Dari kacamata rakyat, situasi negeri kita saat ini sedang sulit. Sulit berusaha, sulit untuk mendapatkan penghasilan, sulit untuk bergerak aktif, dan banyak lagi kesulitan lainnya. Keluar rumah pun harus berhati-hati karena bila lengah sedikit akan terpapar Covid-19.
Angka infected Covid-19 terus meningkat. Kasus positif Covid-19 per tanggal 12 Oktober 2020 telah bertambah 4.497 orang dalam sehari, atau secara total kasus di Indonesia mencapai 333.449 orang.
Dalam kurun waktu kurang lebih enam bulan, bangsa Indonesia telah kehilangan lebih dari sepuluh ribu anak bangsa karena Covid-19. Rata-rata angka kematian 1.700 orang per bulan merupakan kenyataan yang sangat mengerikan.
Dampak Pada Perekonomian
Para epidemiolog memperkirakan bahwa pandemi ini akan berlangsung selama kurang lebih dua tahun. Itu berarti baru pada tahun 2022 kita bebas pandemi dan bisa menghirup nafas lega. Bila hitungannya adalah 2022, itu berarti masih tersisa lima belas bulan lagi situasi pandemi yang berat ini kita lalui.
Dalam masa yang panjang tersebut, bukan saja kita sebagai warga, pemerintah pun merasa kelelahan dalam menghadapinya. Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia kembali terkontraksi pada kuartal III 2020 di kisaran -2,9 persen hingga -1 persen.
Oleh karena itu, banyak yang menyimpulkan Indonesia sudah masuk ke masa resesi. Kita tinggal menunggu pengumuman resmi dari Badan Pusat Statistik tentang hal itu. Kekhawatiran tentang resesi ekonomi Indonesia juga sudah disampaikan oleh ekonom yang juga Rektor Universitas Trilogi Jakarta, Prof. Mudrajad Kuncoro Ph.D, dalam sebuah diskusi Refleksi 75 Tahun Indonesia Merdeka dengan Tema Peluang Dibalik Krisis.
Kekhawatiran Prof. Mudrajad kembali disampaikan pada acara Sarasehan Virtual 100 Ekonom: Transformasi Ekonomi Indonesia Menuju Negara Maju dan Berdaya Saing oleh CNBC Indonesia, Selasa (15/9/2020). “Tiga triwulan terakhir kita di ujung resesi,” katanya. Sejak kuartal IV tahun 2019 (Q4 2019), perekonomian Indonesia tumbuh negatif. Menurutnya, resesi terjadi bila perekonomian berkontraksi selama dua kuartal secara berturut-turut.
Pandemi ini telah menempatkan Indonesia pada situasi krisis yang sangat menekan. Sinyal kritis tentang situasi dalam negeri juga disampaikan dengan sangat jelas oleh Ir. Sarwono Kusumaatmadja dalam Webinar Forum Sahabat pada tanggal 26 Juni 2020 dengan tema Dinamika Global Akibat Pandemi Covid-19.
Beliau menuturkan bahwa pandemi Covid-19 mempunyai daya paksa luar biasa terhadap umat manusia untuk mengubah perilaku dan gaya hidup dengan kerugian ekonomi dan jumlah korbanyang semakin banyak.
Tingkah Elit
Kekhawatiran rakyat tentang kelangsungan hidupnya berbanding terbalik dengan sikap elit yang masih merasa nyaman-nyaman saja dan masih bisa tersenyum bahagia. Sebagai orang yang berada di bagian tengah dari situasi ini, saya merasa perlu menyampaikan apa yang terjadi di bawah untuk didengar oleh yang di atas. Karena ratapan sedih rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mungkin tidak terdengar oleh para elit.
Indonesia adalah negara yang berdaulat dan disegani oleh negara lain karena kekayaan alamnya yang melimpah dan kondisi pulau-pulaunya bak surgawi. Indonesia memiliki cadangan sumber daya alam yang kaya untuk dinikmati oleh seluruh rakyatnya dari masa ke masa.
Bahkan dari sudut ketersediaan pangan, posisi Indonesia dalam Coral Reef Triangle merupakan aset strategis yang sulit ditandingi oleh negara manapun. Hanya saja hal ini belum tergali sepenuhnya. Bahasan lengkap mengenai Coral Reef Triangle ini dikaitkan dengan kelestarian ekologi Laut Kalimantan yang bagaikan sense of hope bagi Indonesia.
Ada sumber daya yang terlupakan nun jauh di bawah laut Kalimantan dalam rangkai peta Coral Reef Triangle yang bisa dimanfaatkan untuk menumbuhkan kemakmuran baru.
Namun kekayaan bangsa ini seakan tidak tersalur merata dan hanya dinikmati oleh sekelompok orang tertentu. Kekayaan bangsa ini hanya sedikit yang mampir ke tangan rakyat. Sulit sekali rakyat merasakan kesejahteraan di negerinya sendiri. Hal ini diperparah oleh adanya situasi pandemi. Rakyat semakin jauh dari impian tentang kesejahteraan hidup.
