Pendaftaran Mantan (Terinspirasi dari Kisah Nyata Seorang Teman)

by Een Suryani ♥ Associate Writer | Mar 10, 2025 | Sastra | 1 comment

Bagi para pencari nafkah, pagi hari selalu hectic. Telat sedikit, siap-siap uang tunjangan sekian persen melayang. Para pegawai sepertiku mungkin sudah jadi hamba absen. Terkadang lebih takut sama absen dibanding Tuhan. 

Sepagi ini, saat sinar matahari mulai menyapu jalanan dan jatuh ke atap-atap rumah, motorku berbaur dengan para pengendara lainnya memenuhi jalanan.

Sebagian terlihat bersemangat menyambut hari,
mungkin mereka adalah para pekerja yang beruntung mendapat pekerjaan sesuai passion mereka. Sebagian lagi adalah wajah-wajah kecut, yang akan bekerja layaknya kuli, dengan bayaran
gaji di bawah UMR. 

Kantorku bercat hijau muda, terlihat mencolok di antara bangunan lainnya. Hanya warna segarnya yang selalu kubanggakan, selain itu aku hanya bisa mengurut dada. 

Model bangunan era zaman feodal. Dibanding sebuah kantor, bangunannya lebih mirip rumah yang sering di-review oleh youtuber pemburu hantu. Ditambah sarana dan prasarananya seakan ngajak becanda. Apalagi ada kebijakan efisiensi, entah kapan bangunan ini akan direhabilitasi.

Ingin sekali kuadukan nasib kepada Presiden dan Menteri Agama, tapi mengingat posisiku sebagai pegawai kelas teri, aku lebih takut dengan tuduhan subversif terhadap kebijakan negara. 

Seringkali kubayangkan, hal yang dilakukan pertama kali saat datang adalah menyeruput secangkir kopi. Namun, selalu ada pekerjaan lain menunggu. Menyapu, mengepel, membuang sampah, sampai dengan mencuci gelas kotor yang berserakan sisa kemarin.

Mungkin inilah maksud tersembunyi kenapa tak ada anggaran biaya untuk menggaji petugas OB. Biar aku merasakan sendiri bagaimana pekerjaan domestik rumah tangga.

“Assalamu’alaikum….” Sapaan hangat menyapa dari seorang pria berpeci hitam memulai hari. Dia adalah Pak Arif, Kepala KUA di tempatku bekerja. Aura kyainya selalu mengingatkan aku dengan dosa-dosa. 

Satu per satu pegawai datang memenuhi meja masing-masing. Ada yang lantas membuka laptop, menulis dokumen, memeriksa berkas, ada juga yang sibuk scroll Tiktok agar up date isu-isu terviral saat ini.

Siang merangkak naik. Layar laptop masih berkedip, menampilkan aplikasi online untuk pencatatan nikah. Sepertinya stok sabar perlu kutambah berulang kali.

Sudah beberapa hari aplikasinya membuat emosi. Sulit diakses dan hanya menampilkan notifikasi: this page isn’t working. Permasalahan yang selalu berulang setiap tahun. Aplikasi berganti, tapi tak pernah menyelesaikan masalah yang sebenarnya.

Pegawai lain sepertinya sama, sedang sibuk berkutat dengan pekerjaan masing-masing. Sesekali terdengar suara mesin printer bekerja. Disertai suara derap sepatu bergesekkan dengan lantai, membentuk irama langkah tergesa-gesa. 

Segera saja kusetel wajah ramah disertai senyum, salam, dan sapa. Ada tamu yang perlu dilayani. Seorang lelaki dan perempuan yang kutebak mereka adalan calon pengantin, karena merekalah mayoritas tamu di kantor ini. 

Kuamati sejenak wajah mereka.
Seorang lelaki perlente berusia menjelang empat puluh tahun. Satunya lagi adalah perempuan manis berusia awal tiga puluhan. Saat melihat lesung pipit di wajah perempuan itu, darahku mendidih seketika. Jantung rasanya berdetak lebih cepat.

“Haris…?” tanya perempuan itu. Pandangan kami bertemu lagi setelah sekian tahun lamanya.

“Euis….?” Aku melapal lagi nama itu pada akhirnya. Seketika jantung berdetak lebih cepat. Bertemu mantan adalah hal yang paling menakutkan kedua setelah bertemu hantu.

Neng kenal?” tanya sang lelaki setelah duduk di depanku. “Alhamdulillah kalau gitu. Semoga urusan kita dilancarkan.”

“Iya, Kang. Kami teman waktu Aliyah.”

Setelah menarik napas panjang untuk menenangkan diri, segera kutarik bibir membentuk senyuman terbaik dan tak lupa melakukan prosedur SOP layanan. Menanyakan keperluan dan memberikan yang mereka butuhkan. 

“Kami mau menyerahkan berkas pendaftaran nikah. Ini bukti pendaftaran online-nya.”
Euis mengawali pembicaraan dan menyerahkan seberkas persyaratan yang segera kuperiksa. 

