Jakarta ditetapkan sebagai ibukota negara berdasarkan Undang-undang No. 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke tempat lain semakin mendapat sorotan setelah era reformasi.
Jakarta semakin berat memikul beban sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi. Jutaan orang datang dari berbagai daerah untuk mengadu nasib. Alhasil, Jakarta yang pada era kolonial dirancang hanya untuk 600 ribu jiwa, hari ini dipadati oleh 10 juta penduduk.
Tidak heran jika berbagai masalah sosial semakin lekat dengan Jakarta. Di antaranya polusi, kemacetan, banjir, hingga kemiskinan. Permasalahan sosial ini tidak hanya mengancam kesejahteraan penduduknya, namun juga memberikan dampak kerugian yang tidak sedikit bagi pemerintah.
Pada tahun 2017, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas menyebutkan bahwa kemacetan di Jakarta mengakibatkan kerugian sebanyak Rp67,5 triliun. Oleh karena itu, berbagai macam hal dan pertimbangan menimbulkan wacana pemindahan ibukota dari Jakarta ke lokasi baru.
Wacana Pemindahan IKN: Dari Masa ke Masa
Mundur ke 65 tahun yang lalu. Wacana pemindahan ibukota Indonesia telah bergulir sejak tahun 1957 ketika Presiden Soekarno menggagas pemindahan IKN ke Palangkaraya, saat meresmikan kota tersebut sebagai ibukota Kalimantan Tengah.
Selanjutnya, tahun 1997 Presiden Soeharto mengeluarkan Keppres Nomor 1 Tahun 1997 tentang koordinasi pengembangan kawasan Jonggol sebagai kota mandiri yang ditujukan untuk pusat pemerintahan.
Berganti kepala negara, pada tahun 2003 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menawarkan skenario untuk mempertahankan Jakarta sebagai Ibukota negara. Namun, dalam skenario ini hanya ada dua pilihan: direncanakan Jakarta akan dibangun benar-benar atau pusat pemerintahan dikeluarkan dari Jakarta.
Hingga akhirnya, dalam rapat paripurna DPR pada 26 Agustus 2019, Presiden Jokowi mengucapkan kalimat:
“Pada kesempatan yang bersejarah ini, dengan memohon ridho Allah SWT, dengan meminta izin dan dukungan dari Bapak Ibu Anggota Dewan yang terhormat, para sesepuh dan tokoh Bangsa terutama pada seluruh rakyat Indonesia, dengan ini saya mohon izin untuk memindahkan Ibu Kota Negara kita ke pulau Kalimantan”
Memahami Alasan Pemilihan Lokasi
Ibukota negara Indonesia (IKN) akan dipindahkan ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Terpilihnya wilayah di Kalimantan Timur untuk IKN baru ini berdasarkan beberapa kriteria di antaranya:
- Aksesibilitas lokasi yang tinggi,
- Dekat dengan dua kota besar: Balikpapan dan Samarinda,
- Struktur kependudukan heterogen dan terbuka,
- Potensi konflik rendah,
- Pertahanan dapat didukung oleh Tri Matra Darat, Laut, dan Udara,
- Infrastruktur utama berupa jalan tol Balikpapan-Samarinda dan trans Kalimantan,
- Terdapat bandara terdekat di Balikpapan dan Samarinda,
- Terdapat Pelabuhan Terminal Peti Kemas Kariangau, Balikpapan dan Pelabuhan Semayang, Samarinda,
- Tersedia air baku dari 3 waduk eksisting, 2 waduk yang direncanakan, 4 sungai, dan 4 Daerah Aliran Sungai.
Membangung sebuah pusat pemerintahan negara Indonesia tentunya bukan perkara sederhana. Oleh karenanya, periode pengembangan IKN dimulai pada tahun 2022 dan dalam periode perencanaan IKN jangka panjang, diproyeksikan sampai dengan tahun 2045.
Secara garis besar pembangunan inipun dibagi menjadi lima tahap, yaitu Tahap I (2022-2024), Tahap 2 (2025-2029), Tahap 3 (2030-2034), Tahap 4 (2035-2039), dan Tahap 5 (2040-2045) dan melibatkan berbagai instansi pemerintahan, kementerian dan lembaga.
Dari sisi kebijakan, pengembangan ini juga didukung dengan diterbitkannya Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN. Harapannya, penetapan Provinsi Kalimantan Timur sebagai lokasi IKN baru ini menjadi modalitas penting untuk mendorong pemerataan pertumbuhan khususnya di kawasan timur Indonesia.
Kompleksnya Mempersiapkan Sebuah IKN Baru
Ibu kota merupakan sebuah kota yang dirancang sebagai pusat pemerintahan suatu negara. Secara fisik, ibu kota negara umumnya difungsikan sebagai pusat perkantoran dan tempat berkumpul para pimpinan pemerintahan. Tidak ada definisi baku mengenai ibu kota di Indonesia dalam peraturan perundang-undangan.
Akan tetapi, bila ditafsirkan secara implisit berdasarkan Pasal 5 UU Nomor 29 Tahun 2007, penyelenggaraan pemerintahan dalam ketentuan ibu kota dimaksudkan sebagai tempat kedudukan lembaga pusat baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, tempat kedudukan perwakilan negara asing, dan tempat kedudukan kantor perwakilan lembaga internasional.
Melihat pertimbangan di atas, maka telah dapat dirasakan sejumlah dampak sosial, politik, ekonomi dan ekologi yang menjadi beban Jakarta sebagai ibu kota negara. Selain soal pemerintahan yang telah terlalu sentralistis di sekitar Pulau Jawa, khususnya Jakarta, juga perlu diperlukan penyesuaian dengan dinamisnya kemajemukan sosial budaya masyarakat dan keseragaman ekosistem wilayah negara kepulauan.
