
Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih membawa dampak signifikan pada lanskap perdagangan global. Kebijakan proteksionisme yang ia usung, terutama melalui tarif resiprokal, kembali membayangi stabilitas ekonomi banyak negara. Indonesia tidak terkecuali.
Ketika tarif impor AS terhadap produk Indonesia melonjak menjadi 32%
sebagai balasan atas tarif 64% terhadap barang-barang AS, pemerintah Indonesia merespons
dengan jalan negosiasi. Salah satu titik kompromi yang diajukan: pelonggaran kebijakan
Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Berbagai reaksi muncul atas pengenaan tarif resiprokal terebut. Ada negara yang melakukan pembalasan tarif seperti Cina, di mana selang dua hari sejak kebijakan resiprokal Trump diumumkan, Komite Tarif Dewan Negara Cina turut menerapkan tarif 34 % atas produk-produk asal AS.
Hal ini sebagai balasan dari penerapan bea masuk resiprokal Donald Trump. Namun, ada pula beberapa negara yang mencoba untuk melakukan negosiasi agar pemberlakukan tarif tersebut dapat diperlonggar.
Sikap Indonesia
Indonesia sendiri memilih untuk melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat dengan mengutus tim negosiator yang diketuai Menteri Airlangga Hartanto yang mana salah satu poin negosiasi adalah melalui tawaran pelonggaran kebijakan hambatan non tarif atau NonTariff Measures.
Adapun sektor yang diminta AS untuk dilonggarkan adalah kebijakan TKDN adalah sector Information and Communication Technology (ICT).
Tentu hal ini membuat kita teringat beberapa waktu lalu. Pemerintah Indonesia begitu getol untuk menerapkan TKDN terhadap produk Apple yakni Iphone 16. Saat itu, untuk mendapatkan sertifikasi TKDN maka realisasi investasi Apple harus mencapai minimal 40 persen. Kita begitu bernyali menantang dominasi Amerika.
Bagaikan macan ompong, kini sebagai tindaklanjut atas upaya negosiasi pengenaan tarif resiprokal tersebut, Presiden Prabowo Subianto meminta aturan terkait TKDN diubah supaya lebih fleksibel.
“Saya setuju TKDN fleksibel saja lah, mungkin diganti dengan insentif. Tolong ya semua para pembantu saya ya, realistis. Tolong dibikin yang realistis saja,” ujar Prabowo.
Pernyataan Presiden ini tentu mendapat reaksi dari kalangan Pengusaha Industri Otomotif yang telah lama berkomitmen untuk melakukan TKDN pada produk-produk mereka salah satunya produk LCGC (Low Cost Green Car).
Relaksasi TKDN dan Ambruknya Industri Dalam Negeri
Banyak perusahaan sudah berinvestasi dan berkomitmen ratusan triliyun untuk membangun industri dalam negeri. Relaksasi TKDN ini dikhawatirkan akan membuat industri otomatif dalam negeri ambruk. Bukan tidak mungkin, dalam jangka pendek hal ini bisa memicu penurunan produksi, dan inefisiensi tenaga kerja yang pada akhirnya akan berujung pada PHK.
Selain itu, relaksasi TKDN akan berdampak pada industri padat karya seperti tekstil, keramik dan peralatan listrik. Hal ini disebabkan karena produk-produk asing dari Cina dan negara-negara yang tidak bisa masuk AS akan beralih ke Indonesia.
Akibatnya, pasar Indonesia akan dipenuhi oleh produk-produk impor dari Cina. Sebenarnya, hal ini dapat diantisipasi dengan penerapan TKDN sehingga produk-produk dalam negeri dapat dilindungi.
Presiden Direktur PT Astra International Tbk (ASII) Djony Bunarto Tjondro menanggapi rencana pemerintah untuk melonggarkan aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) jadi lebih fleksibel.
“TKDN ini nyatanya menjadi driver atau pendorong daripada employement. Investor dipaksa harus investasi dan investasinya ini menimbulkan multiplier effect. UMKM kita terbangun, employement makin banyak, dan lainnya,” kata dia (Kompas).
“TKDN itu menjadi nukleus atau inti daripada industrialisasi, di mana investor kita paksa investasi di negara ini. Employment dapat, kalau dia mau export kita dapat devisa. Itu sebetulnya adalah wisdom yang ada dari sejak 40 tahun yang lalu, 40–50 tahun yang lalu,” kata dia (Kompas).