Calon suami Euis bernama Arman. Lelaki berstatus duda mati dengan pekerjaan meyakinkan. Karyawan BUMN. Kuintip sebentar status Euis.

Belum kawin?

Aku berusaha menyembunyikan keterkejutanku sendiri dengan fakta Euis belum menikah. Duhai ke manakah perginya lelaki jomblo di dunia? Sampai menyia-nyiakan gadis manis dan baik hati sepertinya.

Pemeriksaan berkas selesai dalam hitungan menit. Hanya kurang materai untuk pernyataan belum menikah. Arman meninggalkan kami sejenak untuk mencari materai. Menyisakan suasana canggung antara kami berdua.

“Dulu Akang tidak pernah kirim kabar. Saat tahu malah kirim undangan.”

Satu kalimatnya mengingatkan dengan masa lalu. Saat aku dan Euis menjadi teman dekat yang saling mengandalkan satu sama lain. Hari-hariku dipenuhi dirinya seorang. Dialah cinta pertama yang membuatku pernah menggebu-gebu merencanakan masa depan. Aku harus menjadi seseorang yang layak mendampingi gadis itu. 

Kami terjebak dalam friendzone. Aku tak ingin merusak masa emas usia kami dengan memacarinya. Keinginanku hanya ingin melindunginya. Sampai suatu hari setelah lulus kuliah, saat reuni SMA tahun kelima, Euis datang dengan seorang lelaki. Hatiku hancur lebur. Harapan sirna seketika. Sejak saat itu, tak ada lagi agenda reuni dalam hidupku. 

“Dulu aku sibuk nyari kerja, Is. Dikira Euis sudah nikah duluan.”

Euis tersenyum getir, menatapku tajam sepersekian detik.

“Kenapa Akang tak pernanh bertanya? Aku selalu menunggu Akang, tapi ternyata yang ditunggu malah menikahi perempuan lain.”

Rasanya kerongkonganku mengering. Aku tak pernah mengira Euis menjadi seberani itu berkata padaku.

“Aku cukup lama tak bisa membuka hati untuk orang lain. Mengapa Akang setega itu? Memberikan harapan lalu menghancurkannya seketika?”

Aku hanya menunduk kehilangan kata-kata. 

“Tapi itu semua masa lalu. Langit berkehendak lain. Doakan aku juga akan mendapatkan kebahagiaan lewat pernikahan.”

Arman datang menghentikan pembicaraan kami. Segera kutempelkan materai dan meminta mereka membubuhkan tanda tangan. Setelah selesai, kuminta Kepala KUA untuk memberikan bimbingan perkawinan mandiri.

“Kenapa gak sama Pak Haris sekalian Bimwinnya?”, heran Pak Arif saat kusimpan berkas di mejanya.

“Lagi ada kerjaan lain, Pak,” jawabku singkat menghindari kecurigaan lainnya.

“Nikahnya dua pekan lagi, ya? Kebetulan saya ada diklat di Bandung. Nanti petugas nikahnya sama Pak Haris,” lanjutnya lagi sebelum meninggalkan ruangan. 

Nikahin mantan? Sepertinya aku harus pesan seblak ceker level lima untuk makan siang nanti.

Ada hati yang saling mencintai tapi tak bersanding di pelaminan. Kesalahpahaman dan keterlambatan mengungkapkan, hanya menjadi alasan. Bahwa dia bukanlah teman hidup yang Tuhan ciptakan.

Skenario Tuhan pastilah yang terbaik. Episode itu pernah berlalu, seperti cerita hidup lainnya yang juga pernah mampir kemudian berganti.

Kita hanya harus menerimanya dengan lapang, tanpa harus terjebak hidup dalam kenangan. Terjebak kenangan masa lalu adalah sumber penderitaan hidup nomor dua setelah terjebak dalam pusaran utang.

Kupejamkan mata sejenak membayangkan seraut wajah meneduhkan yang selalu kutemui setiap harinya. Euis adalah sepotong masa lalu, sedangkan Rita adalah masa kini dan masa depan dunia akhiratku.

“Ehm… Bapak. Kok saya dicuekin? Saya mau daftarin produk halal, Pak!”

Suara cempreng seorang ibu-ibu membuyarkan lamunan. Aku meringis sebelum kembali memasang wajah ramah nan ceria, seceria wajah ASN setiap tanggal satu yang berandai-andai tak punya utang dan cicilan.

“Apa yang mau dihalalkan, Ibu?” 

“Saya …!”, candanya diiringi senyuman dan kerlingan jenaka. 

***

Salam semangat untuk para pegawai KUA di mana pun berada.

3
0
Een Suryani ♥ Associate Writer

Een Suryani ♥ Associate Writer

Author

Een Suryani atau biasa dipanggil Teh Een, adalah ASN di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kuningan. Telah menulis dua buah novel dan tiga buah buku antologi. Menulis adalah cara berbagi inspirasi.

1 Comment

  1. Avatar

    Seru. Deg-degan bacanya.haha

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post