Sinyal Kuartal Kedua

by | Aug 8, 2025 | Birokrasi Efektif-Efisien | 0 comments

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal pertama 2025 yang tercatat 4,87% menjadi sinyal awal yang perlu dicermati seksama. Angka tersebut tidak hanya cermin dari transisi kepemimpinan Indonesia, tetapi juga mengindikasikan tantangan struktural yang dalam pada perekonomian nasional.

Kuartal kedua 2025 menjadi periode krusial untuk menilai arah dan gaya kebijakan ekonomi pemerintahan yang baru. Terutama dalam menghadapi tekanan global yang mempengaruhi daya beli domestik. Juga kondisi fiskal yang diwariskan dari periode sebelumnya.

Banyak pengamat dan lembaga ekonomi merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari optimisme awal di atas 5%, menjadi maksimal 5%. Hal tersebut menunjukkan kekhawatiran atas momentum ekonomi yang melambat pasca Pemilu 2024.

Konsumsi Rumah Tangga

Sebagai komponen terbesar dalam struktur PDB Indonesia, konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi lebih dari setengah perekonomian nasional, menunjukkan tanda-tanda pelemahan.

Indeks penjualan riil Bank Indonesia mencatat kontraksi 2,2% pada April 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara Mei dan Juni hanya mencatatkan angka pertumbuhan kecil di kisaran 2,2% – 2,5%.

Indikator konsumsi jangka panjang masyarakat juga menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Data penjualan kendaraan penumpang mengalami kontraksi signifikan sebesar -15,1% pada Mei dan -22,6% pada Juni secara tahunan di tengah banjirnya produk otomotif baru, khususnya electric vehicle, yang mendapatkan fasilitas bebas bea masuk dan PPnBM sehingga harga jualnya menjadi lebih murah.

Fenomena ini mengkonfirmasi bahwa masyarakat, lebih khusus di segmen menengah, masih menahan konsumsi diskresioner akibat stagnansi pendapatan riil dan tekanan inflasi yang berkelanjutan.

Pola konsumsi yang bergeser ke arah pemenuhan kebutuhan primer ini mencerminkan kondisi daya beli yang belum pulih sepenuhnya, sebuah tantangan yang memerlukan intervensi kebijakan yang tepat sasaran dari pemerintah.

Kontraksi Manufaktur

Menjadi sebuah refleksi dari turunnya konsumsi rumah tangga, Purchasing Manager Index manufaktur S&P Global menunjukkan kontraksi yang konsisten selama tiga bulan berturut-turut di kuartal kedua.

Dari level ekspansi 52,4 pada Maret, PMI anjlok ke 46,7 di April, sedikit menguat ke 47,4 di Mei, namun kembali melemah ke 46,9 di Juni. Angka di bawah 50 selama periode tersebut mengindikasikan kontraksi aktivitas manufaktur.

Kontraksi ini didorong oleh melemahnya permintaan yang berdampak pada penyusutan produksi industri. Perusahaan merespons gejala pasar dengan memangkas stok dan mengurangi pembelian bahan baku. Situasi tersebut mencerminkan pandangan pesimis atas kondisi ekonomi. 

Stimulus Terlambat dan Terbatas

Merespons kondisi perekonomian, pemerintah sebenarnya telah menyiapkan paket stimulus sebesar Rp24 triliun yang Juni 2025, mencakup subsidi transportasi, listrik, dan bantuan langsung berupa dana tunai dan subsidi pendapatan.

Namun demikian, timing implementasi yang baru dimulai Juni mengindikasikan bahwa dampaknya baru akan terserap pada perekonomian kuartal ketiga.

Realisasi belanja pemerintah pusat yang hanya tumbuh 2,4% (yoy) di kuartal kedua menunjukkan bahwa kontribusi belanja publik untuk menstimulasi perekonomian masih belum optimal.

Program prioritas Presiden Prabowo seperti program makan bergizi gratis belum mencapai realisasi yang substansial, sehingga multiplier effect yang diharapkan terhadap perekonomian domestik belum dapat dirasakan.

Kondisi ini menunjukkan perlunya akselerasi implementasi kebijakan fiskal, terutama melalui program-program yang memiliki efek berganda tinggi terhadap konsumsi masyarakat.