Namun demikian, PT Astra akan tetap mengikuti apapun keputusan yang akan diambil oleh pemerintah.
Sambutan yang Berbeda-beda
Sementara itu, kalangan pelaku industri di sektor teknologi dan manufaktur, menyambut baik ide tersebut. Mereka berpendapat bahwa fleksibilitas TKDN dapat menekan biaya produksi, membuat produk Indonesia lebih murah, dan mempercepat integrasi ke dalam rantai pasok global.
Di sisi lain, pihak-pihak yang menyuarakan kekhawatirannya atas fleksibilitas TKDN cenderung berasal dari pelaku UMKM. Menurut pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Pasaribu.
Banyak pelaku kecil dan menengah di sektor otomotif
membuat knalpot, rem, bodi logam, interior, dan lainnya sebagainya. Akan jadi masalah kalau ternyata pelaku UMKM ini tak mampu berkompetisi dari persaingan
mutu dan harga (Warta Ekonomi).
“Akibatnya pelaku kecil menengah itu akan menghadapi penurunan pesanan yang besar, dan efek berantainya tentu PHK karyawan,” jelasnya (Warta Ekonomi).
Jika kita melihat ke belakang, ikhwal sejarah kebijakan penerapan TKDN dimulai pada sekitar tahun 2014, di mana menurut data BPS pada 2013 Indonesia mengalami defisit perdagangan sebesar US$4,08 miliar.
Nilai ekspor sepanjang 2013 mencapai US$ 182,57 miliar sementara impor Indonesia sepanjang 2013 mencapai US$ 186,63 miliar. Defisit perdangan tahun 2013 lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang juga mengalami defisit US$ 1,67 miliar,
BRICS dan Upaya Penguatan Produk Dalam Negeri
Penerapan TKDN ini merupakan upaya meningkatkan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan investasi, pengurangan ketergantungan impor, serta peningkatan produktivitas dan daya saing produk lokal.
Dalam satu dekade penerapan TKDN memberikan dampak positif terhadap naraca perdagangan Indonesia. Perlahan namun pasti, defisit perdagangan mengecil bahkan pada tahun 2020-2024 mengalami surplus rata-rata sebesar US$ 37,09 milyar (sumber: https://satudata.kemendag.go.id/).
Di sisi lain, Cina mengecam dan mengancam negara-negara yang akan melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat. Bahkan, akan memberikan balasan kepada negara-negara yang melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat sehingga mengorbankan kepentingan negara Cina.
Cina adalah salah satu mitra strategis dan penting bagi Indonesia yang juga merupakan negara yang tergabung dalam kelompok BRICS. BRICS diprakarsai oleh negara Brazil, Rusia, India, Cina, dan Africa Selatan.
Seperti kita ketahui, Indonesia telah resmi menjadi anggota penuh Kelompok BRICS pada tanggal 6 Januari 2025. Keanggotaan BRICS ini menandai langkah strategis Indonesia untuk lebih berperan di kancah global.
Alasan bergabungnya Indonesia di antaranya agar dapat memperkuat posisi ekonomi global, mengurangi ketergantungan negara barat, strategi geopolitik yang memungkinkan negara berkembang memiliki suara yang kuat dalam pengambilan keputusan global, serta diharapkan dapat mengakses pendanaan dari New Development Bank (NDB) BRICS untuk membiayai pembangunan proyek infrastruktur.
Pada mulanya, BRIC (S) dicetuskan oleh ekonom Jim O’Neill, yang pada saat itu bekerja di Goldman Sachs Group Inc pada 2001, untuk menarik perhatian terhadap tingkat pertumbuhan yang kuat di Brasil, Rusia, India, dan China.
Hal tersebut bertujuan untuk memberikan pandangan optimis kepada para investor di tengah keraguan pasar setelah serangan teroris di Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001.
Tantangan BRICS
Namun, negara-negara BRICS memiliki perbedaan kepentingan dalam isu-isu politik dan keamanan termasuk hubungan dengan AS hingga serta sistem pemerintahan dan ideologi yang berbeda seperti hubungan antara Cina dan India yang memiliki sejarah panjang dalam konflik kepentingan, terutama terkait sengketa perbatasan di Pegunungan Himalaya.
