Kota Bandung adalah kota yang dipenuhi anak-anak muda kreatif, yang seringkali menghadirkan hal-hal baru dan unik. Seperti tak ingin ketinggalan, kondisi itu pun kini mulai menjangkiti para Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Bandung. Hal itu dapat dilihat dari adanya geliat literasi yang mulai tumbuh di kalangan mereka. Para ASN, yang sering pula disebut sebagai para profesional birokrasi, idealnya memang tidak boleh abai dengan kegiatan literasi.
Profesional birokrasi dituntut memiliki kompetensi dan kreativitas yang tinggi. Itulah mengapa literasi di kalangan profesional birokrasi menjadi sesuatu yang niscaya. Jika profesional birokrasi terbiasa hanya mengerjakan hal rutin dan ajeg, maka tidak heran kalau banyak orang menganggap para profesional birokrasi mirip dengan sekrup dalam sebuah mesin besar yang bergerak monoton. Profesional birokrasi sudah selayaknya lebih dari itu, mampu memiliki kesanggupan berkembang, dan memiliki nilai lebih dibanding komponen mesin.
Acara bedah buku “Birokrat Menulis: My Trips My Inspiration” yang diselenggarakan pada hari Senin 30 April 2018 di Wisma PPSDM Aparatur Cisitu Bandung, merupakan salah satu langkah konkrit untuk mewujudkan birokrasi yang literate. Sebelumnya, buku tersebut juga sudah pernah dibedah pada tahun 2017 di PKP2A LAN Jatinangor dan beberapa tempat lainnya. Tingginya intensitas bedah buku Birokrat Menulis merupakan cerminan bahwa buku tersebut bermanfaat bagi masyarakat.
Bisa Karena Terbiasa
Acara yang digelar oleh Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Aparatur Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral ini, dimulai pada pukul 09.00 WIB. Diawali dengan alunan lagu Indonesia Pusaka yang dibawakan oleh grup Akustik PPSDM Aparatur.
Eko Hadi Susilo, Kepala Bidang Sumber Daya Manusia dan Aparatur PPSDM Aparatur, dalam sambutannya menyampaikan bahwa untuk mempertahankan nilai-nilai PPSDM Aparatur yang jujur, profesional, berinovasi, dan berarti, maka PPSDM Aparatur selalu berupaya keras dalam membina para ASN.
Ia menuturkan bahwa buku merupakan jendela dunia. Kita bisa mengenal dunia melalui buku. Ia paham betul bahwa menulis merupakan aktivitas yang bermanfaat. Dengan menulis kita dapat menyampaikan aspirasi, bermain peran yang kita suka, dan menghidupkan kreativitas.
Jika diukur dari judul buku yang dihasilkan setiap tahunnya, Indonesia sebagai negara berkembang masih tertinggal jauh dari Malaysia. Sambutan ditutup dengan sebuah kalimat yang memotivasi, bahwa segala sesuatu yang kita lakukan berulang-ulang pasti akan menghasilkan kemahiran. Begitupun dengan menulis, langkah awal adalah biasakanlah, maka kita akan bisa karena terbiasa.
Dikenal dan Mengenal Dunia
Pada salah satu halaman buku Birokrat Menulis terdapat sebuah kutipan yang berbunyi, “Jika kamu ingin mengenal dunia maka membacalah, dan jika kamu ingin dikenal dunia maka menulislah”. Kutipan tersebut juga dibacakan oleh moderator sesaat sebelum penulis dan pembedah tampil di panggung. Iringan tepuk tangan yang sangat meriah menandakan tingginya antusiasme para peserta menghadiri acara tersebut.
Berperan sebagai pembedah adalah Elli Syarifah, seorang dosen di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi, Cimahi. Ia sudah berkecimpung di dunia kepenulisan sejak kuliah S-1 pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran dan sampai sekarang masih menjadi konsultan penerbitan buku.
Ia juga sempat menjadi seorang editor sehingga tak heran sampai saat ini buku yang ditulisnya pun sudah berjumlah 18 judul. Dengan banyaknya pengalaman di dunia kepenulisan tersebut, wajar saja jika panitia menunjuknya sebagai pembedah.
