Perlindungan Pekerja Lansia di Tengah Budaya Industri yang Youth-Centric

by | Jun 25, 2025 | Birokrasi Efektif-Efisien | 0 comments

Indonesia tengah memasuki fase penuaan penduduk yang signifikan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, sekitar 10% dari total populasi Indonesia adalah lansia, dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 19% pada tahun 2045.

Fenomena ini menandakan bahwa Indonesia akan segera menjadi negara dengan struktur penduduk tua, atau yang dikenal dengan istilah “aging population“.

Di tengah perubahan demografis ini, dunia kerja di Indonesia masih didominasi oleh budaya industri yang berorientasi pada kaum muda (youth-centric). Banyak perusahaan yang lebih memilih pekerja muda dengan alasan adaptabilitas dan efisiensi, sementara pekerja lansia sering kali menghadapi diskriminasi usia, baik dalam proses rekrutmen maupun dalam pengembangan karier.

Artikel ini akan membahas tantangan yang dihadapi oleh pekerja lansia di Indonesia, serta pentingnya perlindungan dan pemberdayaan mereka dalam dunia kerja yang semakin kompetitif dan berorientasi pada kaum muda.

Diskriminasi Usia dalam Dunia Kerja

Diskriminasi usia atau ageism merupakan bentuk prasangka atau perlakuan tidak adil terhadap individu berdasarkan usia mereka. Dalam konteks dunia kerja, diskriminasi usia sering kali terjadi dalam bentuk pembatasan usia dalam lowongan pekerjaan, pengabaian terhadap pekerja lansia dalam promosi jabatan, hingga pemutusan hubungan kerja yang tidak adil.

Sebuah artikel di Kumparan menyoroti bahwa banyak perusahaan di Indonesia masih mencantumkan batasan usia dalam iklan lowongan pekerjaan, seperti maksimal 26 tahun. Hal ini secara langsung mengecualikan pelamar yang lebih tua, meskipun mereka mungkin memiliki pengalaman dan keterampilan yang relevan. 

Pembatasan usia seperti ini tidak hanya melanggar prinsip keadilan, tetapi juga menghambat keberagaman dan inklusi di tempat kerja.

Selain itu, stereotip negatif terhadap pekerja lansia, seperti dianggap kurang adaptif terhadap teknologi atau tidak produktif, semakin memperkuat diskriminasi usia. Padahal, banyak pekerja lansia yang memiliki pengetahuan mendalam tentang industri, loyalitas tinggi, dan keterampilan manajemen yang matang.

Kondisi Pekerja Lansia di Indonesia

Menurut data dari Suara Surabaya, pada tahun 2021, sekitar 50% lansia di Indonesia masih aktif bekerja. Namun, sebagian besar dari mereka bekerja di sektor informal, seperti pertanian, perdagangan, dan jasa, yang umumnya tidak menawarkan perlindungan ketenagakerjaan, kontrak kerja, maupun upah yang layak.

Rata-rata penghasilan pekerja lansia di Indonesia berada di kisaran Rp1,34 juta per bulan, jauh di bawah upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Bahkan, separuh dari total pekerja lansia mendapatkan penghasilan kurang dari satu juta rupiah per bulan. Kondisi ini menunjukkan bahwa banyak lansia yang terpaksa bekerja bukan karena keinginan, tetapi karena kebutuhan ekonomi.

Lebih lanjut, data dari The Conversation menunjukkan bahwa sekitar 20% lansia bekerja lebih dari 48 jam dalam seminggu, melebihi jam kerja maksimum yang ditetapkan oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan. Jam kerja yang panjang ini, ditambah dengan kondisi kerja yang tidak menguntungkan, berpotensi menimbulkan stres dan gangguan kesehatan pada lansia.

