Pemerintah Indonesia telah mencanangkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) sebagai salah satu program penting setelah pembangunan infrastruktur menjadi prioritas utama pada periode pembangunan 2015-2019.
Hal ini telah tampak dari rancangan teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Pada rancangan teknokratik itu, pembangunan manusia adalah salah satu fokus pembangunan, selain pembangunan ekonomi, kewilayahan, infrastruktur, serta politik, hukum, pertahanan, dan keamanan.
Program pembangunan sumber daya manusia juga telah menjadi materi kampanye calon presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Kemudian, dalam pidatonya baru-baru ini, presiden wakil presiden terpilih periode 2020-2024 ini juga mengulangi keinginannya untuk memfokuskan pembangunan sumber daya manusia dalam periode kedua pemerintahannya.
Karena itu, menjadi penting untuk menyusun strategi pengawasan terkait program pembangunan sumber daya manusia. Namun, kebanyakan strategi pengawasan biasanya hanya meng-copy paste strategi pengawasan yang lalu.
Tulisan ini akan memberikan pencerahan bagaimana organisasi pengawasan dapat mengembangkan strateginya berbasis empat pengungkit pengendalian. Sebelum membahas hal ini, bagian berikut akan menguraikan konteks program pembangunan sumber daya manusia.
Konteks
Program pembangunan sumber daya manusia adalah salah satu program pembangunan yang berfokus pada pengembangan modal atau aset manusia (human capital or asset). Modal manusia ini sangat penting karena pemerintah pada periode pembangunan 2015-2019 telah membangun begitu banyak infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur ini sangat memerlukan modal manusia untuk memelihara dan mengembangkannya. Jika kita gagal mengembangkan modal manusia, maka terdapat risiko bahwa investasi kita atas infrastruktur tersebut menjadi kurang bernilai atau kurang memberikan manfaat ke masyarakat.
Kedua, modal manusia menjadi penting mengingat Indonesia akan menyongsong Era Industri 4.0 yang kemudian juga akan menuju ke Era Industri 5.0. Dalam Era Industri 4.0, banyak proses-proses yang akan dijalankan dengan teknologi artificial intelligence.
Bahkan, mungkin beberapa pelayanan pihak swasta maupun pemerintah akan dijalankan dengan dukungan teknologi robot (robotic technology). Namun, pada akhirnya berbagai teknologi tersebut akan memberikan manfaat besar ke sisi manusia jika manusia itu sendiri dikembangkan kapasitasnya secara terus-menerus.
Jika kita gagal mengembangkan sumber daya manusia di era munculnya berbagai teknologi tersebut, maka kita akan dikuasai oleh teknologi, dan bukan kita yang mengendalikannya.
Ketiga, dalam Era Industri 4.0, batas-batas negara juga menjadi kurang jelas. Setiap orang bisa bekerja di mana saja. Perbedaan waktu tidak akan menghambat kolaborasi para pihak di Era Industri 4.0.
Dengan teknologi internet, setiap orang bisa bekerja selama 24 jam. Karena itu, sumber daya manusia harus dikembangkan agar mereka dapat berkolaborasi tanpa mengenal batas wilayah dan negara. Selanjutnya, bagian berikut akan menguraikan program pembangunan sumber daya manusia menurut rancangan teknokratik RPJMN 2020-2024.
Program Pembangunan SDM
Menurut rancangan teknokratik RPJMN 2020-2024, program pembangunan sumber daya manusia adalah program yang akan dikembangkan di keseluruhan kementerian/lembaga/pemerintah daerah dan korporasi (cross-organisations).
Program ini terdiri dari aspek (1) layanan dasar dan perlindungan sosial, (2) produktivitas, dan (3) pembangunan karakter.
Gambar 1:
Kerangka Pembangunan Manusia (Sumber: Bappenas)
Sebagai contoh, ketika Joko Widodo dalam pidatonya menyatakan bahwa ia akan memastikan bahwa ibu hamil akan terjaga kesehatannya sehingga tidak melahirkan anak kerdil (stunting), kegiatan ini termasuk dalam aspek layanan dasar dan perlindungan sosial.
Contoh lain, pada aspek produktivitas, program akan mendidik tenaga-tenaga terampil yang akan memungkinkan sumber daya manusia Indonesia menguasai teknologi terbaru, termasuk teknologi informasi yang berkembang demikian pesat.
Hanya saja program pembangunan sumber daya manusia sampai dengan saat ini belum ditetapkan penanggung-jawab utamanya karena dokumen perencanaan nasional masih berproses.
Namun, kemungkinan besar program ini akan dipimpin langsung oleh Presiden, seperti halnya program pembangunan infrastruktur pada periode pembangunan 2015-2019. Karena itu, program ini akan sangat strategis ke depannya.
Agar berhasil, program pembangunan sumber daya manusia membutuhkan manajemen program (programme management). Di United Kingdom (UK), rerangka (framework) manajemen program telah dikembangkan.
