Sebuah Refleksi: Mengambil Pelajaran dari Sistem Pendidikan Dasar di Negeri Ratu Elizabeth

by Betrika Oktaresa ★ Distinguished Writer | Mar 23, 2017 | Perjalanan/Pengalaman | 0 comments

Pendidikan tentu sangat berarti bagi sebagian besar masyarakat di seluruh dunia. Bahkan, pendidikan sering disebut sebagai salah satu investasi yang paling berharga bagi manusia. Ia menjadi modal dasar membangun kesejahteraan individu sampai pada tingkat negara.

Pentingnya pendidikan juga sangat dipahami oleh Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari proporsi yang sangat besar pada belanja APBN dan APBD di bidang pendidikan. Namun, anggaran besar saja tidaklah cukup tanpa diimbangi dengan program kerja yang jelas, termasuk bagaimana sistem pendidikan yang tepat dan berfokus pada stakeholders utamanya, para pelajar.

Mengukur bagaimana kini kualitas pendidikan di Indonesia, tentu juga memerlukan banyak aspek penilaian. Namun, sebagai gambaran, dapat dilihat posisi Indonesia dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 tentang kualitas sistem pendidikan. Dengan sampel 76 negara, Indonesia berada pada peringkat 69. Sementara itu, pada daftar peringkat yang sama, the United Kingdom (UK) berada pada peringkat 20.

Berbicara pendidikan, UK memang termasuk kiblat bagi siapapun yang ingin memperdalam ilmunya. Beberapa tahun belakangan, jumlah mahasiswa asal Indonesia semakin bertambah. Bahkan, mereka tersebar merata di seluruh kota besar di UK, yaitu Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara.

Pendidikan Dasar

Sekarang, mari kita lihat lebih jauh pendidikan dasar di UK.  Pada level pendidikan dasar, di negara ini dikenal istilah early years education, atau dapat kita persamakan dengan pre-school di Indonesia, yaitu dengan usia anak belajar di antara 3-4 tahun.

Namun, masing-masing negara di UK memiliki peraturan yang berbeda. Contohnya, Inggris sejak September 2010 mewajibkan anak berusia 3-4 tahun untuk bersekolah selama 15 jam per minggu selama 38 minggu dalam satu tahun. Hal ini berbeda dengan di Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara yang tidak mengatur tentang jumlah jam belajar yang diwajibkan dalam satu tahun pendidikan.

Kemudian, ada reception class, yaitu adalah tingkatan di antara pre-school dan primary class. Pada level ini, anak berusia 4-5 tahun diwajibkan untuk bersekolah selama 6,5 jam per hari dari Senin sampai dengan Jumat setiap minggunya selama satu tahun kalender pendidikan, yaitu Agustus – Juli tahun berikutnya.

Pada tingkatan berikutnya, negara ini mengenal primary class, yaitu yang berisi anak-anak berusia 5-12 tahun. Mereka dibagi dua kelompok, yaitu umur 5-8 tahun (key stage 1) dan umur 9-12 tahun (key stage 2). Pada umumnya, tujuan utama dari pendidikan tingkatan ini adalah menyiapkan anak-anak sehingga mampu memiliki kemampuan dasar literatur dan hitungan, seperti science (ilmu alam dan social), matematika, dan pelajaran lainnya. Assessment atau ujian hanya diberlakukan pada akhir key stage 1 dan key stage 2.

Sebagai catatan, pendidikan pada tingkatan tersebut masih bebas biaya atau gratis. Anak saya yang kebetulan menemani saya menuntut ilmu di sini berkesempatan merasakan pendidikan level dasar. Proses ini yang cukup menarik bagi saya beserta istri saya dan mungkin layak saya share kepada pembaca.

Kami sampai di Inggris pada akhir bulan September 2016. Pada waktu itu,  belum banyak mengetahui informasi tentang bagaimana menyekolahkan anak di negeri ini. Pada pertengahan bulan Oktober, kami baru mulai mencari informasi tentang proses tersebut hingga mendapatkan informasi bahwa untuk mendapatkan sekolah harus melalui school admissions (SA) di city council, semacam dinas pendidikan di pemerintah kota/kabupaten di Indonesia.

