Reformasi Pengelolaan Rumah Negara Di Masa Depan: Sebuah Tinjauan Di Masa Pandemi Covid-19

by Edy Gunawan ♥ Associate Writer | Oct 5, 2021 | Birokrasi Melayani | 0 comments

Rumah Negara merupakan aset berupa rumah yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah dan dikelola berdasarkan peraturan perundang-undangan. Rumah Negara terdiri dari 3 (tiga) jenis yaitu Rumah Negara Golongan I (RNG I), Rumah Negara Golongan II (RNG II) dan Rumah Negara Golongan III (RNG III) dimana keseluruhan rumah tersebut mengalami banyak tantangan dalam pengelolaannya.

Permasalahan utama yaitu penghunian oleh yang tidak berhak, persengketaan, rumah tidak dihuni, dan permasalahan administrasi. Akibatnya, rumah negara cenderung tidak optimal dan underutilized sehingga berdampak pada membebankan APBN ketimbang berkontribusi pada penerimaan.

Keseluruhan permasalahan tersebut tercermin pada kuantitas rumah negara yang diterbitkan Surat Ijin Penghunian (SIP). SIP merupakan dokumen legalitas yang dimiliki penghuni yang sesuai dengan ketentuan dimana penghuni tersebut berkewajiban membayar sewa rumah negara serta mengeluarkan biaya pemeliharaan. 

Berdasarkan data per 2 Agustus 2021, komposisi rumah yang memiliki SIP hanya 5% dari total seluruh rumah negara golongan I dan II, Adapun Kementerian Keuangan selaku Pengguna memiliki 6.139 unit rumah sehingga menyumbang 73,8% dari Total ber SIP. Rincian data sebagai berikut:

JenisTotalSudah ada SIPBelum ada SIP% SIP terhadap Total% Non SIP
RNG  I29.3952.52726.8688,6%91,4%
RNG II137.2975.791131.5064,2%95,8%
Jumlah166.6928.318158.3745,0%95,0%
Sumber: data diolah

Tidak adanya SIP dimaksud disebabkan banyak faktor sehingga perlu “ditolong” APBN sementara disaat yang sama, APBN dialokasikan dengan lebih memprioritaskan penanggulangan dampak COVID19. Imbas kebijakan tersebut yaitu moratorium belanja modal untuk pengadaan dan renovasi meskipun terdapat urgensi untuk perbaikan untuk rumah yang tidak berpenghuni tersebut.

Melalui artikel ini, diharapkan dapat memberi sumbang saran bagi pengelolaan rumah negara. Artikel ini menggunakan metode penyusunan melalui pendekatan studi literatur.

Faktor-faktor Penyebab Rumah Negara Tidak Memiliki SIP

Dengan melakukan observasi, wawancara, dan FGD, faktor-faktor penyebab rumah negara tidak memiliki SIP yaitu:

  • 1. Rusak Berat dan Terbengkalai

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.06/2016 Tentang Penatausahaan Barang Milik Negara, dinyatakan BMN rusak berat merupakan BMN yang tidak dapat dihuni sehingga membutuhkan biaya yang besar untuk mengembalikan ke kondisi baik. Berdasarkan peraturan yang ada, biaya renovasi tersebut direalisasi apabila tersedia Daftar isian pagu anggaran (DIPA) nya di APBN.

  • 2. Dikuasai pihak yang tidak berhak

Dikuasai yang tidak berhak yaitu para penghuni rumah negara tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang diuraikan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.06/2010 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Berupa Rumah Negara. Permasalahan penegakan hukum atas penghuni tidak berhak ini cukup rumit dan sering berakhir di pengadilan (adhana, 2021).

  • 3. Proses Birokrasi Pengelolaan Rumah Negara

Peraturan pengelolaan rumah negara cukup komplek, saling terkait dan detail menyebabkan proses pengelolaan negara seperti penganggaran, pengadaan, penggunaan dan pemanfaatan dan penghapusan dilalui dengan cukup panjang. Oleh sebab itu, rumah negara seringkali tidak dihuni karena menunggu proses peraturan tersebut terpenuhi.

  • 4. Kurangnya pengawasan dan pengendalian (wasdal)

Sesuai amanat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.06/2012 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian  Barang Milik Negara sebagaimana diubah melalui 52/PMK.06/2016, Kementerian/Lembaga melakukan kegiatan pelaksanaan dan pelaporan wasdal secara berkala. Namun seringkali pelaksanaan wasdal hanya bersifat administratif dengan tidak diikuti tindakan wasdal yang nyata dan efektif.