Namun, sebelum pembedah menyampaikan poin-poin yang akan dibahas, moderator mempersilakan penulis untuk lebih dulu menyampaikan proses lahirnya buku Birokrat Menulis. Penulis memperkenalkan dirinya, walau sebenarnya namanya sudah terpampang besar di backdrop dan beberapa banner. Penulis bernama Adrinal Tanjung, seorang pegawai BPKP yang dipekerjakan di Kementerian PAN dan RB. Sekarang penulis menjabat sebagai Kepala Bidang Kebijakan Tata Laksana di kementerian itu. Dari tangannya sudah lahir lebih dari 25 judul buku. Ia juga merupakan salah satu pegiat Pergerakan Birokrat Menulis yang berdiri sejak awal tahun 2017.
Kebiasaan menulis sebenarnya sudah dilakukannya sejak masih duduk di bangku SMP. Karena keterbatasan teknologi, tulisan-tulisannya waktu itu hanya dituangkan pada secuil kertas. Sekarang dengan majunya teknologi, maka proses menulis menjadi lebih mudah. Buku Birokrat Menulis adalah kumpulan pengalaman penulis sebagai seorang ASN. Pengalaman mengunjungi lebih dari 100 kota di Indonesia dan beberapa negara. Semua pengalaman itu tentu terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja. Seperti ungkapan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, maka pengalaman tersebut harus diikat ke dalam sebuah tulisan sehingga nilai positif yang kita dapatkan bisa dibaca oleh orang lain. Bukan hanya sekarang, bahkan ketika raga sudah tidak lagi bernyawa.
Sampai saat ini, penulis merasakan betul manfaat dari menulis. Di antaranya adalah dapat berkenalan dengan banyak orang dari berbagai daerah. Semakin memiliki banyak teman, maka semakin banyak pula inspirasi hadir. Kebiasaan membagi buku saat mengisi acara atau menjadikannya sebagai hadiah kepada sahabat merupakan kepuasan tersendiri baginya.
Terdapat 5 subbagian dalam buku Birokrat Menulis, yaitu Menikmati Proses Menggapai Sukses, Sukses Adalah Pilihan, Cinta, Karya dan Kemenangan, serta Birokrat Goes International. Semua tulisan pada buku tersebut merupakan kumpulan catatan ringan yang berusaha memotivasi pembacanya. Penulis menuturkan bahwa kita tidak tahu berapa orang yang termotivasi saat mereka membaca tulisan kita. Berapa pun jumlahnya, semoga orang tersebut melakukan sesuatu lebih keras dari yang kita lakukan.
Berdamai Dengan Proses dan Menikmati Hasil
Waktu 30 menit yang diberikan panitia berlalu tak terasa. Kini giliran Elli Syarifah selaku pembedah yang menyampaikan poin-poinnya. Ia menuturkan bahwa ia bertemu dengan penulis setahun yang lalu karena sama-sama mengemban amanah sebagai pengurus pusat di komunitas Penulis Profesional (Penpro). Pembedah menyampaikan bahwa sudah dua kali khatam membaca buku Birokrat Menulis yang kebetulan genre-nya mirip dengan yang ia tulis, yaitu seputar motivasi kehidupan.
Elli menuturkan alasan mengapa seseeorang harus menulis. Ia menjelaskan bahwa menulis itu banyak “apa-apanya”, artinya banyak yang bisa didapat ketika kita mampu menulis. Apalagi jika sampai bisa menerbitkannya ke dalam sebuah buku. Menurutnya, Adrinal Tanjung sudah membuktikan hal tersebut.
Elli juga menyampaikan kekagumannya kepada penulis terutama tentang birokrat produktif menulis. Menurutnya, jika seorang akademisi menulis itu sudah biasa karena aktivitasnya memang tidak jauh dari itu. Akan tetapi, jika seorang profesional birokrasi produktif menulis, itu menjadi pembeda dan menjadikannya luar biasa.
Menulis ibarat menaiki sebuah bukit dan menuruni lembah, banyak tantangannya. Kita perlu strategi supaya kita tidak menjadi orang yang kalah. Maka dari itu, di saat menulis kita harus menurunkan ego karena ego yang membuat kita cepat menyerah. Pun ketika kita gagal, kita tak perlu meratapinya. Hal terpenting adalah ketika kita bisa bangkit dari kegagalan tersebut.
Menulis itu sebenarnya tidak bisa dibilang mudah dan tidak bisa dibilang sulit. Artinya, menulis bisa dilakukan oleh siapa saja dan di mana saja. Hal terpenting sebelum kita menulis adalah kita harus banyak melihat, mendengar, membaca, dan merasakan. Selain itu, menulis juga bisa dilakukan di mana pun, saat di bandara ketika menunggu pesawat, di perjalanan, atau bahkan sebelum berangkat tidur.