Salah satu titik utama ketegangan adalah Lembah Galwan. Hal tersebut menjadi tantangan dan hambatan tersendiri dalam upaya merangkul kepentingan satu sama lain. Adapun prestasi nyata BRIC (S) adalah berhasil mengumpulkan dana sebesar US$100 miliar untuk kemudian mendirikan New Development Bank (NDB).
Merespons pernyataan tegas dari Beijing tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan menyatakan akan tetap melanjutkan kegiatan perdagangan seperti biasa dengan seluruh mitra dagangnya termasuk dengan Amerika Serikat.
“Terkait dengan informasi yang mengindikasikan bahwa akan ada tindakan dari pemerintah China. Bagaimana sikap pemerintah Indonesia? Kita tetap melakukan kegiatan perdagangan dengan mitra-mitra kita yang lain sebagaimana biasa kita lakukan,” kata Djatmiko dalam konferensi pers di Kemendag, Jakarta Pusat, Senin (21/4) (CNN).
Indonesia sebagai negara yang berdaulat berhak memilih siapa saja yang menjadi mitra strategisnya tanpa adanya tekanan dari blok manapun.
Antara Amerika dan China
Sebagai bahan pertimbangan, jika dilihat dari sisi neraca perdagangan antara Indonesia dengan Amerika Serikat dalam kurun waktu 2020-2024, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan dengan Amerika Serikat dengan rata-rata sebesar US$ 13.493,5 Juta.
Di sisi lain, neraca perdagangan antara Indonesia dengan Cina dalam kurun waktu 2020-2024 mengalami defisit di mana Indonesia mencatatkan tekor rata-rata sebesar US$ -4.086,9 Juta dengan Cina (sumber: https://satudata.kemendag.go.id/). Bisa dikatakan Indonesia lebih untung berdagang dengan Amerika Serikat ketimbang dengan Cina.
Kebijakan penerapan TKDN ini menurut saya sangat relevan
sebagai bentuk proteksionisme pemerintah terhadap industri dalam negeri. Hanya saja, perlu dibarengi dengan peningkatan upaya alih teknologi dan keterlibatan pengusaha lokal atas investasi asing yang masuk ke indonesia.
Dengan demikian, diharapkan para pengusaha lokal dapat secara mandiri menciptakan produk hasil olahan sendiri karena dibalik kemajuan negara ini, ada peran besar para pengusaha lokal yang tidak bisa kita abaikan.
Berkaca dari Cina yang juga menerapkan kebijakan proteksionisme terhadap produknya seperti penerapan tarif impor, subsidi dan dukungan pemerintah yang besar, pembatasan kuota dan hambatan non tarif. Bisa dikatakan Cina berhasil menjadi negara proteksionisme dan menjadi kekuatan ekonomi baru dalam beberapa dekade belakangan.
Dalam pandangan Soemitro Djojohadikoesoemo, untuk mengembangkan ekonomi, kita perlu mengikuti teori ekonomi William Arthur Lewis yang menyatakan bahwa pemerintah harus mendukung industrialisasi demi meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Soemitro dan Danantara
Demi industrialisasi, Soemitro menjadi pendukung investasi asing, asalkan investasi tersebut disertai partisipasi modal dalam negeri, peningkatan sumber daya manusia, dan penginvestasian kembali sebagian laba dalam ekonomi Indonesia.
Soemitro sendiri adalah sosok di balik ide pendirian Danantara yang sekaligus merupakan Ayah dari Presiden Prabowo. Selain Indonesia, teori William Arthur Lewis ini juga diterapkan di negara berkembang lain seperti Vietnam, Bangladesh bahkan Cina.
Menjaga kemitraan dagang dengan Amerika Serikat maupun Cina itu penting, namun jangan sampai mengorbankan pondasi ekonomi yang sedang kita bangun. Selain itu, kita berharap Indonesia lebih berperan aktif dalam keanggotaan BRICS sehingga mengurangi ketergantungan pada negara-negara barat.
Indonesia harus mempunyai nilai tawar dikancah global karena kedaulatan suatu bangsa tidak hanya diukur dari sisi teritori semata. Kondisi ekonomi, geopolitik dan budaya juga mempengaruhi kedaulatan suatu negara.
Akankah kita manjadi negara yang berdaulat secara teritori, ekonomi, geopolitik, dan budaya?
0 Comments