Sebagai film maker yang bacaannya cenderung ke barang jadi seperti naskah/skenario, kadang saya merasa malas dan tidak paham ketika membaca tulisan para birokrat ataupun akademisi. Mungkin, otak saya yang gak nyandak. Tulisan dengan dilatarbelakangi cuplikan-cuplikan teori, ataupun statement keren kadang malah bikin saya bingung.
Namun, setelah mencermati gagasan-gagasan yang tertuang di tulisan Birokrat Menulis, bagi saya pribadi, kepala ini terasa tercerahkan untuk menuangkan ke dalam ide-ide cerita film yang kreatif dan lebih nakal. Terlebih pada empat tulisan yang dijadikan inspirasi kompetisi video pendek dalam rangka ulang tahun Pergerakan Birokrat Menulis. Saya merasakan sesuatu berbeda dengan empat tulisan itu karena gaya bahasanya yang ringan. Saya melihat ada banyak kandungan ide yang seharusnya bisa dieksplorasi lebih lanjut.
Intisari dari empat tulisan tersebut dapat saya ringkas sebagai berikut:
- Sindiran akan budaya paternalitik yang mengakar dan mengejawantah dalam perilaku pejabat kita melalui pemikiran Mutia Rizal dalam Wasiat Atasan Kepada Anak Buah;
- Perjuangan seorang guru dalam melawan pungli dan korupsi di Sukoharjo yang dituliskan secara gamblang oleh Ilham Nurhidayat dalam Nyanyian Sendu Murdiyanto Sosok Oemar Bakri Yang Gigih Melawan Korupsi;
- Karut marut birokrasi yang komplek yang ditulis oleh M. Jalu Wredo Ariwibowo dalam Sepotong Potret Layanan Publik di indonesia; dan
- Sorotan terhadap kebijakan pemerintah dalam menjaga keseimbangan hidup para pekerja yang ditulis oleh Rudi M. Harahap dalam Antara Cinta dan Karir: Refleksi Film La La Land.
Dari gaya bahasanya yang mudah dipahami tersirat banyak dramatik scene dan ide cerita yang luar biasa. Kesimpulannya, tulisan itu sudah mengandung ide kritis yang dapat diwujudkan dalam ide cerita yang memadukan unsur-unsur dramatik film.
Dalam menilai sebuah kompetisi film pendek atau sering juga disebut video pendek, juri juga bertindak sebagaimana penonton. Penonton pasti mempunyai persepsi akan sebuah makna yang muncul dari visual yang mereka lihat. Untuk menilai visual yang membentuk persepsi tersebut, Josep M Boog dalam bukunya The Art of Watching Films, memaparkan tentang seni menonton film meliputi:
- Tema dan Tujuan
- Standar Elemen Dramatikal
- Elemen Visual
- Dialog dan Efek Suara
- Skor Musik
- Akting
- Gaya Penyutradaraan
Berdasarkan unsur pembentuk estetika film tersebut di atas, penilaian secara sinematografi pada kompetisi video pendek yang digelar oleh Pergerakan Birokrat Menulis kali ini lebih ditekankan pada:
No | Kriteria Penilaian | Penilaian/Komentar |
---|---|---|
1. | Ide cerita dan kesesuaian pesan yang disampaikan. | Kreativitas dalam menceritakan realita dari sudut pandang yang berbeda (teknik sinematografi). |
Kejelasan pesan yang disampaikan melalui film yang dibuat. | ||
Kesesuaian antara judul film dengan cerita dan pesan yang akan disampaikan. | ||
2. | Visualisai dan teknik pengambilan gambar. | Kreativitas dalam pengambilan gambar meliputi sudut kamera, pencahayaan, ruang dan waktu. |
Kesesuaian elemen gambar dan suara yang ditampilkan dengan tuntutan cerita. | ||
3. | Penggunaan ilustrasi musik, suara karakter, atau voiceover. | Kreativitas dalam menggunakan unsur audio untuk memberikan informasi secara jelas serta memberikan suasana (mood) dalam film. |
4. | Teknik editing dan alur cerita. | Pola alur penceritaan serta teknik editing dalam penyusunan gambar dan suara. |
Kreativitas dalam memadukan unsur video dan audio dalam menyusun alur cerita berdasarkan informasi dan realita yang diperoleh menjadi sesuatu yang menarik untuk ditonton. |
Selanjutnya, terdapat empat karya yang mengikuti kompetisi tersebut dan secara sah masuk dalam penilaian dewan juri, yaitu:
- Peduli Sahabat
- Kartu Identitas Anak
- Anti Korupsi Sejak Dalam Pikiran
- Koin Untuk Joni
Berikut reviu masing-masing peserta kompetisi yang bisa saya sampaikan:
“Peduli Sahabat”
Video ini menceritakan tentang perjalanan tim produksi mengunjungi Desa Perajen Jaya. Salah satu desa yang terletak di pinggiran sungai Musi Sumatera Selatan. Sebuah desa yang pelayanan infrastrukturnya masih kurang memadai.
