Negara dan Warga Negara: Kisah Komparatif Warga di 4 Negara dalam Memperjuangkan Haknya

by Martin Dennise Silaban ♥ Associate Writer | Jul 21, 2024 | Resensi/Ulasan Buku dan Film | 0 comments

Dokumentasi Pribadi

Beberapa minggu lalu, saya membaca buku yang menarik terkait dengan serangkaian tindakan yang dilakukan warga negara dalam memperjuangkan haknya.

Buku berjudul claim making in comparative perspective yang diterbitkan oleh Cambridge University Press ini ditulis oleh 3 orang dari institusi Pendidikan yang berbeda yaitu Janice K Gallagher, Gabrielle Kruks-Wisner, dan Whitney K Taylor.

Para penulis mengeksplorasi konsep pembuatan klaim yang dilakukan oleh warga negara di negara demokrasi dengan pendapatan yang rendah hingga menengah.

Para penulis bermaksud mengatasi kesenjangan referensi khususnya terkait perilaku politik warga negara yang cenderung hanya memberi perhatian pada keterlibatan warga  melalui momen-momen penting yang kelihatan seperti pemilu dan demonstrasi, dan tidak sepenuhnya menggambarkan upaya sehari-hari warga negara dalam memperjuangkan haknya.  

Dalam hal ini, apa yang disebut sebagai hak mengacu pada hak kewarganegaraan yang mengacu pada TH Marshal (1950) berkaitan dengan dimensi sipil, politik dan sosial. (h.4)

Situasi Pembuatan Klaim di 4 Negara

Gallagher dkk menggambarkan situasi pembuatan klaim yang dilakukan setiap hari oleh warga negara melalui serangkaian wawancara di 4 negara yaitu Kolombia, Afrika Selatan, India dan Meksiko.

3 pertanyaan yang coba dijawab yaitu:

  • apa itu pembuatan klaim dan siapa sebenarnya warga negara yang membuat klaim tersebut,
  • apa yang memungkinkan dan memicu terjadinya klaim, dan mengapa hal ini tampak lazim di negara-negara demokrasi berpendapatan rendah hingga menengah
  • bagaimana dampak pembuatan klaim pada warga negara.

Dalam buku ini, pembuatan klaim didefinisikan sebagai keterlibatan sehari-hari warga negara dalam memperjuangkan hak mereka atau upaya yang dipimpin oleh warga negara untuk  memperoleh komitmen negara pada realisasi hak-hak nya. (h.4, h.13).

Hal ini merupakan bentuk yang berbeda dari praktik kewarganegaraan lainnya seperti pemberian hak suara melalui pemilu, praktik klientelisme, pengadilan maupun mobilisasi gerakan sosial.

Mereka yang melakukan pembuatan klaim disebut sebagai penggugat yang merupakan seseorang atau sekelompok orang yang melakukan pendekatan kepada negara untuk mendapatkan layanan atau perlindungan yang mereka rasa merupakan hak mereka namun belum terealisasi.

Pengajuan klaim ini dilakukan ketika secara tertulis negara mengakui hak-hak warganya namun secara nyata tidak direalisasikan. (h.11)

Pengajuan klaim lebih sering dilakukan dan juga diperlukan oleh mereka yang berada dalam posisi yang kurang beruntung dan seringkali berkembang di kala negara tidak konsisten dalam melakukan distribusi sumber daya maupun pemenuhan hak.

Kondisi yang tidak merata ini juga ditandai dengan kesenjangan antara kenyataan dan realisasi yang terkait dengan hak-hak ekonomi, sosial, budaya. (h.60)

Pendekatan yang Berbeda di Kolombia, Afsel, India, dan Meksiko

Pada bagian 1, Penulis memberikan gambaran dari 4 negara untuk mendeskripsikan subyek yang membuat klaim dan praktik pendekatan yang dilakukan warga negara dalam mengajukan klaim pada negara.

  • Praktik pembuatan klaim di kolombia  berkaitan dengan pemenuhan hak atas kesehatan yang  melibatkan keterlibatan langsung dengan lembaga peradilan melalui  acción de tutela, di mana warga negara secara individu  aktif mengajukan klaim atas layanan Kesehatan ke pengadilan dibandingkan pada partai politik atau melalui pertukaran klientelis.  (h.15)

Proses ini dilakukan karena biaya yang relatif rendah dan proses pengajuan melalui pengadilan tutela yang relatif lebih mudah. Meskipun demikian, hasil dari pengadilan ini masih terbatas pada sektoral semata dan tidak terjadi pada semua sektor dan sangat tergantung tema apa yang diperjuangkan. 

Selain itu, proses tersebut juga dipilih  bukan karena memiliki keberhasilan yang tinggi namun karena tidak ada alternatif lain dan karena warga negara merasa harus melakukan melalui proses tersebut.  

  • Dalam pembuatan klaim di Afrika Selatan, warga negara melakukan penuntutan hukum melalui pengadilan dan juga bentuk lain seperti petisi yang ditujukan pada pemerintahan di lokal maupun regional.