Seperti halnya yang dialami oleh penulis, apapun suasana hati yang menyelimuti, semua kisah dibaliknya dapat dijadikannya menjadi sebuah tulisan. Itulah mengapa gaya tulisan dalam buku itu mengalir dan sederhana. Hal itu merupakan ciri khas dari buku Birokrat Menulis sehingga mudah dipahami oleh pembacanya.
Tulisan dalam buku Birokrat Menulis pun tidak terlepas dari tuntunan agama. Tulisannya seolah memiliki kekuatan spiritual yang menjelma menjadi energi untuk terus berkarya. Adrinal Tanjung memang memegang nilai bahwa agama harus menyatu padu dengan masyarakat. Terakhir, pembedah menuturkan bahwa kita harus banyak bermimpi. Ia berpesan untuk menuliskan semua mimpi itu, sampai suatu saat, salah satu atau bahkan semua mimpi menjadi kenyataan.
Ayo Mulai Menulis!!!
Saat sesi tanya jawab, atensi peserta untuk bertanya sangat besar. Pertanyaan yang diajukan secara garis besar adalah seputar kiat menjaga mood saat menulis, bagaimana untuk mulai menulis, dan bagaimana cara membagi waktu antara kegiatan menulis, pekerjaan, dan keluarga. Penulis dan pembedah bergantian mengutarakan jawabannya.
Untuk menjaga mood saat menulis, penulis memberi saran agar niatkan sepenuh hati dan yakin bahwa kita bisa konsisten dalam menulis. Jangan mengikuti mood karena mood terkadang membawa kita pada kemalasan, sedangkan kemalasan adalah pangkal kegagalan.
Cara pertama untuk mulai menulis adalah menulis, menulis, dan menulis. Tuliskanlah apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Memulai memang susah, tetapi ketika kita sudah menemukan kenyamanan, maka kita akan susah untuk berhenti. Jangan terlalu menghiraukan benar atau tidaknya ejaan maupun susunan kalimat di saat awal menulis. Saat mulai menuangkan sebuah gagasan, tulislah saat itu juga karena gagasan tak pernah lama tinggal di otak kita. Jangan menulis sesuatu yang kita tidak tahu, jatuhnya nanti mengarang dan lebih parah lagi dapat menimbulkan hoax. Tulis saja tulisan yang ringan.
Pembedah menambahkan bahwa kita bisa mereviu tulisan dengan membaca satu bab buku. Setelah selesai membacanya, selanjutnya kita tulis ulang dengan bahasa kita sendiri. Menulis memang menjadi hobi bagi sebagian orang, dan biasanya lebih mudah untuk memulainya. Maka, jadikanlah menulis sebagai hobi agar kita juga bisa menikmati prosesnya.
Mengatur waktu antara menulis, pekerjaan, dan keluarga memang tak mudah. Namun, penulis selalu yakin dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Kita akan bisa membagi waktu jika kita dapat menghargai waktu dengan kedisiplinan.
Di balik karyanya, penulis pun tidak bekerja sendiri. Ia membentuk tim kecil untuk membantu lahirnya buku-buku yang ditulisnya. Bekerja sebagai seorang profesional birokrasi memang menyita waktu, apalagi berkantor di ibukota negara yang setiap harinya diwarnai kemacetan di mana-mana. Oleh karena itu, kita harus cermat ‘mencuri’ waktu, misalnya memanfaatkan kondisi jalanan yang macet atau saat menunggu dimulainya rapat dikantor.
Di akhir sesinya, pembedah menyampaikan pernyataan penutup bahwa menulis adalah membuat perbedaan, memotret kehidupan, dan mencipta sejarah. Maka menulislah!
Tiba di penghujung acara, moderator pun menutup acara dengan membacakan kutipan yang pernah Mas Pram (Pramudya Ananta Toer) tulis, bahwa:
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”.
Lulusan S-1 Administrasi Publik Universitas Diponegoro, semasa kuliah aktif dalam berbagai kegiatan organisasi mahasiswa. Seorang analis desa dan kelurahan di salah satu Pemkab di Jawa Tengah. Penikmat tulisan para pegiat BM.
0 Comments