Rekrutmen SDM Pemerintah yang Sempurna: Apakah Mungkin?

by Raihan Fadhila ◆ Active Writer | Aug 23, 2023 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

group of people doing jump shot photography

Proses rekrutmen merupakan suatu aktivitas yang pasti berlangsung di entitas mana pun. Baik entitas pemerintah maupun swasta, keduanya akan selalu membutuhkan pegawai baru meski dengan pendekatan yang berbeda.

Sebagai contoh, suatu kementerian pusat merekrut pegawai melalui jalur CPNS umum dengan sistem seleksi berupa pengerjaan SKD berbasis komputer. Ada pula lembaga pemerintah yang beberapa tahun belakangan hanya melakukan perekrutan melalui permintaan pegawai kepada sekolah kedinasan.

Berbeda lagi ketika kita membicarakan proses rekrutmen swasta. Seringkali metode penjaringan pegawai baru badan swasta mengedepankan unsur ‘right person at the right place’. Artinya, tes seleksi calon pegawai didesain untuk tidak memiliki nilai absolut bahwa suatu jawaban adalah benar atau salah.

Alih-alih menerapkan gaya tersebut, banyak perusahaan swasta yang memanfaatkan media seleksi modern seperti Pymetrics untuk mengetahui kecocokan sifat dan watak calon pegawai dengan posisi yang akan ditempati.

Secara jangka panjang, kecocokan behaviour ini akan menentukan seberapa termotivasi pegawai terkait atas pekerjaannya.

Pentingnya motivasi dikemukakan oleh Lyons et al (1993) dan Flecther and Williams (1996), bahwa komitmen organisasional karyawan untuk terus bekerja menjadi bagian dari suatu organisasi akan meningkat apabila didukung adanya motivasi yang tinggi dari karyawan yang terkait dengan pekerjaannya.

Menilai Kualitas Rekrutmen

Mana yang memiliki metode rekrutmen lebih baik? Entitas pemerintah atau swasta?
Proses rekrutmen pegawai negeri melalui SKD dan SKB dapat menjadi bahan untuk menarik jawaban atas sejumlah pertanyaan;

  • “Apakah calon pegawai cukup mencintai negaranya?”
  • “Apakah calon pegawai betul memiliki kompetensi di bidang yang ia lamar?”

Langkah ini dapat menjaring pegawai yang ‘bisa bekerja’, namun belum tentu ‘cocok dengan lingkungan kerjanya’.

Sebagai contoh, seorang calon pegawai lulus seleksi CPNS kemudian bekerja sebagai auditor di salah satu kementerian pusat. Pegawai tersebut memiliki wawasan umum dan wawasan kebangsaan yang baik, serta kompetensi bidang yang memadai. Sayangnya, ia memiliki kesulitan berkomunikasi dengan orang yang baru dikenalnya. Padahal yang perlu kita ingat, beberapa jabatan (salah satunya auditor) membutuhkan satu soft skill yang akan selalu melekat, yakni kemampuan berkomunikasi.

Apa jadinya kepandaian mengolah data tanpa tau cara meminta data kepada auditee? Tanpa data, tidak ada yang bisa diolah. Dalam contoh kasus ini, tampak urgensi penilaian behaviour calon pegawai dalam tahap seleksi.

Di sisi lain, perusahaan swasta justru menaruh penilaian behaviour calon pegawai pada tahap awal sebelum dilakukan uji kompetensi dasar dan teknis bidang.

Beberapa perusahaan swasta bahkan memilih jalan pintas dengan merekrut seorang fully formed adults, yaitu seseorang yang sudah cukup dewasa untuk dapat menentukan secara bijak mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang sebaiknya tidak dilakukan.

Hasil studi Christina dan Maren (2010) menyimpulkan bahwa kinerja SDM dipengaruhi oleh komitmen. Komitmen organisasi merupakan kekuatan yang bersifat relatif dari karyawan dalam mengidentifikasi keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi.

Kita dapat katakan bahwa komitmen dimaksud, cenderung lebih mudah timbul dari dalam diri seorang pegawai yang sudah ‘matang’. Perusahaan yang menggunakan metode rekrut fully formed adults, tidak jarang membebaskan pegawainya dalam pengambilan cuti.