Proses ini pun mencerminkan biaya yang lebih tinggi dan prosedur pengajuan tuntutan hukum yang lebih rumit yang memerlukan perwakilan pengacara dan proses litigasi yang membutuhkan waktu lama. Proses kesadaran lebih tertanam pada para elite hukum daripada tertanam secara sosial dan kesadaran hukum warga negara biasa. 

Dalam konteks Afrika Selatan, para pembuat klaim berasal dari kalangan kelas bawah dan tinggal di pemukiman yang informal (yang berkembang tanpa terkendali).  Partai politik tidak memiliki peran sentral dalam mendukung pembuatan klaim dibandingkan dengan NGO, klinik hukum, dan pengacara swasta yang bekerja pro bono.

Oleh karena itu, penggugat di Afrika Selatan cenderung bersifat kolektif melalui organisasi gerakan sosial, atau kelompok kecil yang didukung oleh NGO dibandingkan dengan proses yang dilakukan secara individu di Kolombia.

Selain itu, pengajuan klaim di Afrika Selatan juga lebih terbatas dibandingkan dengan di Kolombia. Pada konteks Afrika Selatan, tuntutan terkait perumahanlah yang mendominasi. Meski demikian, fokus interpretasi kemudian hanya pada larangan terhadap penggusuran dan bukan pada tanggung jawab negara pada penyediaan perumahan yang memadai.

  • Untuk proses di India, hanya sedikit warga negara yang mengajukan permohonan langsung ke pengadilan untuk mengajukan klaim. Masyarakat melakukan tindakan yang bersifat administratif seperti melalui lembaga lokal seperti dewan desa yang disebut sebagai panchayat.

Pengajuan klaim melibatkan keterlibatan dan hubungan langsung warga negara dan personel publik yang bertugas di berbagai instansi pemerintahan. Hubungan-hubungan informal inilah yang diupayakan oleh warga negara dalam menjamin realisasi haknya dibandingkan dengan upaya formal melalui pengadilan. 

  • Dalam proses yang terjadi di Meksiko, lembaga maupun sistem peradilan dianggap tidak memiliki kemampuan dalam menyelidiki maupun mengadili kasus yang terjadi.

Sebaliknya, memerangi impunitas di Meksiko berkisar pada hak-hak sipil dan politik, terutama dalam kasus-kasus penghilangan paksa, di mana keluarga korban terlibat dalam penyelidikan, dan mengajukan klaim ke berbagai institusi yang relevan untuk  menuntut tindakan dari negara atas peristiwa yang terjadi.

Dorongan dan Tarikan

Pada Bagian 2, buku ini membahas kondisi-kondisi yang membuat pengajuan klaim menjadi lazim dalam situasi yang ditandai dengan ketidaksetaraan dan kinerja negara yang tidak merata.

Gallagher dkk menggunakan istilah dorongan dan tarikan untuk memperlihatkan situasi ketika di satu sisi negara melakukan penghematan anggaran namun di sisi lain terjadi perluasan hak-hak masyarakat.

Dua gelombang kebijakan global yang diidentifikasi dalam buku ini yang  menciptakan kondisi yang kondusif bagi pembuatan klaim warga negara adalah:

  • Reformasi neoliberal yang melibatkan pemotongan belanja sosial dan pengurangan kapasitas negara dan Reformasi konstitusional dan hukum yang memperluas komitmen hak-hak formal serta memperluas cakupan apa yang dapat diklaim oleh warga negara, dan menciptakan ruang-ruang institusional baru bagi warga negara.

Di satu sisi, melalui neoliberalisme negara memotong biaya layananan sosial, sementara di sisi lain terjadi perluasan hak-hak masyarakat sehingga hal inilah yang mendorong warga negara melakukan pengajuan klaim. 

Pada konteks negara Kolombia, “dorongan” mengacu pada reformasi neoliberal yang menyebabkan pemotongan belanja sosial dan berkurangnya kapasitas negara. Hal ini mendorong warga negara untuk mengajukan tuntutan kepada negara untuk mencoba mendapatkan barang, jasa, dan perlindungan.

Pada saat yang sama, “tarikan” di Kolombia adalah perluasan komitmen hak-hak formal yang didorong oleh reformasi konstitusional dan hukum.

Hal ini memperluas cakupan apa yang dapat diklaim oleh warga negara dari negara dan memunculkan ruang-ruang institusional baru di mana warga negara dapat melibatkan negara dan mengajukan klaim.

Jadi, “dorongan” adalah penghematan negara yang menciptakan kebutuhan yang lebih besar, sementara “tarikan” adalah perluasan hak yang meningkatkan apa yang dapat diklaim dari negara dan menyediakan jalan untuk melakukannya melalui lembaga-lembaga baru.

Di Afrika Selatan faktor pendorong yaitu reformasi neoliberal tidak dipaksakan secara formal, namun dominasi global neoliberalisme membatasi pilihan dan pendanaan yang tersedia bagi pemerintah setempat yang ingin melakukan reorientasi mendasar terhadap komitmen hak-hak sosial/ekonomi. 

