Spot Kuliner Pilihan ASN yang Tak Pernah Salah: Pesan Sarkas untuk Birokrasi Dari Netizen

by Eddi Wibowo ◆ Active Writer | Aug 5, 2024 | Refleksi Birokrasi | 2 comments

(Gambar Ilustrasi: Dikumpulkan dari berbagai sumber)

Eksplorasi kuliner di tempat-tempat yang baru dikunjungi, selalu jadi aktivitas yang menarik. Dan Indonesia, adalah surga kuliner yang kaya dengan ragam makanan dengan citarasa yang khas di tiap daerah.

ASN pusat layak bersyukur,
tugas-tugas koordinasi, fasilitasi, sampai dengan evaluasi ke instansi vertikal serta pemerintah daerah, mengantarkan mereka pada petualangan kuliner yang mengesankan.

Mencari spot kuliner, bagaimanapun bentuknya, menjadi tantangan berikutnya. Media sosial menyediakan begitu banyak pilihan referensi yang lengkap.

Reviu kuliner hampir di tiap kota dapat kita cari dengan mudah di berbagai platform, mulai dari aplikasi, IG, sampai dengan Youtube. Beragam pilihan akan tampil dengan kualifikasi yang lengkap, rasa, harga, bahkan suasana yang dihadirkan sesuai ekspektasi.

Namun, sebenarnya ada cara cerdas selain mengandalkan reviu dan rekomendasi dari kanal medsos. Apalagi di daerah, lupakan aplikasi spesialis reviu makanan semacam Zomato yang sudah almarhum. Menggunakan metode konvensional dan “ilmu titen”  nyatanya tidak kalah valid dengan aplikasi dan media sosial yang berbasis teknologi  informasi itu. 

Metode niteni dilakukan dengan menandai spot-spot kuliner jujugan para ASN. Kalau menemukan tempat makan yang jadi jujugan ASN, plus didapati indikasi-indikasi tambahan lain, fix layak disambangi.

Di salah satu platform medsos, netizen cukup panjang memberikan info-info tentang indikasi-indikasi yang perlu diperiksa. Tidak hanya berkomentar, mereka juga langsung memvalidasi menu sekaligus cek harga. 

Kemampuan Memburu Spot Kuliner

Sekilas metode ini nampaknya absurd dan meragukan. Namun kalau disimak dari komentar, kemampuan para abdi negara dalam berburu spot-spot kuliner ternyata diapresiasi netizen. Bagaimana mengenalinya? Lagi-lagi netizen memberikan rincian item-item deteksi yang perlu dicek.

  • Pertama, penampakan kendaraan plat merah di area parkir.

Ini petunjuk awal yang penting. Silahkan dicek saja, apakah terparkir minibus plat merah seperti kijang super atau kijang kapsul, avanza atau xenia, L300, APV, atau Hi-Ace. Kalau mau lebih detil, di kendaraan dinas operasional itu biasanya masih lengkap stiker Nasmoco, NCH, atau SC. Ini adalah dealer di mana mobil-mobil tersebut dibeli atau mendapatkan perawatan. 

Kehadiran kendaraan operasional mengindikasikan adanya rombongan ASN di spot kuliner. Biasanya, di tiap mobil rombongannya terdiri dari tiga sampai empat orang wanita, dan maksimal dua orang laki-laki. Tentu jumlahnya menyeseuaikan kapasitas mobil. Bisa saja rombongan datang dengan dua atau tiga mobil, bahkan lebih.

Selain mobil plat merah, kehadiran rombongan ASN dengan motor plat merah juga jadi indikasi. Siapa saja mereka? Biasanya,  ini adalah rombongan guru, pegawai puskesmas, aparat desa, atau juga rombongan korps baju coklat.

Rombongan ini biasanya sehabis menghadiri pertemuan, rapat, atau sosialisasi di kota kecamatan atau di kota kabupaten. Sepulang acara, di sekitar jam makan siang disempatkan untuk mampir makan bareng.

  • Kedua, lokasi warung kadang di luar ekspektasi.

Perlu dicatat, spot kuliner yang enak tidak selalu linear dengan lokasi keberadaannya. Spot-spot kuliner ini tidak melulu ada di lokasi-lokasi yang strategis. Bisa saja berada di sudut-sudut pasar, atau di pinggir jalan namun bukan jalur utama. Bahkan lokasi yang menyendiri atau agak jauh dari pusat-pusat keramaian, seperti di pinggir sawah menuju arah desa-desa.

Seberapa valid pilihan spot kuliner pilihan ASN?

Testimoni netizen setelah mencoba spot-spot kuliner pilihan ASN ternyata sangat positif. Tempat-tempat makan pilihan para ASN ini ternyata memang enak, dan biasanya harganya bersahabat sehingga layak untuk dikunjungi.

Mengapa pilihan spot-spot kuliner pilihan ASN ini bisa begitu valid? Dari pengamatan netizen, terdapat beberapa alasan yang terungkap.

  • Pertama, kebiasaan ‘menjamu’ tamu-tamu dinas dari instansi pusat.

Mengeksplorasi  makanan khas suatu daerah sebenarnya normal-normal saja bagi traveler, termasuk bagi kaum ‘my SPPD my adventure’.

Bukan isu yang sensitif. Namun pertanyaan spontan yang seringkali dilontarkan oleh ‘pegawai pusat’ kepada ‘pegawai daerah’, misal, ‘di sini makanan khasnya apa?’ akan dimaknai secara berbeda.

