Menteri Keuangan Sri Mulyani sering menyampaikan pentingnya peran APBN dan APBD yang semakin strategis. Beliau menjelaskan pentingnya peran APBN dan APBD sebagai peredam kejut (shock absorber) ketika Indonesia dihantam Pandemi Covid-19, dan kini ketika menghadapi krisis pangan dan energi global akibat perang Rusia-Ukraina dan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat.
Menurutnya, APBN dan APBD berperan sebagai peredam kejut krisis global dengan menjaga inflasi, daya beli masyarakat, tingkat kemiskinan, dan pemulihan ekonomi. Untuk itu, menurutnya lagi, penting sekali menjaga kesehatan APBN dan APBD.
Itu sebabnya, penghematan, efisiensi, dan efektvitas tidak bisa sekadar menjadi jargon lagi. Hal ini harus diresapi dan menjadi perhatian serius semua pihak.
Pentingnya P3DN
Peran APBN dan APBD sebagai peredam kejut, salah satunya adalah dengan belanja pemerintah. Terkait dengan belanja tersebut, program yang tengah digalakkan oleh Pemerintah tahun ini adalah Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
Berdasarkan Inpres 2 Tahun 2022, P3DN diharapkan akan meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia melalui belanja produk dalam negeri (PDN) minimal Rp400 triliun dan penayangan 1 juta e-katalog lokal.
Ikhtiar tersebut tentu perlu didukung dari segala sisi. Dari sisi supply, P3DN harus didukung dengan peningkatan kapasitas dan kompetensi Usaha Kecil dan Mikro (UKM) dan koperasi. Hal ini harus ditopang dengan berbagai insentif dan kemudahan.
Di sisi demand, ikhtiar tersebut perlu didukung dengan peningkatan belanja APBN maupun APBD atas PDN, terutama yang dihasilkan oleh UKM dan koperasi.
Di sisi market, kita perlu menyiapkan ekosistem digital atau e-marketplace yang menopang transaksi ekonomi melalui transformasi bisnis (business transformation) menuju ekonomi digital (digital economy).
Pada salah satu pidatonya, bahkan Sri Mulyani menegaskan, transformasi digital sangat penting untuk mewujudkan dan meningkatkan layanan publik, efisiensi dan efektivitas proses bisnis, dan mendorong budaya organisasi yang kolaboratif.
Pengalaman di Daerah
Di daerah sendiri, P3DN sudah mulai menampakkan bentuknya. Sebagai contoh, seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota serta Provinsi di Kalimantan Selatan telah memiliki tim P3DN, pengelola e-katalog lokal, dan juga kebijakan pendorong P3DN.
Selain itu, beberapa Pemerintah Daerah mempunyai e-marketplace lokal. Sebagai contoh, Kabupaten Hulu Sungai Selatan di Provinsi Kalimantan Selatan, mempunyai aplikasi Si-Open yang merupakan toko daring atau e-marketplace lokal dengan 9.385 produk tayang, 6.235 transaksi senilai Rp15 miliar, serta pajak pusat dan daerah yang terpungut Rp910 juta.
Kabupaten Tanah Laut, di provinsi yang sama, memiliki e-marketplace lokal yang bernama Sosialita, yang telah memiliki 3921 produk tayang dengan total valuasi transaksi senilai Rp14,7 miliar dan transaksi yang sedang berproses senilai Rp5 miliar.
Dari segi e-katalog lokal sendiri, beberapa pemerintah daerah telah menayangkan produk dalam e-katalog lokalnya. Sebagai contoh, Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan memiliki 3 penyedia lokal yang mendaftar dan 2 produk yang sudah tayang.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah memiliki 1 produk yang tayang dan 1 produk yang sedang berproses untuk membuat etalase dalam e-katalog lokalnya.
Akan tetapi, masih terdapat beberapa Pemerintah Daerah yang progres e-katalognya masih berupa etalase saja dan belum ada produk yang tayang, seperti di Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Tapin.
Hal tersebut tentu perlu terus digenjot lagi mengingat target nasional ialah 1 juta produk tayang di e-katalog lokal dan terealisasinya belanja PDN senilai Rp400 triliun dalam tahun 2022 ini.
Tantangan Besar
Selain keberhasilan di beberapa wilayah tersebut, masih terdapat tantangan atau risiko besar dalam menjalankan P3DN di daerah, yaitu kartu kredit pemerintah daerah yang belum berjalan dan juga terbatasnya produk lokal yang tersertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Tantangan lain dari sisi demand adalah pengadaan barang/jasa pemerintah tidak seluruhnya secara jelas mencantumkan preferensi harga dan persyaratan PDN, alokasi belanja 40 persen ke UKM dan koperasi hanya ditetapkan secara formal dan belum diresapi, dan tidak terdapat kebijakan pemberian reward atas penggunaan PDN.
Dari sisi supply, tantangannya adalah PDN yang dihasilkan tidak kompetitif jika disandingkan dengan produk impor, seperti dari segi kualitas, ketersediaan kuantitas, dan harga.
Dari sisi market, tantangannya adalah kompleksnya prosedur pendaftaran produk lokal, tidak terintegrasinya katalog lokal dan nasional, dan terbatasnya sosialisasi dan fasilitasi layanan lokal.
Sementara itu, kalau kita lihat dari sisi alat kesehatan, tantangannya adalah komponen bahan impor yang mahal, industri alat kesehatan yang memenuhi TKDN rendah, dan kurangnya pemanfaatan bahan baku dalam negeri untuk produksi alat kesehatan lokal.
Selain itu, regulasi terkait pengadaan alat kesehatan lokal masih banyak yang ambigu, insentif industri hulu dan hilir yang tidak jelas, kemampuan industri farmasi nasional terbatas, serta riset yang lemah.