Terdapat kesenjangan antara janji Hak Azasi Manusia (HAM) dan kenyataan ekonomi yang menyebabkan tidak meratanya akses terhadap perumahan di Afrika Selatan yang mendorong warga negara mengajukan klaim. 

Di India, “pendorongnya” adalah reformasi ekonomi neoliberal pada tahun 1990-an, yang menciptakan kebutuhan akan layanan publik dan bantuan sosial, yang mendorong warga negara untuk mengajukan klaim kepada negara.

Komitmen, kesejahteraan, hak-hak dan jaminan

“Penarik” di India adalah berkembangnya komitmen hak-hak kesejahteraan, seperti Jaminan Pekerjaan Pedesaan Nasional, yang menetapkan hak hukum untuk bekerja bagi penduduk pedesaan.

Hal ini, ditambah dengan kurangnya pelembagaan yang kuat atas hak-hak tersebut, membuat warga negara terlibat dalam praktik-praktik pengajuan klaim, menuntut pemenuhan hak-hak mereka dari negara.

Pada konteks di Meksiko, ‘pendorongnya’ dilakukan dengan meningkatkan jaminan hak-hak formal dan mengubah konstitusinya untuk memasukkan standar hak asasi manusia internasional.

Namun kesenjangan antara jaminan formal dan implementasi/penegakan aktual melebar karena tidak ditegakkannya hak-hak seperti hak atas kebenaran dan keadilan bagi para korban penghilangan paksa. 

Kesenjangan
antara ekspektasi masyarakat dan implementasi kebijakan
yang aktual di lapangan memainkan peran penting
dalam membentuk hubungan warga-negara. Perluasan hak asasi dikombinasikan dengan pengalaman warga negara yang tidak merata dalam pemenuhan haknya
mendorong terjadinya klaim. Kesenjangan inilah yang menjadi
katalisator dalam proses pembuatan klaim yang mendorong warga negara
memobilisasi diri pada negara agar haknya dipenuhi.

Di dalam buku ini, para penulis juga menyampaikan 3 hal yang turut berkontribusi dalam mendorong dilakukannya pembuatan klaim. Pertama, keluhan komparatif yang dipicu melalui pengamatan terhadap hak yang dipenuhi di tempat lain atau terhadap orang lain.

Pengajuan klaim menjadi strategi yang layak dilakukan ketika mengamati orang lain berhasil terlibat dan mengajukan tuntutan pada negara. Dalam hal ini, calon penggugat yang merupakan warga negara akan mengamati tindakan negara, serta perilaku warga negara lainnya. 

Kedua, pengajuan klaim terjadi ketika warga negara merasakan bahwa tidak ada alternatif lain untuk mendapatkan hak mereka. Ketiga, pengajuan klaim adalah persoalan hidup dan mati dan bukan sekadar sebuah pilihan karena sifatnya yang genting, serius, dan kritis. 

Konsekuensi Pengajuan Klaim

Pada Bagian 3, para penulis mengeksplorasi konsekuensi dari pengajuan klaim, menyoroti dampaknya terhadap penyediaan barang, layanan, dan perlindungan publik.

Pengajuan klaim dapat menimbulkan konsekuensi material yang dramatis bagi penggugat individu, seperti akses ke pengobatan yang menyelamatkan jiwa seperti yang terjadi di Kolombia dan juga akses masyarakat akan jaminan sosial dan kesejahteraan yang ditampilkan di India.

Namun dalam peristiwa lainnya, pengajuan klaim hanya terpenuhi setengah (parsial) seperti pembatasan penggusuran di Afrika Selatan maupun peristiwa hilangnya anak di Meksiko maupun gagal karena tidak mendapat respons atau reaksi yang tidak responsif dari pejabat. (h.49). 

Dalam hal ini, penulis juga membagi menjadi 3 umpan balik atau respon yang diberikan oleh pemerintah terhadap klaim yang dilakukan oleh warga negara yaitu positif, negatif dan ambivalen. Selain itu tiga kemungkinan respons yang diberikan negara juga berkutat dari tidak responsif, responsif sebagian/parsial hingga sepenuhnya responsif.

Buku ini diakhiri dengan menyoroti pentingnya agenda penelitian yang lebih luas mengenai pembuatan klaim untuk memahami partisipasi politik dan politik distributif secara global.

Secara umum buku ini memberikan gambaran yang jarang disorot terkait dengan proses perjuangan yang dilakukan oleh warga negara dalam memperjuangkan hak nya.

Hal yang juga sebenarnya kita dapat lihat dalam serangkaian tindakan warga negara melalui serangkaian hubungan informal pada birokrat maupun pembuatan kebijakan di Indonesia, alih-alih melalui upaya formal dalam memperjuangkan hak-haknya.

0
0
Martin Dennise Silaban ♥ Associate Writer

Martin Dennise Silaban ♥ Associate Writer

Author

(Peneliti di SHEEP Indonesia Institute & Mahasiswa Pasca Sarjana UGM)

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post