Tata Kelola yang Baik: Lebih dari Sekadar Slogan

by | Sep 21, 2025 | Birokrasi Efektif-Efisien | 0 comments

Good governance, atau tata kelola yang baik, sering kali terdengar seperti mantra yang diulang-ulang dalam pidato, seminar, dokumen kebijakan dan laporan lembaga internasional. Namun, pertanyaannya adalah: apakah “good governance” ini benar-benar “good” dan diterapkan, atau hanya sekadar slogan kosong tanpa makna substantif?

Realisasinya, banyak negara dan organisasi menghadapi tantangan besar
dalam mengubah good governance dari konsep teoritis menjadi praktik nyata. Kesenjangan antara harapan dan kenyataan ini sering kali membuat masyarakat skeptis, menganggapnya sebagai wacana elite yang tidak menyentuh akar permasalahan.

Teori Good Governance

Secara konseptual, good governance adalah suatu model manajemen pemerintahan yang melibatkan tiga pilar utama: negara (pemerintah), sektor swasta, dan masyarakat sipil. Tiga pilar ini harus bekerja sama dalam kerangka yang transparan, partisipatif, dan akuntabel. 

Menurut United Nations Development Programme (UNDP), ada delapan karakteristik utama good governance:

  • Partisipasi (Participation): Setiap warga negara memiliki kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan.
  • Aturan Hukum (Rule of Law): Kerangka hukum yang adil, ditegakkan tanpa pandang bulu.
  • Transparansi (Transparency): Keputusan dan informasinya mudah diakses oleh publik.
  • Daya Tanggap (Responsiveness): Lembaga dan proses berusaha melayani semua pemangku kepentingan dalam jangka waktu yang wajar.
  • Berorientasi Konsensus (Consensus Oriented): Mediasi kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus yang luas.
  • Kesetaraan dan Inklusivitas (Equity and Inclusiveness): Memastikan semua kelompok, terutama yang paling rentan, memiliki kesempatan untuk meningkatkan atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
  • Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency): Memaksimalkan penggunaan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
  • Akuntabilitas (Accountability): Pejabat pemerintah dan sektor swasta bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Prinsip-prinsip ini tidak hanya berlaku untuk pemerintahan, tetapi juga relevan di sektor swasta yang sering disebut Good Corporate Governance (GCG). Prinsip-prinsip GCG, seperti yang digariskan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), mencakup:

  1. Transparansi: Keterbukaan informasi.
  2. Akuntabilitas: Pertanggungjawaban dewan direksi kepada pemegang saham.
  3. Pertanggungjawaban: Kepatuhan terhadap peraturan dan etika bisnis.
  4. Independensi: Pengelolaan perusahaan secara mandiri tanpa intervensi.
  5. Kewajaran: Perlakuan yang adil terhadap semua pemangku kepentingan.

Kita bisa menggunakan kedelapan indikator dan kelima prinsip di atas ini sebagai acuan untuk menilai secara objektif penerapan dari good governance sebelum menganggapnya sudah diterapkan dengan baik. 

Kaitan Good Governance dan Manajemen Risiko

Di era ketidakpastian ini, manajemen risiko bukan lagi sekadar fungsi kepatuhan, melainkan inti dari pengambilan keputusan strategis. Di sinilah good governance memainkan peran krusial. Kedua konsep ini tidak terpisah, melainkan saling memperkuat satu sama lain.

Good governance menyediakan kerangka kerja, sedangkan manajemen risiko menyediakan alat untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengelola potensi ancaman. Sebuah organisasi dengan tata kelola yang baik akan lebih siap menghadapi risiko karena:

  1. Struktur yang Jelas: Tata kelola yang baik menciptakan struktur organisasi yang transparan dan akuntabel. Ini memastikan bahwa ada pihak yang bertanggung jawab untuk setiap jenis risiko—mulai dari risiko operasional hingga risiko reputasi.
  2. Pengambilan Keputusan yang Terinformasi: Prinsip transparansi dan akuntabilitas memastikan bahwa data dan informasi yang relevan diakses oleh pengambil keputusan. Mereka dapat mengidentifikasi risiko lebih awal, membuat keputusan yang lebih baik, dan mengurangi potensi kerugian.
  3. Budaya Tanggap Risiko: Good governance mempromosikan budaya integritas dan etika yang secara alami mendorong individu untuk bertindak secara bertanggung jawab. Dalam budaya seperti ini, setiap karyawan, dari level terendah hingga tertinggi, menyadari pentingnya mengelola risiko. Hal ini mencegah praktik-praktik yang merugikan, seperti kecurangan atau penyalahgunaan wewenang.
  4. Responsivitas dan Efektivitas: Ketika risiko material muncul, organisasi dengan good governance dapat merespons lebih cepat dan efektif. Mereka memiliki prosedur yang jelas, saluran komunikasi terbuka, dan akuntabilitas yang telah ditetapkan. Hal ini meminimalkan dampak negatif dan membantu pemulihan yang lebih cepat.