Bahkan, telah terdapat sertifikasi terkait hal ini. Rerangka tersebut mencakup prinsip-prinsip (principles), tema governansi (governance themes), dan proses transformasi (transformation flow).
Gambar 2:
Rerangka Manajemen Program (Sumber: Axelos)
Sebagai contoh, suatu program di UK mesti memiliki prinsip bahwa hasilnya akan memberikan manfaat ke lebih banyak orang daripada hanya manfaat untuk orang per orang ataupun kelompok.
Pada tema governansi, sebagai contoh, suatu program mesti memiliki manajemen risiko. Pada proses transformasi, sebagai contoh, di sana diatur proses pengadaan sampai dengan serah terima dan tutup buku proyek (closing).
Di Indonesia, kita sudah banyak mengenal proses transformasi ini, yaitu dalam regulasi pengadaan, tetapi belum cukup kuat mengimplementasikannya di sisi prinsip-prinsip dan tema governansi.
Mengingat program pembangunan sumber daya manusia sangat strategis dan begitu kompleksnya manajemen programnya, strategi pengawasan yang berfokus pada program ini menjadi sangat penting.
Strategi Pengawasan
Tulisan ini menyarankan agar strategi pengawasan dikembangkan berbasis pada rerangka empat pengungkit pengendalian (levers of control) yang dikembangkan oleh Simons (1995). Rerangka ini memperluas peran sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) yang sudah dipromosikan di Indonesia.
Rerangka empat pengungkit pengendalian ini dikembangkan oleh Simons berdasarkan studinya selama 10 tahun atas 50 perusahaan di Amerika Serikat. Studi ini mendalami bagaimana para eksekutif puncak menggunakan sistem-sistem pengendalian untuk membangun strategi organisasi.
Intinya, rerangka ini menekankan pentingnya melihat sistem pengendalian secara inovatif jika organisasi ingin memformulasikan strategi yang dapat mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, organisasi akan berkinerja tinggi dan akuntabel (high-performance and accountable).
Gambar 3:
Strategi Komprehensif dalam Pengawasan Program Pembangunan Sumber Daya Manusia
Sebagaimana tampak pada Gambar tersebut, strategi pengawasan yang diusulkan adalah organisasi pengawasan menerapkan dan menggunakan empat sistem pengendalian untuk membangun strategi mereka, yaitu:
- Sistem pengendalian batasan (boundary control systems);
- Sistem pengendalian keyakinan (belief control systems);
- Sistem pengendalian diagnostik (diagnostic control systems); dan
- Sistem pengendalian interaktif (interactive control systems).
Pada sistem pengendalian batasan, organisasi pengawasan menggunakan sistem pengendalian yang dapat mengarahkan dan membatasi gerak anggota organisasi agar mereka tidak menyimpang dari regulasi atau prosedur-prosedur yang sudah dibangun.
Pengendalian ini bersifat negative control, yaitu akan memberikan warning jika anggota organisasi menyimpang atau terdapat risiko yang akan membahayakan program pembangunan sumber daya manusia (avoiding or minimising risks).
Bentuk nyatanya adalah organisasi pengawasan mendorong diterapkannya fraud risk management dan internal control assessment di program pembangunan sumber daya manusia.
Selain itu, organisasi pengawasan mesti bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Tujuannya, jika terjadi pelanggaran rules, maka mereka dapat mendeteksinya sejak dini. Selain itu, organisasi pengawasan juga perlu mendorong pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan program pembangunan sumber daya manusia membangun berbagai prosedur internal. Dengan demikian, setiap anggota organisasi pengelola program pembangunan sumber daya manusia akan memahami batasan-batasan yang tidak boleh mereka lakukan.
Pada sistem pengendalian keyakinan, organisasi pengawasan mesti mengoptimalkan core values organisasi. Sebagai contoh, kita di Indonesia mempunyai founders yang mempunyai nilai-nilai kejuangan (altruism).
Nilai-nilai itu akan menghindarkan para-pihak yang terkait dengan pengelolaan program pembangunan sumber daya manusia dari mengutamakan kepentingan kelompok atau dirinya (self-interests).
Bentuk nyata yang dapat dilakukan organisasi pengawasan adalah dengan mendorong diterapkannya ‘masyarakat pembelajar anti korupsi’ di pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan program. Masyarakat pembelajar ini akan menumbuhkan clan control, yaitu pengendalian akan muncul dari komunitas itu sendiri, seperti komunitas profesional.
Pada sistem pengendalian diagnostik, organisasi pengawasan menggunakan sistem-sistem pengendalian yang dapat membangun dan mengukur pencapaian indikator dan target program pembangunan sumber daya manusia.
Di sini, organisasi pengawasan perlu mendorong pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan program pembangunan sumber daya manusia merumuskan indikator dan target kinerja mereka yang kritikal (critical performance indicators or variables).
Secara praktik, organisasi pengawasan mesti mendorong diterapkannya pengukuran dan penilaian akuntabilitas pengelolaan program pembangunan nasional (AP3N) di pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan program.
