Saya tentu merasa bersyukur dan bangga bisa terpilih mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Penyetaraan Kepemimpinan Tingkat II Lembaga Administrasi Negara (LAN) di minggu keempat bulan September lalu. Ini merupakan agenda lanjutan dari Diklat Reform Leader Academy (RLA) yang pernah saya ikuti dua tahun sebelumnya.
Seperti kita ketahui, Diklat RLA ini merupakan diklat untuk para agent of change dan pelaksanaannya memakan waktu hampir lima bulan. Diklat dimaksud bisa disetarakan dengan Diklat Kepemimpinan Tingkat II.
Bagi saya, keikutsertaan dalam Diklat Penyetaraan Kepemimpinan Tingkat II ini memang agak tertunda, seharusnya tahun lalu. Namun, karena kesibukan pekerjaan selepas mengikuti Diklat RLA, saya baru bisa mengikuti Diklat Penyetaraan pertengahan bulan September 2019.
Setelah menjalani kegiatan tiga hari tatap muka dan proses seminar rancangan proyek perubahan, saya tergerak untuk menuliskan tentang bagaimana strategi percepatan penerapan proses bisnis instansi pemerintah. Semoga tulisan ini bisa mengulas pentingnya proses bisnis bagi instansi pemerintah dan bagaimana mempercepat penerapannya.
Memahami Peta Proses Bisnis
Peta proses bisnis bagi instansi pemerintah merupakan aset bagi organisasi dalam pencapaian visi dan misi organisasi. Seperti yang kita ketahui, salah satu area perubahan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi adalah perubahan di area tata laksana.
Terkait penataan area ini dalam lingkup reformasi birokrasi, hal yang ingin dicapai yaitu meningkatnya penerapan sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif dan efesien, cepat, terukur, sederhana, transparan, partisipatif, dan berbasis e-government.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri PAN RB (Permenpan RB) No. 19 tahun 2018 tentang penyusunan peta proses bisnis, baik pemerintah pusat maupun daerah harus menyusun peta itu dengan mengacu pada dokumen rencana strategis dan rencana kerja organisasi.
Dalam aturan ini pula disebutkan bahwa peta proses bisnis adalah diagram yang menggambarkan hubungan kerja yang efektif dan efisien antarunit organisasi yang menghasilkan keluaran yang bernilai tambah bagi pemangku kepentingan.
Pengukuran indikator terkait peta proses bisnis ini dikaitkan dengan pertanyaan “Apakah instansi pemerintah telah memiliki peta proses bisnis sesuai tugas dan fungsi dan bahwa turunan dari peta proses bisnis ini telah dijabarkan lebih lanjut ke dalam standar operating procedure (SOP)”.
Manfaat penyusunan peta proses bisnis di antaranya agar kita mudah melihat potensi masalah yang ada di dalam pelaksanaan suatu proses sehingga solusi penyempurnaan proses menjadi lebih terarah. Selain itu diharapkan agar instansi pemerintah memiliki standar, sehingga memudahkan dalam mengendalikan dan mempertahankan kualitas pelaksanaan pekerjaan.
Berdasarkan alasan di atas dapat disimpulkan bahwa peta proses bisnis merupakan hal yang amat penting bagi institusi pemerintah dalam rangka pencapaian visi dan misi organisasi.
Dasar Hukum Penyusunan Peta Proses Bisnis
Dasar Hukum penyusunan peta proses bisnis instansi pemerintah terdapat di Perpres No 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara, khususnya pasal 79:
“Kementerian harus menyusun peta bisnis proses yang menggambarkan tata hubungan kerja yang efektif dan efisien antarunit organisasi di lingkungan Kementerian masing-masing.”
Selain itu ada juga turunan dari Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Untuk yang lebih teknis sudah diatur dalam Permenpan RB No 19 Tahun 2018 tentang Penyusunan Peta Proses Bisnis Instansi Pemerintah serta Permenpan RB No 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP Administrasi Pemerintahan.
Dengan dasar hukum yang disebutkan di atas jelas terlihat bahwa penyusunan peta proses bisnis memiliki dasar hukum yang kuat mulai dari Undang-Undang, Peraturan Presiden, hingga Peraturan Menteri PAN RB.
Penyusunan peta proses bisnis instansi pemerintah pusat kementerian dan lembaga didasarkan pada dua dokumen: rencana strategis dan rencana kerja organisasi. Sedangkan untuk pemerintah daerah peta ini didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Dari sudut pandang kelembagaan, penyusunan peta proses bisnis semestinya beriringan dengan penyusunan struktur organisasi sehingga bisa diperoleh rancangan struktur organisasi yang tepat ukuran, tepat fungsi, dan tepat proses.
Upaya ini menjadi salah satu area perubahan reformasi birokrasi di bidang tata laksana untuk terwujudnya sistem, proses, dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur, transparan dan akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.
