK.
Setelah sebelumnya perampingan birokrasi diawali oleh kementerian dan lembaga di pemerintah pusat, pada tanggal 31 Desember 2021 sebanyak 143.115 pejabat administrasi di lingkungan pemerintah daerah telah menjadi fungsional secara serentak se-Indonesia. Tentunya, peralihan jabatan tersebut juga akan berimbas pada penambahan JFAK di Indonesia.
Pada bulan Agustus 2019 Analis Kebijakan di Indonesia berjumlah 374 orang. Sedangkan menurut data yang dipublikasikan oleh Pusat Pembinaan Analis Kebijakan Lembaga Administrasi Negara hingga 10 Desember 2021, jumlah Analis Kebijakan adalah 3802 orang.
Jumlah tersebut terdiri atas 1120 orang Analis Kebijakan (aktif) dan 2682 orang Analis Kebijakan yang berasal dari Jalur Penyetaraan. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah Analis Kebijakan yang signifikan dari tahun 2019 hingga tahun 2021. Pada tahun 2022 dapat diprediksi jika jumlah JFAK akan kembali bertambah di Indonesia.
Tantangan JFAK: Kompetensi
Penataan organisasi melalui pemangkasan birokrasi dan menjadikan pejabat struktural menjadi pejabat fungsional, terkhusus Analis Kebijakan, melahirkan tantangan tersendiri. Hal ini terjadi karena sangat berkaitan erat dengan kompetensi yang dimiliki aparatur dan kesetaraan terhadap tunjangan jabatan yang akan diperoleh.
Setiap PNS yang akan menduduki JFAK wajib mempunyai kompetensi yang dipersyaratkan. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 31 Tahun 2014 tentang Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Analis Kebijakan, pasal 6 menjelaskan bahwa Analis Kebijakan (AK) mempunyai standar kompetensi analisis dan kompetensi politis.
Kompetensi ini yang mendukung JFAK untuk mampu mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan yang berkualitas dan tepat sasaran. Meski sejatinya kebijakan yang dilahirkan kerap mendapatkan pro dan kontra dari masyarakat dan stakeholder, setidaknya kebijakan yang muncul tidak tergopoh-gopoh dan melalui proses yang benar.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) menjadi institusi yang bertanggung jawab terhadap pembinaan JFAK. Namun tentu saja, untuk melahirkan JFAK yang berkualitas di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) dibutuhkan kolaborasi LAN dengan seluruh pemangku kepentingan.
Dengan demikian keberadaan JFAK di instansi pemerintahan tidak menjadi alternatif, tetapi sebuah solusi dalam penyelesaian masalah yang dihadapi birokrasi. Dalam perjalanannya, LAN secara terus-menerus melaksanakan pembinaan dan penguatan terhadap JFAK melalui kegiatan-kegiatan daring maupun luring.
Untuk itu dibutuhkan juga peran aktif instansi pemilik JFAK untuk menumbuhkembangkan AK di lingkungannya.
Peluang JFAK: Perbaikan Kualitas Kebijakan Publik
JFAK mempunyai peran yang strategis dalam mendorong perbaikan kualitas kebijakan publik. JFAK akan menjadi layaknya seorang kapten dalam klub sepakbola yang mengawal proses pembuatan kebijakan publik.
JFAK juga sekaligus menjadi seorang penjaga gawang yang akan menjaga agar proses tersebut tidak mendapatkan tantangan yang berarti. Sehingga tidak ada lagi kebijakan publik yang blunder. Faktanya, tidak sedikit PNS yang menjadi pendatang baru (newcomers) di JFAK kebingungan terkait tugas dan fungsi apa yang akan dilaksanakan saat ini.
JFAK merupakan penyambung lidah antara pemangku kebijakan dengan stakeholders, sehingga JFAK berkesempatan untuk menyediakan informasi terkait perumusan masalah kebijakan. Peran JFAK dibutuhkan dalam merumuskan isu-isu kebijakan yang nantinya diramu menjadi sebuah kebijakan. JFAK mempunyai posisi strategis dalam birokrasi karena akan melaksanakan pemantauan dan evaluasi implementasi kebijakan.
Seorang JFAK pada akhirnya mempunyai peranan dalam penyusunan, pelaksanaan hingga evaluasi sebuah kebijakan. JFAK tidak hanya dapat melihat suatu permasalahan, tetapi dapat memberikan solusi dan memantau terhadap pelaksanaan solusi tersebut.
Tsunami JFAK: Bukan Musibah
Dapat dikatakan bahwa pertambahan jumlah JFAK dari tahun 2019 hingga 2022 merupakan sebuah gelombang tsunami, dalam tempo singkat menjadi jauh lebih tinggi dari yang sudah-sudah biasanya.
Meskipun namanya terdengar mengerikan, namun sejatinya kita bisa menjadikannya sebagai peluang keberkahan. Tsunami kehadiran JFAK bisa menjadi peluang perbaikan kualitas kebijakan di Indonesia secara masif, untuk kebijakan publik yang mencakup berbagai hal, tidak hanya persoalan pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, politik, dan budaya saja.
Terlebih, ketika JFAK tidak hanya hadir di instansi level pusat tapi juga di seluruh pemerintah daerah. Setiap JFAK yang tersebar di penjuru nusantara akan melahirkan kebijakan berbasis bukti (based policy evidence). Peran aktif JFAK sangat dibutuhkan sebagai pelopor perbaikan kebijakan di segala lini.
Dengan demikian, JFAK pada akhirnya dapat mendukung terbangunnya birokrasi yang dinamis, agile, dan profesional dalam meningkatkan kinerja organisasi dan pelayanan publik. Semoga.
0 Comments