Pengembangan Strategi
Berdasarkan tantangan tersebut, terdapat beberapa strategi yang perlu dikembangkan oleh pemerintah daerah, yaitu pemerintah daerah harus memastikan berjalannya peran Tim P3DN dan pengelola e-katalog lokal, meningkatkan produk yang tayang di e-katalog lokal, mengevaluasi implementasi Inpres Nomor 2 Tahun 2022, dan menerapkan reward system untuk masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD).
Selain itu, pemerintah daerah harus mendorong pengembangan industri dan produk lokal, mengendalikan pencapaian target kinerja P3DN melalui sistem informasi yang tersedia, serta membangun clearing house P3DN bersama dengan instansi pengawasan dan penegak hukum di daerah untuk memitigasi isu-isu yang berkembang terkait P3DN.
Dari sisi alat kesehatan, strategi yang harus dikembangkan oleh pemerintah daerah bersama dengan pemerintah pusat adalah membangun rasa kepedulian dan keberpihakan pada alat kesehatan dalam negeri di sisi petugas kesehatan kita, meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri, dan mengembangkan skema insentif bagi investor produk alat kesehatan dalam negeri.
Kemudian, pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus merancang strategi pemberian insentif atau subsidi untuk sertifikasi TKDN, meningkatkan produksi alat kesehatan berteknologi tinggi berbasis riset, dan memberikan prioritas penayangan e-katalog lokal untuk produk alat kesehatan dalam negeri.
Integrasi dan Kolaborasi
Selain pengembangan strategi tersebut, pemerintah daerah harus mengintegrasikan, mengolaborasikan, dan membangun kebersamaan para pihak di lingkungan pemerintah daerah guna mencapai tujuan P3DN.
Dalam konteks P3DN, mengacu ke three lines of model (3LOM), pemerintah daerah harus memastikan leadership pada governing body daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, unsur Forkopimda, Ketua DPRD, dan Sekretaris Daerah.
Di sisi manajemen lini pertama, masing-masing OPD harus berperan dalam penguatan sisi demand P3DN, yaitu merencanakan dan merealisasikan belanja PDN dengan tertib.
Di sisi manajemen lini kedua, pemerintah daerah harus membentuk kelompok ahli, pendukung, dan atau satuan tugas yang mendukung manajemen lini pertama dalam manajemen risiko dan pengendalian.
Dalam konteks P3DN, lini kedua tersebut bisa berupa Tim P3DN, pengelola e-katalog lokal, pendukung teknologi informasi, tim pencegahan fraud, dan tim pengendalian kinerja. Di samping itu, inspektorat sebagai internal auditor pemerintah darah harus berperan sebagai lini ketiga, yakni melakukan pengawasan P3DN secara objektif dan independen.
Nantinya, semua unsur pemerintah daerah yang terintegrasi itu akan diobservasi oleh external assurance providers terkait keberhasilan atau kegagalannya dalam menjalankan P3DN, seperti dari BPKP, BPK, dan atau kementerian/lembaga terkait.
Intinya, seluruh pihak di pemerintah daerah harus saling bersinergi dan terintegrasi dalam menjalankan program P3DN. Hal ini akan membangun kolaborasi dalam pencapaian P3DN di daerah dan mereka tidak bekerja sendiri-sendiri.
Penutup
Jika pemerintah daerah serius dalam menjalankan program P3DN, maka secara tidak langsung pemerintah daerah telah berperan penting dalam menciptakan kemandirian industri dalam negeri. Kemandirian industri tersebut akan memungkinkan kita bertahan dari krisis global saat ini dan ke depan.
Selain itu, tentunya, kemandirian industri dalam negeri akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pajak daerah seperti terjadi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Hal ini akan meningkatkan kemandirian fiskal pemerintah daerah dalam jangka panjang. ***
Rudy adalah alumni Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat I Angkatan LVI Tahun 2023, seorang pejabat eselon 2 di sebuah instansi pengawasan, dan Editorial Board Chairman Pergerakan Birokrat Menulis.
Ia juga adalah Ketua Dewan Pengawas Ikatan Audit Sistem Informasi Indonesia (IASII), dan Ketua Departemen Law, Regulation, & Policy Asosiasi Pemimpin Digital Indonesia (APDI).
Ia adalah Doctor of Philosophy (PhD) dari Auckland University of Technology (AUT), Selandia Baru, dengan tesis PhD “Integrating Organisational and Individual Level Performance Management Systems (PMSs) within the Indonesian Public Sector”.
Sebelumnya, ia memperoleh gelar Akuntan dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Magister Manajemen Sistem Informasi (MMSI) dari Universitas Bina Nusantara, dan Master of Commerce in Information System (MComm in IS) dari Curtin University of Technology (Australia).
Ia juga penerima beasiswa the New Zealand ASEAN Scholarship Award 2014 dari New Zealand Ministry of Foreign Affairs and Trade (MFAT), anggota Beta Gamma Sigma (sebuah kelompok elit dunia di Amerika Serikat yang keanggotaannya berbasis undangan), serta reviewer jurnal internasional Qualitative Research in Accounting and Management.
Rudy terbuka untuk berdiskusi melalui twitternya @HarahapInsight. Tulisan penulis dalam laman ini adalah pandangan pribadi dan tidak mewakili pandangan lembaga tempat bekerja atau lembaga lain.
Apakah kebijakan tersebut mengarah ke sosialis atau otokrasi dibanding oligarki, atau sekedar untuk meng-kalibrasi kembali posisi peran pemerintah dan swasta?. pada prinsipnya saya setuju dengan kebijakan pemerintah bila tujuan untuk melindungi UMKM dari serbuan pasar globalisasi