Jakarta sebagai IKN juga tengah menghadapi krisis ekologi, berupa pencemaran udara, pencemaran air tanah, air bersih, banjir rutin, tata ruang yang semrawut, munculnya kawasan kumuh, dan lingkungan hidup yang kurang nyaman. Tak mengherankan jika kemudian keputusan memindahkan ibukota negara tetap diambil di tengah berbagai perdebatan dan keraguan.
Meskipun UU No. 3 Tahun 2022 telah disahkan, namun masih banyak peraturan turunan yang perlu disusun dan disahkan, di antaranya tentang Badan Otorita IKN, pendanaan, pembangunan fisik, pengelolaan keuangan, pembagian wilayah, tata ruang, pemindahan perangkat pemerintahan, dsb.
Skema Pendanaan Pembangunan IKN
Anggaran pembangunan IKN telah masuk dalam RPJMN 2020-2024 sebagai Major Project Pengembangan Kawasan Perkotaan, dengan nilai sebesar 466 Triliun untuk pembangunan fisik.
Dalam rangka mendukung persiapan, pembangunan, dan pemindahan, serta penyelenggaraan pemerintahan khusus IKN, Pemerintah melakukan sinergi pendanaan yang bersumber dari APBN dan sumber lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Rencana Induk IKN, sumber-sumber pendanaan tersebut antara lain:
- APBN, melalui alokasi anggaran belanja dan/atau pembiayaan
- Skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU)
- Skema partisipasi badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki negara termasuk BUMN/swasta murni
- Skema dukungan pendanaan/pembiayaan internasional oleh lembaga bilateral/multilateral melalui hibah dan/ atau dana talangan
- Skema pendanaan lain/creative financing, seperti crowd funding dan dana dari filantropi
- Kebijakan Surat Berharga Syariah Negara, misalnya alokasi Sukuk Proyek untuk provinsi Kalimantan Timur yang dimulai pada tahun 2014
Pendanaan ini sangat penting dan dibutuhkan untuk melaksanakan proyek-proyek pembangunan infrastruktur utama dan pendukung IKN, di antaranya pembangunan istana negara dan bangunan strategis TNI/POLRI (pangkalan militer), pengadaan lahan dan infrastruktur dasar, Diplomatic Compound, ruang terbuka hijau, dan rumah dinas ASN/TNI/POLRI.
Penutup: Rekomendasi bagi Pembangunan IKN
Setelah diterbitkannya Undang-undang No 3 Tahun 2022 tentang IKN dan penetapannya sebagai proyek strategis dalam RPJMN, proyek pemindahan IKN memiliki pro dan kontra. Memang, perubahan besar pasti membawa pro dan kontra, dan itu merupakan hal normal dalam suatu negara demokrasi.
Patut dipahami bahwa kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk pengembangan wilayah ekonomi baru, menurunkan ketimpangan antarwilayah, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan proyek pemindahan ini juga sekaligus untuk merespons potensi konflik sosial dan merosotnya daya dukung ekologis.
Dari segi pembiayaan, mengingat besarnya anggaran pemindahan IKN, terdapat saran rekomendasi yaitu pemerintah perlu memperhatikan beberapa hal penting yaitu:
- Kepastian hukum atas hubungan kewenangan pusat dan daerah,
- Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah nantinya,
- Insentif fiskal dan non-fiskal yang bertujuan untuk menarik investor dan badan usaha agar berpartisipasi dalam pembangunan IKN,
- Konsistensi pengawasan untuk realisasi proyek-proyek KPBU supaya dapat selesai sesuai dengan timeline pembangunan IKN, serta
- Perlunya peningkatan creative financing seperti Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk pembiayaan proyek infrastruktur utama dan pendukung IKN.
Referensi:
Buku Saku Pemindahan Ibu Kota Negara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Juli 2021
H. M Yahya, Pemindahan Ibu Kota Negara Maju dan Sejahtera, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, Vol. 14, No 01, Juni 2018 hlm 5-6
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/10/06/054007626/bappenas-kerugian-akibat-macet-jakarta-rp-67-triliun-per-tahun
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-60036335#:~:text=UU IKN itu disahkan lewat,Selasa (18%2F01).
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220217205227-32-760709/jokowi-resmi-tanda-tangani-uu-ikn
https://www.djppr.kemenkeu.go.id/page/load/3305/pembangunan-infrastruktur-ikn-harus-sejalan-dengan-konsolidasi-fiskal-dalam-penanganan-covid-19-dan-pemulihan-ekonomi
Jeniawati, D. T. (2019). Analisis Rencana Pemindahan IKN Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Diakses 16 Maret 2020, diakses dari https://www. researchgate.net/publication/338101503_Analisis_ Rencana_Pemindahan_Ibu_Kota_Negara_ Indonesia_dari_Jakarta_ke_Kalimantan_Timur/ link/5dfe3d9f4585159aa48ff14b/download.
Nyimas Latifah Letty Aziz, Relokasi Ibu Kota Negara : Lesson Learned Dari Negara Lain, Jurnal Kajian Wilayah 10 (2019) hlm 22
UU No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara
Alumni dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2018, yang telah disumpah sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2019. Saat ini bekerja sebagai Analis Hukum bidang Lingkungan Hidup pada Deputi bidang Kemaritiman dan Investasi Sekretariat Kabinet RI. Penulis dapat dihubungi melalui Email: [[email protected]]
0 Comments