Dalam hal ini, proses bisnis yang baik akan membantu instansi pemerintah agar dapat melaksanakan kegiatannya dengan efektif dan efisien sehingga dapat melayani masyarakat dengan baik dan mampu untuk menghasilkan output yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Peraturan Menteri PAN RB No 19 Tahun 2018 mengamanatkan kepada Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah untuk menyusun peta proses bisnis. Sebagai lokomotif reformasi birokrasi tentu saja Kementerian PAN RB harus menjadi pionir dalam penerapan peta proses bisnis ini sesuai ketentuan yang berlaku.
Dengan demikian selain regulasi yang sudah ditetapkan diperlukan juga petunjuk penyusunan dan pelaksanaan evaluasi proses bisnis dimaksud. Hal ini penting agar tata hubungan kerja antar unit organisasi dapat berjalan secara efektif dan efisien untuk mewujudkan visi dan misi organisasi.
Permasalahan Terkait Penyusunan Peta Proses Bisnis
Masalah yang ada terkait penyusunan peta proses bisnis yaitu lemahnya komitmen dan sulitnya kolaborasi antarunit organisasi. Hal ini tentu menyulitkan sebab penyusunan peta proses bisnis sangat perlu ditunjang dengan dua hal tersebut, yaitu komitmen pimpinan dan kolaborasi antarunit kerja.
Selain itu, ditemui juga masalah dalam penerapan regulasi. Saat ini sudah ada regulasi terkait penyusunan Peta Proses Bisnis Instansi Pemerintah. Namun turunan dari regulasi tersebut masih memerlukan petunjuk teknis (buku panduan) sehingga memudahkan dalam penyusunan dan penerapannya untuk Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah.
Pada Kementerian PAN RB, penyusunan buku panduan ini merupakan ranah milik Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana. Selain kebutuhan akan buku panduan tersebut, perlu disegerakan juga penerbitan regulasi berupa Peraturan Menteri PAN RB tentang evaluasi penerapan proses bisnis yang menjadi acuan atas penyusunan peta proses bisnis, apakah sudah berjalan efektif dan efisien.
Saat ini komitmen instansi pemerintah untuk menyusun peta proses bisnis cukup tinggi. Tak mengherankan sebab peta proses bisnis menjadi salah satu indikator penilaian Reformasi Birokrasi. Kebijakan ini menimbulkan kesadaran setiap unit organisasi terkait pentingnya penyusunan peta proses bisnis.
Sebagai lokomotif reformasi birokrasi, Kementerian PAN RB mempunyai tanggung jawab cukup besar agar setiap kebijakan yang disusun dapat diikuti dengan baik oleh Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah.
Peraturan yang jelas dilengkapi dengan buku panduan yang lebih operasional dengan beberapa contoh pada Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah sangat dibutuhkan. Peraturan terkait evaluasi penerapan peta proses bisnis juga akan melengkapi dan menyempurnakan regulasi yang sudah ada.
Lalu bagaimana dengan sulitnya kolaborasi antarunit pada setiap instansi? Perlu membangun kesepakatan bersama dan meminimalisir ego sektoral yang menimbulkan cara pandang yang terkotak-kotak hanya pada lingkup unit kerja masing-masing.
Kolaborasi adalah syarat wajib dalam peta proses bisnis. Untuk melewati hambatan rendahnya kolaborasi tersebut, unit kerja sangat bergantung pada pimpinan organisasi untuk membina hubungan yang sinergis dan harmonis antara satu dengan lainnya.
Epilog
Keberhasilan dari proyek perubahan “penyempurnaan regulasi dan buku panduan terkait peta proses bisnis” ini menjadi satu tujuan yang harus dicapai secara optimal. Keberhasilannya dapat menjadi suatu inovasi atau terobosan dalam mengatasi permasalahan dalam tata kelola instansi pemerintah.
Harapan yang ingin dicapai yaitu bagaimana peta proses bisnis tidak hanya sekedar dokumen, tetapi bagaimana peta proses bisnis menjadi manual organisasi dan menjadi panduan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi untuk mewujudkan visi dan misi organisasi.
Selanjutnya, turunan dari Proses Bisnis harus bisa terintegrasi dengan Standard Operating Procedure (SOP) di setiap unit kerja. Semoga pelaksanaan reformasi birokrasi di area tata laksana segera menemukan momentumnya dengan implementasi peta proses bisnis dan SOP di setiap unit kerja, dalam waktu yang tidak terlalu lama. Semoga!
Pegawai BPKP yang dipekerjakan di Kementerian PAN dan RB dan kandidat Doktor pada Program Doktor Ilmu Sosial di Universitas Pasundan. Seorang penulis buku dan sudah menulis lebih dari 20 buku.
semoga juga SOP instansi bukan cuma copy paste dari provinsi/ kabupaten tetangga / dapat dari google 😀