Bagaimana prosesnya? Kami hanya perlu mengirimkan email, menjelaskan kami ingin menyekolahkan anak kami yang berumur kurang 5 tahun, dan jika diperbolehkan untuk masuk tahun itu juga mengingat kalender pendidikan sudah dimulai pada bulan Agustus 2016.

Dalam email tersebut kami juga menyampaikan alamat di mana kami tinggal. Beberapa minggu kemudian, respon kami terima. Pihak SA juga memberikan daftar sekolah yang bisa kami pilih, termasuk jaraknya dari rumah kami. Setelah mempertimbangkan itu, kami memutuskan memilih satu sekolah yang jaraknya paling dekat dengan rumah kami.

Singkatnya, dua hari kemudian anak kami sudah bisa masuk ke sekolah hanya dengan menunjukkan akta kelahiran dan paspornya, tanpa biaya apapun, tanpa ditanyai saya dan istri saya ini siapa. Semua hal yang ditanyakan hanya berfokus pada anak kami. Kendala bahasa tidak merupakan beban bagi pihak sekolah. Sebab, menurut mereka, anak kami akan mampu berbahasa Inggris dalam waktu yang tidak lama.

Lalu, bagaimana dengan perbedaan agama? Sekolah menyediakan makan siang gratis, tetapi kami sempat menolak karena pertimbangan kehalalan makanannya. Namun, dengan sabar pihak sekolah menjelaskan bahwa sekolah telah memisahkan makanan halal dan yang tidak. Sebab, selain anak saya, cukup banyak anak-anak lain yang beragama Islam, dan mereka kebanyakan anak-anak keturunan India, Pakistan, dan Bangladesh.

Lalu, bagaimana cara pengajar mengajari anak-anak itu? Satu kelas biasanya berisi 20-25 anak, dengan dua pengajar, yaitu satu pengajar utama dan satu asisten. Tidak ada paksaan anak harus bisa menulis atau membaca. Setiap aktivitas yang dilakukan dibungkus dengan permainan dan dilaporkan kepada orang tua si anak melalui aplikasi yang bisa diunduh di ponsel masing-masing. Pada setiap pertengahan semester dilaksanakan parent meeting, di mana pada pertemuan tersebut guru akan menjelaskan secara detail bagaimana kemajuan anak didik kepada orang tuanya.

Membandingkan dengan Indonesia

Tentu tidak bisa kita membandingkan begitu saja sistem pendidikan di Indonesia saat ini dengan yang kami alami di sini. Terlalu naïve. Hanya saja, sekelumit cerita kami ini rasanya mampu menjadi sedikit memberikan gambaran bagaimana pendidikan dilaksanakan di negara-negara lain, yang tentu telah diakui di level internasional memiliki sistem pendidikan yang baik.

Pada level pendidikan dasar tersebut, sistem pendidikan telah memikirkan dengan matang dari mulai berapa lama waktu yang diperlukan seorang anak di sekolah pada setiap tingkatannya sampai dengan apa yang perlu dipelajari oleh anak-anak tersebut, dan tak ketinggalan, bagaimana assessment yang tepat untuk mengetahui kemajuan belajarnya.

Pendidikan yang dapat diakses oleh seluruh anak Indonesia itu juga penting. Dengan sekolah gratis, misalnya. Namun, gratis saja tidak cukup, justru yang utama adalah kualitas pendidikannya.

Salam pendidikan!

 

 

0
0
Betrika Oktaresa ★ Distinguished Writer

Seorang alumnus ASN yang sedang menikmati dunia yang penuh uncertainty, dengan mempelajari keilmuan risiko dan komunikasi.

Betrika Oktaresa ★ Distinguished Writer

Betrika Oktaresa ★ Distinguished Writer

Author

Seorang alumnus ASN yang sedang menikmati dunia yang penuh uncertainty, dengan mempelajari keilmuan risiko dan komunikasi.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post