Dinamika Investasi dan Ketidakpastian Global

Dalam konteks investasi, penjualan semen sebagai proksi sektor konstruksi menunjukkan kontraksi -7,4% di kuartal pertama dan hanya tumbuh 2-3% di kuartal kedua berdasarkan data Semen Indonesia Group.

Meskipun terdapat indikator positif dari peningkatan penjualan truk komersial di atas 2 ton sebesar 15% (yoy), namun secara keseluruhan investasi masih tertahan akibat kontraksi sektor manufaktur dan lambatnya belanja pemerintah.

Dari sisi eksternal, nilai tukar rupiah yang melemah hingga menyentuh Rp17.380 per USD pada akhir Juni seharusnya dapat meningkatkan daya saing ekspor Indonesia. Namun, penurunan harga komoditas utama seperti batu bara yang terkontraksi 23% dan CPO yang turun 16%, justru memperburuk kinerja ekspor yang diprediksi akan mengalami kontraksi sekitar 5% di kuartal kedua.

Terdapat kekhawatiran dengan asumsi global yang sama, proyeksi untuk paruh kedua 2025 menunjukkan bahwa ekspor berpotensi mengalami kontraksi yang lebih dalam hingga 6,5%-7%. Pendek kata, sektor eksternal tidak dapat diandalkan sebagai penopang pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek sampai akhir tahun 2025.

Rekomendasi Kebijakan

Memperhatikan beberapa hal dalam perekonomian nasional pada kuartal kedua 2025, terdapat lima area utama yang memerlukan perhatian:

  • pemulihan konsumsi rumah tangga yang belum optimal,
  • kontraksi manufaktur selama tiga bulan berturut-turut,
  • implementasi stimulus fiskal yang terlambat,
  • investasi yang masih lemah, dan
  • tekanan pada ekspor dengan volatilitas nilai tukar.

Untuk mengantisipasi tantangan di kuartal ketiga dan seterusnya, pemerintah perlu mengimplementasikan strategi terintegrasi dalam tiga dimensi utama:

Pertama, akselerasi realisasi belanja pemerintah dan program stimulus yang fokus pada peningkatan daya beli masyarakat. Prioritas harus diberikan pada program bantuan sosial produktif dan proyek-proyek padat karya yang dapat memberikan multiplier effect terhadap konsumsi domestik.

Kedua, diperlukan bauran kebijakan fiskal dan moneter untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan mempertahankan kredibilitas fiskal. Dalam konteks ini, disiplin fiskal dengan menjaga defisit agar tidak melebihi 3% dari PDB menjadi kunci untuk mempertahankan kepercayaan investor.

Ketiga, keberhasilan diplomasi Presiden Prabowo dalam penandatanganan IUE-CEPA dengan Uni Eropa agar dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan diversifikasi pasar ekspor. Strategi ekspor perlu dikembangkan juga menuju pasar non-tradisional di Asia Selatan, Afrika, dan Timur Tengah untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas dengan harga yang volatil.

Kuartal kedua ini menjadi ujian bagi kepemimpinan ekonomi pemerintahan Prabowo dalam menunjukkan kapasitas navigasi ekonomi nasional di tengah tantangan global yang semakin kompleks.

Dengan implementasi kebijakan yang tepat dan koordinasi yang efektif, target pertumbuhan ekonomi di atas 5% pada kuartal ketiga masih dapat dicapai, sekaligus membangun fondasi yang lebih solid untuk perekonomian Indonesia dalam jangka panjang.

*Catatan:
Artikel ini ditulis sebelum BPS menerbitkan rilis resmi pertumbuhan ekonomi nasional kuartal kedua 2025 yang dijadwalkan pada pekan pertama Agustus 2025. Artikel adalah analisis dan prediksi pertumbuhan dan merupakan opini pribadi penulis.

0
0
Faqih A. Al Haq ♥ Active Writer

Faqih A. Al Haq ♥ Active Writer

Author

Analis Perekonomian Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Pernah bekerja sebagai konsultan di bidang kajian ekonomi daerah, penyediaan infrastruktur, dan kependudukan.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post