Ironisnya, dalam kondisi sulit seperti ini, media justru mengabarkan banyaknya orang yang rangkap jabatan di BUMN tanah air dengan gaji ratusan juta rupiah. Sungguh suatu hal itu sangat berlebihan dan mengusik nurani kita untuk mempertanyakan mengapa uang rakyat dihamburkan begitu saja di saat rakyat justru sangat memerlukan uang untuk kelangsungan hidupnya? Itu adalah kebijakan yang sangat yang mencederai hati rakyat Indonesia di tengah keprihatinan yang sedang dihadapi saat ini.
Permainan yang dilakukan oleh para elit tidak pernah ada habisnya. Berhentilah atas nama rakyat Indonesia dan tumpah darah tercinta ini. Harus ada komando yang menghentikannya.
Komando lahir dari pemimpin atau “orang kuat” di belakang pemimpin yang suaranya didengar oleh pemimpin. Harus ada komando “benar” yang dijalankan. Komando yang lahir dari rasa cinta negeri dan tanggung jawab terhadap tanah air. Bukannya komando yang salah arah.
Jika keinginan itu tidak ada lagi di dada para pemimpin kita, maka boleh jadi bukan Indonesia yang ada di hatinya. Namun, sebuah kerajaan baru yang kesemuanya dilandasi oleh kepentingan demi kepentingan dalam permainan demi permainan yang tak ada akhirnya. Rakyat hanya akan menjadi korban dari permainan tersebut.
Sumber daya alam bukan bahan bakar untuk memutar permainan. SDA adalah cadangan kehidupan bagi rakyat Indonesia. Sungguh sangat sedih melihat kondisi yang demikian rapuh dan tak ada jeda untuk bertumbuh kuat lagi. Kita memerlukan kolaborasi dan kesepakatan yang benar untuk masa depan bangsa. Menghentikan jeritan rakyat, bukan dengan memintanya berhenti berkeluh kesah, namun dengan mengajaknya berkolaborasi menuju tujuan kesejahteraan.
Rakyat jangan dibiarkan gelisah dalam impian kosong. Menghargai rakyat adalah satu-satunya cara dan jalan agar bangsa ini dapat keluar dari keterpurukan ekonomi di tengah krisis pandemik.
Epilog
Sangat bisa dipahami, sulit untuk mengurus negeri kepulauan sebesar Indonesia dengan 34 Provinsi dan 17.504 pulau. Kesulitan ini sebenarnya akan menjadi mudah bila putera-puteri terbaik bangsa diperkenankan untuk menjadi super leader di daerahnya masing-masing. Mereka harus didukung untuk menjadi leader yang baik dan diberi ruang untuk mengabdi pada bangsa dan negara.
Sayangnya hal ini sulit diraih karena oligarki telah menutup pintu bakti anak bangsa yang tidak memiliki kecukupan materi untuk mengabdi pada negerinya. Alhasil, para leader yang sesungguhnya tidak bisa muncul menjadi penjaga dan pembela bangsa yang sejati. Yang tampil adalah leader yang memiliki uang.
Hal inilah yang meruntuhkan simpati rakyat pada kekuasaan. Inilah yang menyebabkan banyak persoalan bangsa tidak dapat diuraikan satu demi satu. Permasalahan semakin menumpuk dan menjadi dilema yang tak berkesudahan.
Jiwa-jiwa pengabdi sebagai leader sejati harus diberi ruang untuk tumbuh kembang. Krisis kepemimpinan merupakan hal yang sedang kita alami saat ini. Leader khas Indonesia hampir tak terlihat di jajaran elit masa kini.
Sebentar lagi PILKADA datang. Sebuah momen yang ditunggu tetapi juga disayangkan karena dipaksakan dilakukan di tengah pandemi. Saatnya masyarakat memilih pemimpin yang sebenarnya. Pemimpin yang pikiran, hati dan jiwanya tidak dibebani oleh kepentingan dan ego sektor. Pemimpin yang bisa mewarnai setiap daerah dengan warna kesejahteraan dan tolong-menolong antara sesama. Jangan biarkan tingkah elit menimbulkan ketidaksepahaman.
Munculkanlah kesepahaman yang bisa mendukung keberhasilan bersama. Karenanya perlu kesepahaman para elit dalam sikap politik terkait bangsa dan masa depan negeri ini agar menjadi jelas kemana jalan keluar yang dituju oleh bangsa ini untuk keluar dari berbagai kesulitan di tengah pandemi, dan kesulitan bangkit dari ketertinggalan. No One Left Behind.
Penulis merupakan Alumni S3 Ilmu Lingkungan Universitas Brawijaya, seorang ASN Analis Pemberdayaan Masyarakat Ditjen PSKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Alumni Best Diplomats Leadership 2023.
0 Comments