  • 5. Faktor lokasi serta kualitas dan fasilitas rumah

Lokasi dan fasilitas menjadi penyebab mengapa rumah yang layak huni namun tidak diminati. Lokasi yang jauh dari kantor atau jauh dari fasilitas umum membuat pegawai enggan menempati rumah negara. Sementara itu, terdapat pula faktor kesukaan/preferensi pegawai yang menginginkan fasilitas yang lengkap (fully furnished) dan berkualitas serta bahan bangunan yang terbaik dimana hal tersebut tidak disediakan pemerintah.

  • 6. Lainnya

Faktor lainnya yang berpengaruh yaitu faktor Amdal dan keamanan. Rumah yang berlokasi dekat tanah longsor, makam, dekat lokasi premanisme, rata-rata tidak diminati.

COVID-19 dan Kebutuhan Rumah Negara

Adanya pandemi Covid-19, pemerintah menerapkan kebijakan berupa Work form home (WFH), Pembatasan Sosia Bersekala Besar (PSBB) dan Pemberlakukan PPKM untuk mendorong pelaksanaan 5 M dimaksud.

Berbagai penelitian dan statistik menunjukkan dampak yang signifikan atas kebjakan tersebut terutama pada lesunya perekonomian, berkurangnya penerimaan negara dan bertambahnya beban APBN. Pemerintah menerapkan refocusing APBN dengan belanja modal termasuk kegiatan pembelian rumah negara dan renovasi di moratorium secara signifikan.

Isu tersebut di atas diikuti pula dengan tingginya kebutuhan rumah negara. Berdasarkan data Kemenpan per 2020, Jumlah seluruh ASN yaitu 4.168.118 orang dengan Jumlah PNS yang bekerja pada instansi pemerintah pusat sebanyak 958.919 (23,01%) sedangkan PNS yang bekerja pada instansi pemerintah daerah berjumlah sekitar 3.209.199 (76,99%).

Kebutuhan tersebut semakin mencuat dengan berpindahnya aktivitas kantor ke rumah akibat pemberlakuan WFH. Hal inilah yang menyebabkan mengapa sektor perumahan tidak terpengaruh dengan adanya  pandemi COVID19 dengan menunjukkan pertumbuhan per triwulan.

Omnibus Pengelolaan Rumah Negara

Dalam penelitian Qadri tahun 2019 berjudul menakar model pembelian langsung rumah negara di Indonesia, menemukan bahwa permasalahan serupa dialami banyak negara termasuk negara maju di Eropa dan amerika.

Perbedaannya yaitu negara tersebut telah memiliki solusi yang efektif dan efisien untuk mengatasi permasalahan kebutuhan rumah negara. Dengan memperhatikan fenomena dan studi literatur tersebut, diperlukan reformasi terkait pengelolaan rumah negara dengan mengedepankan omnibus pengelolaan rumah negara.

Ada 2 aspek omnibus pengelolaan yang dibutuhkan yaitu reformasi kebijakan dan digitalisasi pengelolaan rumah negara. Reformasi kebijakan yaitu berupa omnibus law  atas pengelolaan rumah negara. Kebijakan ini mereformasi seluruh siklus pengelolaan rumah negara untuk mewujudkan suatu omnibus pengelolaan, bentuk pengelolaan tersebut yaitu:

  1. Pembentukan unit/Lembaga yang menjalankan ketentuan omnibus law pengelolaan rumah negara yaitu dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU). Hal ini sesuai dengan Undang-undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dimana instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.
  2. Kewenangan yang luas dan menyeluruh untuk pengelolaan rumah negara mulai dari perencanaan sampai dengan penghapusan kepada BLU tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengikis ego sektoral Kementerian/Lembaga dan efisiensi proses bisnis.
  3. Alternatif pembiayaan untuk pengadaan dan renovasi melalui mekanisme non APBN seperti pinjaman, investasi masyarakat dalam bentuk penyerahan dana atau waralaba, penjualan asset, dan lain-lain.
  4. Perluasan utlisasi dan optimalisasi rumah negara.  Peraturan tersebut memberi perluasan penghuni yang sah rumah negara dengan menetapkan skala prioritas tersebut. Skala prioritas tersebut yaitu ASN pusat yang belum memilik rumah, ASN Pusat,ASN Daerah, pegawai non ASN yang bekerja pada K/L, pegawai swasta, dan masyarakat umum.
  5. Terdapat kebijakan capital charge (cc). kebijakan cc yaitu memberi penalty kepada K/L yang tidak menyerahkan rumah negara yang tidak memiliki SIP kepada BLU dimaksud dengan besaran yang ditentukan oleh omnibus law.