Kurangnya Jaminan Pensiun

Salah satu faktor yang mendorong lansia untuk tetap bekerja adalah minimnya jaminan pensiun di Indonesia. Data dari The Prakarsa mengungkapkan bahwa hanya 14,8% penduduk lansia di Indonesia yang menerima jaminan pensiun. Angka ini menempatkan Indonesia pada urutan ketiga terbawah di ASEAN dalam hal cakupan jaminan pensiun.

Lebih mengkhawatirkan lagi, diperkirakan hanya 6% lansia berusia 65 tahun ke atas yang akan menerima jaminan pensiun pada tahun 2050. Minimnya cakupan pensiun ini menyebabkan banyak lansia terjerat kemiskinan dan terpaksa bekerja di usia senja.

Belajar dari Jepang: Memanfaatkan Keahlian dan Pengalaman Lansia

Jepang, sebagai negara dengan populasi lansia yang tinggi, telah mengambil langkah proaktif dalam memberdayakan pekerja lansia. Pemerintah Jepang mendorong perusahaan untuk mempekerjakan kembali pekerja lansia setelah pensiun, dengan tujuan memanfaatkan keahlian dan pengalaman mereka.

Menurut GoLantang, pekerja lansia di Jepang yang dipekerjakan kembali biasanya memiliki status kontrak dan tidak mendapatkan tunjangan atau insentif tambahan. Namun, mereka tetap dihargai atas kontribusi mereka, terutama dalam mentransfer keahlian kepada pekerja yang lebih muda.

Pendekatan ini menunjukkan bahwa dengan kebijakan yang tepat, pekerja lansia dapat tetap produktif dan memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

Langkah-Langkah Perlindungan dan Pemberdayaan Pekerja Lansia

Untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan adil bagi pekerja lansia, beberapa langkah dapat diambil:

  1. Penghapusan Batasan Usia dalam Lowongan Pekerjaan: Pemerintah perlu mengatur agar perusahaan tidak mencantumkan batasan usia dalam iklan lowongan pekerjaan, kecuali untuk posisi yang secara khusus memerlukan kriteria usia tertentu.
  2. Pelatihan dan Pengembangan Keterampilan: Perusahaan harus menyediakan program pelatihan dan pengembangan keterampilan bagi pekerja lansia, terutama dalam hal adaptasi teknologi, agar mereka tetap relevan di dunia kerja yang terus berkembang.
  3. Fleksibilitas Jam Kerja: Menyediakan opsi jam kerja yang fleksibel atau paruh waktu bagi pekerja lansia dapat membantu mereka menyeimbangkan antara pekerjaan dan kebutuhan kesehatan.
  4. Peningkatan Cakupan Jaminan Pensiun: Pemerintah perlu memperluas cakupan jaminan pensiun, termasuk bagi pekerja di sektor informal, agar lansia tidak terpaksa bekerja di usia senja karena alasan ekonomi.
  5. Kampanye Anti-Diskriminasi Usia: Melakukan kampanye untuk mengubah persepsi negatif terhadap pekerja lansia dan mendorong budaya kerja yang menghargai keberagaman usia.

Kesimpulannya, penuaan penduduk adalah tantangan yang nyata bagi Indonesia. Namun, dengan kebijakan yang tepat dan perubahan budaya kerja yang inklusif, pekerja lansia dapat tetap menjadi aset berharga bagi dunia kerja.

Menghargai dan memberdayakan pekerja lansia bukan hanya soal keadilan sosial, tetapi juga strategi cerdas dalam memanfaatkan potensi sumber daya manusia yang ada.

Sudah saatnya Indonesia menatap masa depan dengan memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang usia, memiliki kesempatan yang adil untuk berkontribusi dan sejahtera dalam dunia kerja.

1
0
Julianda Boang Manalu ♥ Active Writer

Julianda Boang Manalu ♥ Active Writer

Author

Kepala Bagian Hukum dan Persidangan Sekretariat DPRD Kota Subulussalam. Pegiat isu-isu politik, hukum, pemerintahan, pendidikan, kebijakan publik, dan hubungan internasional.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post