PP 60 Tahun 2008 tentang SPIP, Perlukah Direvisi?

by Dedhi Suharto ◆ Professional Writer | Feb 19, 2021 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

Sesuai dengan amanat di Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara khususnya Pasal 58 ayat (1) dan (2) terbitlah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).

PP tersebut menyerap praktik-praktik internasional terbaik terkait pengendalian internal khususnya rerangka pengendalian internal COSO (Committee of Sponsoring Organizations of Treadway Commission).

Dengan PP tersebut seluruh kementerian/lembaga (K/L) berkewajiban menerapkan SPIP di lingkungannya masing-masing. Sayangnya, PP 60 Tahun 2008 tersebut lebih populer di lingkungan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dibandingkan di lingkungan pimpinan K/L.

Hal itu dapat dipahami mengingat APIP lebih terbiasa dengan konsep governance (tata kelola), risk management (manajemen risiko), dan control (pengendalian) (GRC) dibandingkan dengan pimpinan K/L.

Perlukan Revisi?

PP 60 Tahun 2008 telah berumur 13 tahun lamanya. Dengan demikian telah banyak kondisi-kondisi yang berubah dibandingkan pada saat PP tersebut diumumkan di lembaran berita negara. Timbul pertanyaan saat ini: perlukah revisi PP 60 Tahun 2008 tersebut?

Perjalanan waktu yang 13 tahun tersebut setidak-tidaknya telah mengubah rerangka pengendalian internal COSO yang menjadi bahan PP 60 Tahun 2008, karena rerangka COSO sudah ada yang terbaru yaitu dari COSO lama (1992) kemudian menjadi COSO baru (2013).

Perubahan ini tentunya perlu diakomodasi agar SPIP tetap selaras dengan praktik-praktik terbaik internasional. Selain itu, kebutuhan terkini tentu perlu dipertimbangkan agar SPIP dapat diimplementasikan dengan lingkungan terkini yang semakin masih menggunakan teknologi informasi. Ketidakselarasan PP 60 Tahun 2008 dengan lingkungan baru terkini tentu berisiko menyulitkan dalam implementasinya.

Selain adanya kondisi-kondisi yang telah berubah, terdapat juga kesulitan penerapan SPIP karena PP 60 Tahun 2008 hanya dilengkapi oleh suatu lampiran berupa Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah. Sebagai bukti, penulis pernah memberikan sosialisasi SPIP ini pada suatu lembaga pada tahun 2015 dan ternyata ada Pejabat Tinggi Pratama yang menyatakan baru tahu kalau SPIP diwajibkan implementasinya.

Mereka lebih familiar dengan penerapan ISO meskipun tidak diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Hal ini terjadi pada tujuh tahun setelah terbitnya PP 60 Tahun 2008. Pengakuan dari pejabat eselon II tersebut menunjukkan betapa kurang implementatifnya SPIP.

SPIP yang di dalamnya termasuk adanya penerapan manajemen risiko sangat sulit dipahami hanya dengan satu lampiran berupa Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah. Perlu ada cukup lampiran yang lebih menekankan bagaimana mengimplementasikan SPIP dalam bentuk prosedur yang cukup rinci.

Hanya dengan membaca pasal-pasal pada PP terkait SPIP akan sulit membayangkan mengenai penerapannya di lapangan, kecuali bagi birokrat yang telah memahami konsep-konsep pengendalian intern dan manajemen risiko. Dalam hemat penulis, keberadaan lampiran-lampiran yang lebih implementatif akan sangat membantu implementasi SPIP dengan baik.

Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa sudah saatnya digagas revisi PP 60 Tahun 2008 ini agar dapat selaras dengan perkembangan zaman. Adapun pihak yang perlu menggagas revisi ini adalah Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), mengingat bahwa PP 60 Tahun 2008 terlahir dari UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang merupakan domainnya Kemenkeu RI.

Selain itu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berkepentingan turut menggagas mengingat kedudukannya dalam PP 60 Tahun 2008 tersebut selaku pihak yang membina K/L terkait penguatan SPIP.

Poin-poin Utama Revisi

Terkait gagasan revisi PP 60 Tahun 2008 ini, poin-poin utama apa sajakah yang perlu menjadi perhatian? Pada paragraf-paragraf berikut ini penulis akan menyampaikan poin-poin utama yang perlu menjadi perhatian dalam revisi PP 60 Tahun 2008.

Pertama, rerangka pengendalian internalnya perlu dilakukan update dengan rerangka COSO yang terakhir. COSO (2013) telah mengenalkan 17 Prinsip yang belum ada pada COSO (1992). Selain itu, COSO (2013) telah mengenalkan 81 Titik Fokus yang merepresentasikan 17 Prinsip tersebut dalam implementasinya.

Tentu tidak serta merta ke-17 Prinsip dan 81 Titik Fokus ini bisa relevan dalam revisi PP 60 Tahun 2008. Akan tetapi setidak-tidaknya ke-17 Prinsip dan 81 Titik Fokus itu bisa menjadi bahan pembanding dalam merevisi PP 60 Tahun 2008.

Kedua, terkait unsur Pengendalian Intern berupa Penilaian Risiko perlu ditegaskan mengenai kewajiban Penerapan Manajemen Risiko. Pada PP 60 Tahun 2008 telah tercantum Pasal 13 (1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko.