Indeks tersebut mesti dicatat dalam suatu sistem dashboard yang dapat dimonitor oleh pimpinan puncak. Dengan demikian, mereka dapat melakukan evaluasi internal atas pencapaian target kinerja mereka terkait program.
Pada sistem pengendalian interaktif, organisasi pengawasan menggunakan sistem-sistem pengendalian secara interaktif dengan pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan program pembangunan sumber daya manusia.
Penggunaan sistem pengendalian secara interaktif ini akan membangun komunikasi para pihak. Mereka akan lebih terbuka dan jujur dalam melihat keberhasilan atau kegagalan program dan kemudian merumuskan strategi baru (emergent strategies).
Pendekatan ini juga penting agar mereka bisa menyikapi perubahan lingkungan politik yang serba tidak pasti (uncertainty political environment). Secara praktik, organisasi pengawasan perlu mengajak para pihak yang terkait dengan pengelolaan program berdiskusi secara informal, misalnya di library cafe, coffee morning pimpinan, atau media lain. Pendekatan kultural ini akan bermanfaat mengingat masyarakat Indonesia pada umumnya tidak terbuka dalam forum-forum formal.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, agar bisa mendorong penerapan dan penggunaan keempat sistem pengendalian secara inovatif tersebut, organisasi pengawasan perlu membangun sumber daya manusia dan kultur organisasi pengawasan. Hal ini dilakukan dengan melakukan perbaikan atas kurikulum diklat perjenjangan auditor dengan memasukkan materi pengawasan program pada setiap level penjenjangan.
Pada aspek kultur, organisasi pengawasan mesti mengomunikasikan strategi yang telah dirumuskan ke seluruh pegawai mereka, termasuk visi organisasi pengawasan ke depan. Selain dengan diklat, empat strategi yang telah dirumuskan tersebut mesti terus dikomunikasikan. Artinya, perubahan kultur di organisasi pengawasan juga mesti diritualisasi agar kultur yang diharapkan dapat terbentuk.
Epilog
Saya berharap bahwa organisasi pengawasan dapat mengembangkan strategi pengawasannya dari tulisan ini. Dengan demikian, kinerja pengawasan akan semakin meningkat di masa datang dan peran organisasi pengawasan akan semakin terlihat dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia dalam menuju Era 4.0, termasuk ketika Indonesia memasuki periode RPJMN 2020-2024.***
*) Tulisan ini adalah versi ringkas makalah yang disampaikan pada Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan BPKP tanggal 23 April 2019 setelah dimodifikasi.
Rudy adalah alumni Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat I Angkatan LVI Tahun 2023, seorang pejabat eselon 2 di sebuah instansi pengawasan, dan Editorial Board Chairman Pergerakan Birokrat Menulis.
Ia juga adalah Ketua Dewan Pengawas Ikatan Audit Sistem Informasi Indonesia (IASII), dan Ketua Departemen Law, Regulation, & Policy Asosiasi Pemimpin Digital Indonesia (APDI).
Ia adalah Doctor of Philosophy (PhD) dari Auckland University of Technology (AUT), Selandia Baru, dengan tesis PhD “Integrating Organisational and Individual Level Performance Management Systems (PMSs) within the Indonesian Public Sector”.
Sebelumnya, ia memperoleh gelar Akuntan dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Magister Manajemen Sistem Informasi (MMSI) dari Universitas Bina Nusantara, dan Master of Commerce in Information System (MComm in IS) dari Curtin University of Technology (Australia).
Ia juga penerima beasiswa the New Zealand ASEAN Scholarship Award 2014 dari New Zealand Ministry of Foreign Affairs and Trade (MFAT), anggota Beta Gamma Sigma (sebuah kelompok elit dunia di Amerika Serikat yang keanggotaannya berbasis undangan), serta reviewer jurnal internasional Qualitative Research in Accounting and Management.
Rudy terbuka untuk berdiskusi melalui twitternya @HarahapInsight. Tulisan penulis dalam laman ini adalah pandangan pribadi dan tidak mewakili pandangan lembaga tempat bekerja atau lembaga lain.
Pengawasan perlu SDM yg berintegritas tinggi dan dibangun sejak awal / dilahirkan jadi pengawas , ditingkatkan kompentensinya terus menerus dg kepercayaan dlm penugasan serta perlu juga diawasi pada strata management oversight sbg pengawas tdk boleh semena mena dlm melaksanakan tugas nya.
Sepakat
Di segala sektor, fungsi pengawasan sangat lemah. Pemilihan SDM yg menjalankan fungsi pengawasan perlu diseriusi.
Ada fenomena, fungsi pengawasan itu diduduki oleh SDM yg tdk nyaman di TUSI sebelumnya, hanya sedikit SDM yg alih fungsi ke kepengawasan karena prestasi.
Perubahan dimulai dari kaum minoritas. Tidak perlu menunggu menjadi mayoritas dulu baru melakukan perubahan.
Lihat “Muhammad: The True Story of a Prophet and Reformer””
https://www.goodreads.com/book/show/17398543-muhammad