Digitalisasi Pengelolaan Rumah Negara

Aspek kedua yaitu digitalisasi pengelolaan rumah negara. Terdapat hubungan yang linear antara digitalisasi dan pandemi COVID19 yaitu Semakin lama dan banyaknya pegawai bekerja di rumah maka semakin tinggi impelementasi penggunaan teknologi digitalisasi.

BLU dapat membangun aplikasi terdigital dimana proses penyelesaian pengadaan barang dan jasa, aktivitas lelang, pembayaran, dan pemasaran dilakkan secara digital termasuk pelaksanaan lelang dapat dilakukan secara virtual.  Oleh sebab itu, digitalisasi pengelolaan rumah negara untuk menghubungkan 3 (tiga) stakeholder utama yaitu:

  • Penghuni dan calon Penghuni

Melalui proses digitalisasi tersebut para penghuni/calon penghuni dapat melihat spesifikasi rumah, membuat permohonan, melakukan pembayaran, membuat keluhan, dan lain-lain.

  • Pihak yang mendanai

Pihak yang mendanai yaitu kreditur dan investor. Diharapakan pengelolaan rumah negara dapat memberi kemudahan kepada pihak yang mendanai untuk mengakses proposal, pengajuan pendanaan, monitoring dan evaluasi berkala serta pelaporan keuangan/manajemen.   

  • Pengembang

Pengembang merupakan pihak yang memberikan jasa renovasi dan pemeliharaan rumah negara termasuk pula pengadaan baru atas rumah negara tersebut. Para pengembang dapat secara online untuk melihat tender pekerjaan, jadwal pengadaan, pembuatan laporan pekerjaan, monitoring dan evaluasi, dan lainnya terkait kebutuhan pengembangan.

Epilog

Indikasi permasalahan rumah negara dihadapi oleh pemerintah yang terlihat dari jumlah dokumen Surat Izin Penghunian (SIP) yang diterbitkan. SIP tidak dapat diterbitkan disebabkan karena rumah tersebut rusak berat, terbengkalai, kosong, dihuni oleh pihak yang tidak berhak dan belum dilakukan pemutakhiran data. Porsi rumah ber SIP sangat kecil dari total keseluruhan rumah negara sedangkan keseluruhan rumah negara tidak sebanding dengan jumlah seluruh PNS.

Terdapat hal-hal yang menyebabkan sulitnya mengatasi permasalahan tersebut baik dari sisi keuangan maupun proses bisnis. Penyelesaian permasalahan atas rumah negara tersebut diperberat dengan adanya COVID-19 di mana terdapat  pengalihan APBN dari belanja modal rumah negara ke belanja-belanja untuk penanganan COVID-19.

Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan omnibus pengelolaan rumah negara. Omnibus pengelolaan tersebut dilaksanakan oleh suatu BLU dengan tugas, fungsi, dan wewenang yang luas. BLU tersebut dapat mengakses keuangan secara fleksibel dan prosedur administrasi yang efektif dan efisien. Omnibus tersebut juga menerapkan capital charge untuk K/L yang tidak mengelola rumah negara dengan baik sehingga aset yang dikuasai BLU.

Manfaat dapat dirasakan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung yaitu masyarakat dapat menggunakan rumah negara serta dapat berpartisipasi dalam investasi. Adapun secara tidak langsung yaitu berkurangnya pembebanan rumah negara pada APBN serta semakin tingginya kualitas pelayanan PNS kepada masyarakat. 

Daftar Pustaka
Kuniati, Nia. 2018. Pengalihan Hak Rumah Negara Kepada Pegawai Negeri Dalam Penerapan Hukum Sewa Beli. Jurnal Bina Mulia Hukum, Vol 2 No 2
Qadri, Resi Ariyasa. 2019. Menakar Model Pembelian Langsung Rumah Negara Di Indonesia. Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara Vol. 1 No 1.
Waluyo, Indarto. 2011. Badan Layanan Umum Sebuah Pola Baru Dalam Pengelolaan.
Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Kuangan Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Sebagaimana Diubah Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020.
Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status, Dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara Sebagaimana Diubah Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/Pmk.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan  Badan Layanan Umum.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/Pmk.06/2010 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Berupa Rumah Negara.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/Prt/M/2008 Tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status Dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara

1
0

Kepala Biro Manajemen BMN dan Pengadaan, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan

Edy Gunawan ♥ Associate Writer

Edy Gunawan ♥ Associate Writer

Author

Kepala Biro Manajemen BMN dan Pengadaan, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post