Memastikan para tetamu dari pusat mendapatkan pengalaman kuliner yang mengesankan adalah poin penting bagi birokrat di daerah. Isunya adalah local pride. Memperkenalkan aspek-aspek atau hal-hal unik yang ditemui di daerah adalah sebuah kebanggaan. Para tetamu ini akan memiliki memori positif tentang daerah.

  • Kedua, bagian servis instansi daerah kepada instansi pusat.

Dalam hierarki otoritas birokrasi, instansi pusat berada pada posisi lebih tinggi secara kewenangan dalam bidang tugasnya dibanding instansi daerah. Memberikan layanan kepada pegawai pusat, adalah upaya membangun penilaian yang positif terhadap instansi daerah. Semacam komunikasi interpersonal yang dampaknya linear pada komunikasi level institusi.

  • Ketiga, ASN adalah profesi yang santai.

Netizen melihat dalam keseharian, ASN di instansi daerah memiliki ritme kerja yang tidak begitu ketat. Apa akibatnya? Mereka memiliki banyak waktu longgar.

Dipicu oleh pertanyaan ‘mau makan apa kita siang ini?, akan berlanjut diskusi bersama kolega menentukan spot kuliner target. Ujungnya, menyambangi spot kuliner yang telah diincar, tentu dengan menggunakan mobil operasional. 

Agenda berburu dan mencoba spot-spot kuliner secara berombongan adalah bagian dari upaya mengisi waktu luang di kantor. Tidak perlu kaget apabila rombongan kerap terlihat di spot-spot kuliner bahkan jauh sebelum jam istirahat makan siang.

Sampai di sini, imajinasi netizen jangan-jangan serasa melihat anak sekolah yang bolos di jam-jam pelajaran, waktu di mana mereka diwajibkan untuk tekun mengerjakan tugasnya.

Namun harus diingat, bahwa mata netizen adalah cctv yang kemudian akan disebarkan ke media sosial. Yang tidak bisa dihindari adalah bahwa informasi-informasi tersebut akan dikonsumsi secara nasional, bahkan mendunia.

Selanjutnya, apa yang tersampaikan akan diyakini sebagai fakta dan kebenaran riil tentang ASN dan birokrasi. Pada akhirnya akan terbentuk memori kolektif publik tentang ASN. 

Birokrasi kita yang belum efisien

Obrolan di media sosial tentang referensi spot kuliner pilihan ASN, perlu dipahami sebagai sindiran atau kritik bagi birokrasi secara luas. Didukung fakta-fakta, netizen mengamini bahwa realita tersebut tidak hanya ada di daerah atau pemerintah daerah tertentu. 

Bahwa ASN berada di luar tempat tugasnya pada jam kerja terkonfirmasi sebagai fenomena yang sudah sangat lazim. Tidak hanya di daerah tertentu, namun di seluruh daerah, bisa ditemui di hampir semua kabupaten/kota.

Fakta-fakta yang dibagikan secara gamblang oleh netizen menunjukkan bahwa birokrasi kita yang memang tidak efisien. Inilah realita yang tersaji di hadapan publik.

Jika hendak didalami lebih jauh,
jangan-jangan fakta yang diungkap netizen merupakan puncak dari segunung masalah
yang tengah terjadi di birokrasi daerah. Mulai dari oversuplai SDM,
ketidakjelasan mekanisme kerja, dan kultur birokrasi yang cenderung lamban,
yang berujung pada inefisiensi.

Tentu netizen tidak dapat dipersalahkan jika masih menilai birokrasi pada kondisi tersebut. Mereka hanya melihat dan menyampaikan fakta-fakta yang tersaji ke platform media yang digunakan.

Lantas apa yang bisa diperbuat oleh para birokrat? Tidak banyak yang bisa dilakukan. Para birokrat dituntut untuk semakin peka dan membuka diri. 

Pandangan pandangan-pandangan yang tersebar di media dan dapat diakses secara luas semestinya menjadi referensi untuk memperbaiki dan memperkuat birokrasi. Bukan dengan membela diri atau menutupi.

6
0
Eddi Wibowo ◆ Active Writer

Penulis adalah alumni S1 Jurusan Ilmu Administasi Negara FISIPOL UGM dan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada Program Studi Kebijakan Publik. Saat ini Penulis menjabat sebagai Analis Kebijakan Ahli Madya di Pusat Kajian Manajemen ASN, Lembaga Administrasi Negara.

Eddi Wibowo ◆ Active Writer

Eddi Wibowo ◆ Active Writer

Author

Penulis adalah alumni S1 Jurusan Ilmu Administasi Negara FISIPOL UGM dan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada Program Studi Kebijakan Publik. Saat ini Penulis menjabat sebagai Analis Kebijakan Ahli Madya di Pusat Kajian Manajemen ASN, Lembaga Administrasi Negara.

2 Comments

  1. Avatar

    Menarik sekali. Antara badan artikel dengan kesimpulan terdapat tikungan tajam yang serta merta menohok. Kalau tidak waspada, bisa terjerembab, hehehe.

    Inefisiensi birokrasi, pekerjaan rumah (atau pekerjaan kantor) yang belum beres-beres. Dari pusat saja belum. apalagi di daerah. Tulisannya keren Pak Eddy.

    Reply
  2. Avatar

    Hahaha menarik sekali mas..
    Jadi ingat pimpinan kantor saya hobi banget menyambangi dan ngajak tetamu dr kantor pusat (kami instansi vertikal di daerah), utk makan di warteg semi resto dekat kantor. Banyak “protes” underground dr pegawai, katanya kenapa milih warteg sih memangnya tidak ada resto lain yg lebih kece?! Padahal kalau dipikir2, kan tujuannya makan ya bukan rapat/jalan2, jadi seharusnya warteg pun tidak masalah dong..hahaha

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post