“Kamus Besar Bahasa Indonesia” mengartikan merdeka sebagai “bebas”. Artinya, bebas dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya. Merdeka juga berarti berdiri sendiri. Merdeka itu juga artinya tidak terkekang atau lepas dari tuntutan. Lebih luas lagi, merdeka artinya tidak terikat, tidak bergantung kepada orang lain, ataupun kepada pihak tertentu.
Di sisi lain, Kamus Besar Bahasa Indonesia memaknai korupsi sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara, uang perusahaan, dan sebagainya. Penyelewengan ini untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Sekilas, kita melihat kedua kata itu — merdeka dan korupsi — tidak memiliki keterkaitan. Akan tetapi, jika kita simulasikan dalam dunia nyata, atau dalam praktik kehidupan, keterkaitan keduanya terasa sangat erat sekali. Misalnya, mengaitkan kata merdeka dalam arti bebas dari penjajahan bentuk baru (neo-colonialism), yang kemudian dikaitkan dengan kata korupsi yang bermakna penyelewengan atau penyalahgunaan.
Ketika korupsi terjadi, artinya, telah terjadi penyelewengan atau penyalahgunaan. Namun, bagaimanakah peristiwa terjadinya penyalahgunaan atau penyelewengan itu? Penyelewengan atau penyalahgunaan itu hanya bisa dilakukan oleh mereka yang mempunyai kewenangan atau berkuasa untuk melakukan sesuatu. Pemilik kewenangan atau kekuasaan itu ketika menyalahgunakan kewenangan pastinya akan menodai kewenangan ataupun kekuasaan pihak lain.
Penyalahgunaan inilah yang akhirnya berdampak kepada kekuasaan ataupun kedaulatan pihak lain. Ini artinya adalah suatu penjajahan bentuk baru. Secara hakiki, peristiwa penyalahgunaan itu adalah penjajahan bentuk baru terhadap kedaulatan pihak lain; baik atas kedaulatan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, ataupun budaya.
Selanjutnya, mari kita renungkan kondisi negara kita yang telah memasuki tahun “kemerdekaan” yang ke-71. Apakah kita sudah merdeka? Jawabnya, tentu pada diri kita masing-masing sebagai warga negara Indonesia. Lebih detailnya, pertanyaan berikutnya adalah:
1. Apakah sebagai pribadi kita telah merdeka?
Jika kita termasuk insan yang tidak menyalahgunakan kewenangan, tidak menyelewengkan amanah, dan tidak mengambil keuntungan dengan merugikan pihak lain, maka kita adalah insan yang mengakui kemerdekaan pihak lain. Begitu pun sebaliknya, jika orang lain bisa seperti kita, maka kita telah merdeka.
2. Apakah sebagai kelompok kita telah merdeka?
Jika kita tidak menyalahgunakan kewenangan kelompok kita, tidak menyelewengkan amanah komunitas, tidak mengambil keuntungan dengan merugikan kelompok atau komunitas lain, maka ada kemerdekaan di dalam komunitas kita.
3. Apakah sebagai negara, Indonesia telah merdeka?
Jika pemerintah selaku pengelola negara kita tidak menyalahgunakan kewenangan sebagai penerima amanah rakyat, tidak menyelewengkan amanah bernegara, tidak mengambil keuntungan dengan merugikan negara lain, maka sejatinya negara kita Indonesia telah benar-benar merdeka, dan begitu pun sebaliknya.
Simpulannya, “merdeka” itu adalah tidak ada korupsi lagi! Sepanjang masih ada yang korupsi, maka masih ada yang terjajah, masih ada pihak yang diambil haknya, dan masih ada pihak yang dirugikan.
Sejatinya, “merdeka” itu adalah milik bersama, bukan milik beberapa pihak saja.
MERDEKA!
Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dan Sekretaris Umum Ikatan Fungsional Pengadaan Indonesia (IFPI). Tulisannya lebih banyak diwarnai dengan gagasan birokrasi bersih, efisien, dan berdaya.
Semoga idealisme ini mnjadi kenyataan yg mewarnai praktek pengadaan yg bersih n berwibawa sjln tujuan goodgoverment
selamat, semoga menjadi sebuah karya tulis yang terbaik untuk mendukung pemerintahan yang bersih dan berwibawa
Memerdekakan birokrasi pengadaan barang jasa tidak bisa dimaknai membiarkan korupsi gentayangan di dalamnya. Memerdekakan dan membiarkan, sekilas sepadan padahal berbeda konteks dan ranahnya dalam hal ini. Sungguh di dalamnya telah nyata yang benar daripada yang keliru, yg halal daripada yang haram …!
Mari kita merdekakan eksistensi jft ppbj dari rongrongan sistem praktek koruptif.
Merdeka.. Merdeka…!!!