Persyaratan Penerapan 

Menerapkan good governance secara konsisten dan berkelanjutan memerlukan lebih dari sekadar komitmen di atas kertas. Ini membutuhkan prasyarat yang kuat dan terintegrasi:

  1. Kepemimpinan yang Berintegritas: Pemimpin publik dan swasta harus menjadi teladan. Mereka harus berani mengambil keputusan yang sulit, menolak korupsi, dan mendahulukan kepentingan bersama.
  2. Sistem Hukum yang Kuat: Penegakan hukum yang tidak pandang bulu adalah kunci. Pengadilan yang independen dan anti-korupsi adalah prasyarat mutlak.
  3. Partisipasi Publik yang Berarti: Masyarakat sipil, media, dan akademisi harus memiliki ruang untuk mengkritik, mengawasi, dan memberikan masukan tanpa rasa takut.
  4. Reformasi Birokrasi yang Menyeluruh: Prosedur birokrasi harus disederhanakan, proses perizinan dipermudah, dan layanan publik dibuat lebih cepat dan efisien.

Hambatan dan Solusi

Penerapan good governance sering kali terbentur oleh berbagai hambatan struktural dan kultural. Hambatan yang ada bisa berbeda beda intensitasnya pada organisasi atau lingkungan berbeda, namun pada umumnya adalah:

  1. Korupsi dan Nepotisme: Ini adalah hambatan terbesar di banyak negara yang  merusak landasan akuntabilitas dan keadilan.
  2. Birokrasi yang Kaku: Prosedur yang rumit dan tumpukan regulasi menghambat efisiensi dan mendorong praktik suap.
  3. Rendahnya Partisipasi Publik: Kurangnya kesadaran, kepedulian atau keengganan masyarakat untuk terlibat dalam proses politik.
  4. Budaya Impunitas: Adanya keyakinan bahwa pelanggaran dan penyelewengan  mudah lolos dari ancaman sanksi hukum.

Mengatasi Hambatan

Beberapa strategi dan program untuk mengatasi hambatan dapat berupa antara lain:

  1. Pemberantasan Korupsi yang Sistematis: Dibutuhkan lembaga anti-korupsi yang independen dan kuat, didukung oleh penegakan hukum yang tegas dan hukuman yang berat.
  2. Simplifikasi Regulasi: Menerapkan reformasi birokrasi yang memotong jalur birokrasi yang panjang dan tidak perlu, termasuk melalui rekayasa ulang proses bisnis yang sudah tidak relevan dan perlu diperbaharui.
  3. Edukasi dan Pemberdayaan Publik: Meningkatkan literasi politik dan hak-hak warga negara, serta memberikan ruang yang aman bagi media dan masyarakat  untuk bersuara.
  4. Penerapan Teknologi Digital: Menggunakan teknologi secara efektif, didukung dengan penerapan manajemen kualitas data, akses yang andal dan aman, sehingga transparansi bukan sekedar istilah tanpa makna.

Kesimpulan

Jadi, apakah good governance masih relevan untuk dibahas? Jawabannya adalah sangat relevan. Justru karena sering kali hanya menjadi slogan, pembahasan tentang good governance menjadi semakin penting. 

Ini adalah pengingat bahwa tujuan utama pemerintahan dan bisnis bukanlah kekuasaan atau keuntungan semata, tetapi untuk menciptakan kesejahteraan bersama.

Meskipun tantangannya besar, mengabaikan prinsip-prinsip good governance berarti mengorbankan pembangunan yang berkelanjutan, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. 

Good governance bukan lagi sebuah pilihan, melainkan keharusan untuk memastikan masa depan yang lebih baik. Itu adalah komitmen yang harus diperjuangkan setiap hari, di setiap level, untuk memastikan bahwa kata-kata itu tidak pernah kehilangan maknanya.

1
0
Teddy Sukardi ◆ Expert Writer

Teddy Sukardi ◆ Expert Writer

Author

Ketua Umum Ikatan Konsultan Teknologi Informasi Indonesia (IKTII). Ia aktif melakukan kegiatan konsultasi dalam bidang teknologi informasi seperti dalam bidang terkait Transformasi Digital, Perencanaan Strategis, Perumusan Regulasi, IT Governance, Manajemen Risiko, Audit Teknologi Informasi dan E-learning. Dapat dihubungi pada alamat surel [email protected]

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post