Perlu menjadi perhatian agar Pasal 13 ayat (1) ini diformulasikan menjadi: Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko dengan menerapkan proses manajemen risiko. Dengan bunyi Pasal 13 (1) PP 60 Tahun 2008 hanya Kementerian Keuangan dan sedikit K/L lainnya yang telah memiliki peraturan menteri terkait manajemen risiko hingga saat ini.

Ketiga, pasal 13 ayat (2) yang berbunyi “Penilaian risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. identifikasi risiko; dan b. analisis risiko” perlu diperbaiki dengan penambahan evaluasi risiko karena berdasarkan praktik-praktik terbaik saat ini penilaian risiko terdiri dari identifikasi, analisis, dan evaluasi risiko (ISO 31000:2018).

Keempat, pada Proses Manajemen Risiko (ISO 31000:2018) juga telah diatur mengenai Penanganan Risiko. Akan tetapi pada PP 60 Tahun 2008 belum secara eksplisit disebutkan hal ini. PP 60 Tahun 2008 hanya menyatakan pada Pasal 18 angka 12 huruf b. kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko.

Perlu dipertimbangkan pengaturan Penanganan Risiko secara eksplisit sehingga Pasal 18 ayat (1) perlu direvisi menjadi “Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan dalam bentuk Penanganan Risiko yang berasal dari Proses Manajemen Risiko”. Dengan memasukkan Penanganan Risiko tersebut maka kita telah mengintegrasikan manajemen risiko secara utuh ke dalam SPIP.

Kelima, penulis memandang perlu adanya revisi terkait Lampiran PP 60 Tahun 2008 yang berupa Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah yang diatur pada Pasal 45 ayat (3) Evaluasi terpisah dapat dilakukan dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah tersebut perlu direviu ulang relevansinya dengan kondisi sekarang dan sebagai pembanding bisa direviu dengan menggunakan 17 Prinsip Pengendalian Intern yang ditawarkan oleh COSO (2013).

Penulis mengusulkan agar Lampiran PP 60 Tahun 2008 tersebut diganti menjadi empat lampiran yaitu:

  1. Lampiran Proses Manajemen Risiko;
  2. Lampiran Prosedur Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan (PIPK); dan
  3. Lampiran Prosedur Pemantauan Efektivitas SPIP
  4. Lampiran Pengujian Efektivitas SPIP

Adapun Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah bisa menjadi bagian dari Prosedur Pemantauan Efektivitas SPIP dan/atau Pengujian Efektivitas SPIP.

Tantangan

Gagasan revisi PP 60 Tahun 2008 ini memberikan tantangan baru. Bila poin-poin utama yang saya sebutkan di atas dapat disepakati, maka revisi PP 60 Tahun 2008 akan dapat lebih implementatif karena terdapat tiga lampiran yang rinci yang dapat segera diimplementasikan oleh K/L dan juga pemerintah daerah (pemda).

Tidak dipungkiri bahwa selama ini SPIP merupakan hal yang kurang membumi, sehingga hanya populer di lingkungan APIP saja. Adanya lampiran Proses Manajemen Risiko, Prosedur PIPK, dan Prosedur Pemantauan SPIP akan lebih implementatif bagi pimpinan K/L. Namun demikian, tantangannya adalah bagaimana menyiapkan keempat lampiran yang dibutuhkan dalam implementasi SPIP tersebut.

Strategi untuk menyiapkan lampiran-lampiran tersebut dapat dengan cara:

  1. Menjadikan peraturan menteri terkait penerapan manajemen risiko sebagai bahan untuk membentuk lampiran proses manajemen risiko berdasarkan tingkat kematangan penerapan manajemen risikonya;
  2. Menjadikan Pedoman PIPK yang telah diatur dengan peraturan menteri keuangan Nomor 17 Tahun 2019 sebagai bahan;
  3. Menyiapkan tim yang menguasai SPIP dan Manajemen Risiko untuk menyiapkan keempat Lampiran tersebut.

Epilog

Gagasan revisi PP 60 Tahun 2008 sebagaimana yang saya usulkan di atas didasarkan pada semangat bagaimana membumikan SPIP di birokrasi K/L dan pemda. Selain itu, semangatnya adalah bagaimana menyinergikan pengendalian intern dengan manajemen risiko.

Tujuannya agar tidak terjadi tumpang tindih yang tidak perlu, tetapi justru menjadi suatu sistem yang terintegrasi dan memberikan nilai tambah. Tentu saja selain hal-hal yang saya soroti di atas tidak tertutup kemungkinan ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam revisi PP 60 Tahun 2008.

Komunitas Birokrasi Menulis sangat diperlukan kontribusinya terkait gagasan revisi PP 60 Tahun 2008 ini. Komunitas Birokrasi Menulis juga dapat berperan dalam mengomunikasikan perlunya revisi PP 60 Tahun 2008 kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

2
0
Dedhi Suharto ◆ Professional Writer

Inspektur pada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan yang fokus pada internal control dan risk management serta memiliki hobi menulis novel.

Dedhi Suharto ◆ Professional Writer

Dedhi Suharto ◆ Professional Writer

Author

Inspektur pada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan yang fokus pada internal control dan risk management serta memiliki hobi menulis novel.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post