Sayang sekali format video yang dibuat masih jauh dari format film pendek. Tayangan ini lebih cenderung pada liputan yang diiringi musik dan diperkuat dengan caption/text grafis. Melihat karya ini jadi teringat akan gaya film dokumenter awalan Nanook of The North, sebuah film perjalanan yang mengisahkan cara hidup sebuah suku di daerah Kanada waktu silam.
Sayangnya, video Peduli Sahabat ini lebih kuat pada pencitraan tim produksinya yang in frame di dalam layar daripada memvisualkan subjek dengan inti permasalahanya, yang jika dieksplorasi dengan benar dan menggunakan pendekatan cara story telling yang pas, mungkin film ini bisa menarik hati penontonnya untuk bisa lebih peduli dan empati terhadap buruknya layanan infrastruktur yang terjadi di sana.
“Kartu Identitas Anak”
Video ini menceritakan tentang pentingnya pembuatan KIA dan informasi tata caranya. Karya ini cenderung mengarah pada format reportase. Tidak ada dramatik scene yang dimainkan di sini karena lebih pada pendekatan jurnalistik.
Namun, sebagai tindakan persuasif akan pentingnya mengurus dan pemutakhiran akan data kependudukan, hal itu patut diapresiasi usahanya. Respon terhadap minimnya informasi proses layanan KIA divisualisasikan dalam format reportase sangat menolong bagi penonton yang membutuhkan. Sebagai media informasi sangat cocok, tetapi jika diarahkan pada penilaian unsur-unsur film masih kurang tepat.
“Koin Untuk Joni”
Video ini menceritakan tentang kegalauan seorang bapak yang bekerja di bagian layanan kepegawaian CPNS. Anaknya sakit sehingga membutuhkan biaya operasi. Pilihan untuk mencari uang dengan cara haram dan tetap berjuang untuk mencari solusi menjadi pemicu konflik di film ini.
Sebagai tayangan audio visual, karya ini cukup mendekati format film: adanya akting pemain, dialog antar karakter, scoring musik, dan elemen dramatikal. Hal tersebut tampak pada cerita yang memunculkan situasi awal, problem yang muncul, tindakan yang diambil, klimak, dan ada ending–nya. Namun, masih terdapat beberapa kelemahan artistik yang kurang mendukung karakter tokoh. Misalnya, kostum dan artistik rumah yang dipakai oleh “penyuap” kurang mendukung derajat dan profesinya sebagai apa dan siapa.
“Anti Korupsi Sejak Dalam Pikiran”
Video ini menceritakan tentang refleksi personal akan inspirasinya terhadap tokoh guru Murdiyanto yang berjuang menghadapi pungli dan korupsi di birokrasi pendidikan di Sukoharjo. Dalam karya ini muncul unsur-unsur film di antaranya akting pemain yang banyak memainkan gerak-gerik ekspresif. Dialog dan efek suara sekaligus scoring musik diwujudkan dalam permainan narasi yang dihiasi dengan alunan musik berusaha bersatu mengarahkan persepsi penontonnya. Unsur-unsur film muncul dengan saling mendukung secara dramatik, tidak berusaha mendominasi satu sama lain, ataupun memperkosa cerita. Pandai memanfaatkan footage koruptor yang sedang viral, dan barangkali memang dihadirkan untuk memprovokasi.
Kesimpulannya, dari empat karya terdapat dua buah video yaitu “Koin Untuk Joni” dan “Anti Korupsi Sejak Dalam Pikiran” mendapat penilaian lebih apabila dilihat dari sudut pandang pemakaian unsur-unsur sebuah film.
Dari segi ide cerita, dalam mengadaptasi tulisan yang ada sesuai kerangka acuan kompetisi video pendek yang dirumuskan oleh Pergerakan Birokrat Menulis, ke empat video tersebut sudah berusaha menampilkan yang terbaik. Hanya saja keempatnya kurang memainkan unsur dan pendekatan dalam penyampaian pesan melalui format video/film pendek (bisa drama ataupun non drama).
Terima kasih.
Seorang yang aktif di dunia sinematografi, pendiri “Komunitas Belajar Bikin Film”, komunitas yang sangat aktif dalam produksi film dan juga distribusi alternatif. Beberapa karya terbaiknya adalah film pendek berjudul “Human Passions”, “Kamar 56”, “Shelter” yang telah meraih penghargaan internasional.
0 Comments