Pegawai dipersilakan untuk mengambil cuti sebanyak hari yang mereka anggap pantas tanpa batasan hari, asalkan tetap diberikan arahan. Misalnya, jika pegawai itu adalah seorang akuntan, perusahaan akan menyarankan kepadanya untuk tidak mengambil cuti pada awal atau akhir triwulan (karena periode itu merupakan waktu yang sibuk).

Sebagai catatan, sistem ini hanya akan berjalan bila seluruh pegawai merupakan fully formed adults. Namun, apakah merekrut seseorang yang sudah matang secara emosi dan kompetensi pekerjaan akan semudah itu?

Lantas, apakah itu berarti perusahaan tidak akan membuka kesempatan bagi para lulusan baru? Padahal, permintaan pekerjaan oleh fresh graduates bisa jadi lebih banyak. Tidak pula dapat dipastikan para fully formed adults memilih berpindah dari pekerjaan lamanya.

Menyempurnakan Rekrutmen yang Tidak Sempurna

Alhasil, baik entitas pemerintah maupun swasta memiliki kekurangan dalam proses rekrutmen SDM-nya.
Beberapa aspek metode rekrutmen swasta tadi tampak ‘lebih hijau’ jika dibandingkan dengan rekrutmen pemerintah, akan tetapi tidak seluruhnya lebih baik.

Metode-metode swasta tidak bisa serta-merta diterapkan di lingkup pemerintah. Dalam proses rekrutmen, entitas pemerintah berpegang pada tingkat wawasan umum, kebangsaan, dan kompetensi bidang para peserta seleksi.

Kita tidak bisa menyatakan bahwa hal itu salah, karena pemerintah memang membutuhkan jajaran pegawai baru yang bersedia mengabdi kepada negara. Menurut Ernest Renan dalam kajian ilmiah tentang bangsa berdasarkan psikologis etnis, pokok-pokok pikiran tentang bangsa adalah sebagai berikut: 

  1. Bangsa adalah suatu jiwa, suatu azas kerohanian. 
  2. Bangsa adalah suatu solidaritas yang besar. 
  3. Bangsa adalah suatu hasil sejarah.

Entitas pemerintah membutuhkan sosok yang bersedia mengabdi menjadi bagian dari satu jiwa bangsa yang solid. Mengabdi berarti berani untuk memberikan pengorbanan. 

Tidak ada jaminan bagi entitas pemerintah untuk mendapatkan pegawai yang sejak awal merupakan seorang fully formed adults. Ketika terdapat satu atau dua hal ketidakcocokan pegawai baru terhadap lingkungan kerjanya, entitas pemerintah hanya perlu melatih pegawai tersebut agar semakin dewasa.

Begitu pun dari sisi pegawai, selayaknya tidak mengeluhkan lingkungan kerjanya, karena ia ditugaskan untuk mengabdi, untuk berkorban. Ketidakcocokan dengan lingkungan kerja seharusnya dilawan, bukan dikeluhkan. 

Tanpa adanya terobosan metode rekrutmen, akan sulit bagi pemerintah untuk mendapatkan pegawai yang sudah matang secara emosi dan pengalaman.

Meski begitu, pemerintah tetap dapat ‘memiliki’ pegawai fully formed adults. Bagaimana caranya? Bukan dengan cara menyeleksi, melainkan dengan membentuk pegawai yang sudah tersedia agar semakin matang.

Singkatnya, rekrutmen pegawai di lingkup pemerintah tidak mungkin menghasilkan SDM yang sempurna, namun SDM tersebut dapat disempurnakan.

0
0
Raihan Fadhila ◆ Active Writer

Seorang ASN di Instansi Pemerintah Pusat yang berperan sebagai auditor. Penulis merupakan alumni PKN STAN tahun 2021. Sejak masa sekolah menengah, penulis aktif berpartisipasi dalam kegiatan organisasi dan kepanitiaan mulai dari; menjabat sebagai Ketua OSIS, menjadi LO sejumlah musisi pada acara pensi, dan beberapa kegiatan lainnya.

Raihan Fadhila ◆ Active Writer

Raihan Fadhila ◆ Active Writer

Author

Seorang ASN di Instansi Pemerintah Pusat yang berperan sebagai auditor. Penulis merupakan alumni PKN STAN tahun 2021. Sejak masa sekolah menengah, penulis aktif berpartisipasi dalam kegiatan organisasi dan kepanitiaan mulai dari; menjabat sebagai Ketua OSIS, menjadi LO sejumlah musisi pada acara pensi, dan beberapa kegiatan lainnya.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post