Syahdan, di suatu kota super modern sedang diselenggarakan turnamen olah raga yang cukup seru. Turnamen itu diberi gelar Pilkuda. Pertandingan dihelat di sebuah stadionyang megah dengan fasilitas mumpuni.
Hadiahnya tak tanggung-tanggung. Peserta yang memenangkan turnamen mendapat hadiah berupa hak untuk menguasai seisi kota termasuk stadionyang megah itu.
Peserta yang bertanding memiliki tim official, yang lebih dikenal dengan sebutan timsek. Mereka selalu berembug untuk mengatur strategi demi memenangkan pertandingan, termasuk strategi menggalang khalayak sebagai penonton untuk memberikan dukungan.
Mau tidak mau itu dilakukan karena semakin banyak dukungan penonton, energi peserta yang berlaga semakin membesar, dan kemenangan serasa di depan mata.
Khalayak sebagai penonton lama kelamaan semakin memadati kursi stadionyang disediakan. Mereka tidak segan, bahkan dengan bersuka cita, memberikan dukungan dengan menunjukkan berbagai macam atribut, mulai dari kostum, yel-yel, hingga menyempatkan diri berfoto bersama timsek atau peserta turnamen.
Suasana stadion semakin meriah dan membara. Tentu saja kemeriahan itu tetap harus di back up oleh tim kemanan, yang diberi nama TiniPol. Mereka berjaga agar suasana stadion tetap kondusif dan turnamen berjalan lancar.
Tim keamaanan tentu saja tidak ikut larut mendukung salah satu peserta karena akan memengaruhi kewibawaan tim pengaman. Menjadi menyeramkan jika tim keamanan hanya mengamankan salah satu peserta dan hanya mengawasi keselamatan pendukung salah satu peserta.
Kelancaran jalannya pertandingan sangat ditentukan oleh panitia penyelenggara, yang sering disebut dengan Kapu. Mereka bekerja keras menyiapkan segalanya, mulai dari mengatur jadwal pertandingan, menyusun kursi penonton, menyediakan kertas tiket, sampai pada urusan pemasangan sound system di stadion.
Jangan dilupakan juga peran tim pengawas pertandingan, yang disebut dengan Bawalu, yang bertugas sebagai tim wasit dan mengawasi jalannya pertandingan untuk memastikan tidak ada kecurangan yang dilakukan oleh para peserta dan timsek-nya.
Lalu teka teki muncul, dimanakah sekelompok khalayak kota yang disebut dengan Asin, yang tidak boleh duduk di bangku penonton, apalagi bergabung dengan timsek?
Ternyata mereka ada di sekitar stadion, bahkan berada mengelilingi stadion. Kegiatan mereka bermacam-macam. Ada sebagian dari mereka yang berjualan makanan dan minuman, ojek payung, berjualan obat, sebagai tukang pijat, dan ada pula yang membersihkan sampah sekitar stadion.
Apa yang mereka lakukan adalah memang untuk memanjakan kebutuhan penonton. Satu hal yang tidak perlu disediakan apalagi dijual oleh Asin adalah atribut peserta turnamen. Para Asin tak perlu repot karena atribut telah disediakan oleh timsek masing-masing peserta turnamen.
Justru jika para Asin menyediakan atribut, mereka akan terkena marah oleh Kasinan, yakni tetua rombongan para Asin. Menurut Kasinan, Asin biarlah asin, tak perlu manis apalagi sok manis. Kadang para Asin pun tersenyum kecut mendengar alasan Kasinan tersebut.
Lebih lanjut, ternyata memang haram hukumnya bagi para Asin untuk bermanis-manis mengenakan kostum tim peserta, memanggil-manggil peserta, apalagi berfoto bersama peserta. Melambaikan tangan ataupun mengacungkan jempol sebagai tanda sekedar eksis pun tak boleh, apalagi jari tengah.
Ternyata, semua kegiatan itu memang hanya diperbolehkan bagi khalayak yang berwujud manusia. Sedangkan kelompok Asin tadi adalah manusia yang telah disuntik dengan cairan tertentu lalu berubah wujud menjadi mesin. Mungkin itulah mengapa mereka diberi nama Asin, bisa jadi singkatan dari Aku Mesin.
Para Asin itu seperti telah kehilangan daya cipta, karsa, dan rasa. Hal itu terlihat jelas dari tatapan matanya yang dingin dan gerakan mereka yang kaku. Selidik punya selidik, para mesin itu ternyata memang dipersiapkan untuk melayani segala keinginan peserta turnamen yang nantinya memenangkan pertandingan.
Sialnya, ada beberapa Asin yang memiliki kekuatan tertentu yang bisa tetap berwujud setengah manusia. Dengan sebagian darahnya yang masih mengalir, melalui separuh daya cipta, karsa, dan rasa, mereka berkalung atribut peserta dan ikut meneriakkan yel yel. Sialnya lagi, ternyata ada timsek yang berkeliaran di sekitar stadion mengawasi mesin setengah manusia tadi.
Beruntung bagi mereka yang kebetulan kostumnya sesuai dengan atribut peserta yang memenangkan pertandingan. Seusai turnamen, tubuhnya akan diberi tambahan cairan dan mendapatkan kepercayaan penuh sebagai mesin kesayangan.
Namun, malang bagi Asin yang teriakan yel-yelnya diperuntukkan bagi peserta yang kalah. Setelah turnamen berakhir, darahnya disedot habis dan dibuang ke lokasi penampungan besi tua.
Kecut!
*Tulisan ini merupakan modifikasi dari artikel yang ditulis oleh penulis yang sama dengan judul “Apa dan Bagaimana Nasib ASN Saat Pemilu?” Artikel tersebut terbit di Buletin IGPA (Insfitute of Governance and Public Affairs), Magister Administrasi Publik UGM, edisi Maret 2019 (Vol.1).
Seorang ASN instansi pusat, alumnus Program S3 Ilmu Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada. Berbagai gagasannya terbilang unik, karena selalu mempertanyakan kondisi kemapanan di birokrasi. Tujuannya adalah agar birokrasi Indonesia lebih humanis, bermartabat, dan bernilai bagi publik. Anda dapat mengikuti buah pemikirannya di Instagram @mutiarizal.insight, atau di Twiter @rizal.mutia. Ia dapat dihubungi melalui email di [email protected].
Pasemonnya tepat sasaran. Yang berkaitan akan mudah merasa, yang tidak berkepentingan akan mengira-ngira kemana arahnya. Karena memang tidak ditujukan kepada yang tidak berkepentingan. hehe…
Menarik sekali pak tulisannya.