Mengurai Benang Kusut Kesenjangan ASN: Antara “Kementerian Sultan” dan “Kementerian Jelata”

by | Jun 22, 2025 | Birokrasi Efektif-Efisien | 0 comments

Di era transparansi informasi dewasa ini, isu kesenjangan di berbagai sektor semakin mudah  menjadi perbincangan publik, bahkan perdebatan.  

Salah satu isu yang mencuat di kalangan warganet, khususnya di platform media sosial X, adalah  perbedaan yang mencolok dalam hal take-home pay atau tunjangan kinerja (tukin) antar instansi  pemerintah.  

Istilah “kementerian sultan” dan “kementerian jelata” pun muncul untuk menggambarkan fenomena  ini.  

“Kementerian sultan” merujuk pada instansi yang memberikan tukin relatif tinggi, sementara  “kementerian jelata” memiliki besaran tukin yang kurang signifikan. Persepsi “tinggi” dan “rendah”  memang relatif, namun disparitas yang ada telah menimbulkan pertanyaan terkait keadilan serta dampaknya terhadap kinerja aparatur sipil negara (ASN) di Tanah Air.  

Akar Masalah: Sistem Tunjangan Kinerja yang Tidak Seragam

Tukin merupakan salah satu komponen dalam penghasilan ASN, selain gaji pokok, tunjangan  jabatan, dan tunjangan lainnya. Tukin pertama kali diberikan di instansi pemerintah pada tahun 2007  kepada pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan. Pemberian tukin bertujuan  meningkatkan kinerja dan kesejahteraan pegawai, serta mendorong reformasi birokrasi. 

Namun, perbedaan besaran tukin antar instansi hingga kini masih sangat signifikan dan  menciptakan kesenjangan antar instansi.  

Sebagai contoh, seorang pejabat eselon IV di DJP dapat menerima tukin antara Rp22,93 juta hingga  Rp28,76 juta per bulan. Sementara, posisi yang setara di Kementerian Luar Negeri berhak atas tukin  hanya sekitar Rp5.000.000–Rp15.000.000 per bulan.  

Ketimpangan yang Menciptakan Rasa Tidak Adil

Perbedaan ini telah menimbulkan ketidakadilan dan memunculkan istilah “kementerian sultan”  yang kerap diasosiasikan dengan instansi seperti DJP, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, atau Badan  Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI).  

Kesenjangan ini semakin terasa ketika pemerintah baru-baru ini menerapkan kebijakan efisiensi  anggaran. Pemangkasan anggaran perjalanan dinas, misalnya, berdampak signifikan bagi ASN di  “kementerian jelata” yang mengandalkan pendapatan tambahan dari perjalanan dinas. Sementara  itu, ASN di “kementerian sultan” dengan tukin yang sudah tinggi relatif tidak terlalu terpengaruh. 

Dampak Nyata terhadap Motivasi dan Layanan Publik

Kesenjangan tukin memang bukan sekadar masalah nominal, tetapi berpotensi menimbulkan  dampak yang lebih luas, termasuk rasa ketidakadilan dan kurangnya motivasi, bahkan terganggunya  layanan publik.  

ASN di instansi “jelata” merasa kurang dihargai, padahal mereka memiliki peran dan tanggung jawab  yang sama pentingnya dengan ASN di instansi “sultan”. Hal ini dapat menurunkan motivasi kerja dan  mempengaruhi kinerja secara keseluruhan, dan bahkan tidak mustahil berpotensi mendorong  terciptanya praktik-praktik korup. 

Kesenjangan ini juga berpotensi mengganggu kinerja pemerintahan. ASN merupakan ujung tombak  dalam menjalankan program-program pemerintah. Jika merasa tidak diperlakukan adil, kinerja para  ASN dapat terganggu dan dapat berdampak terhadap masyarakat luas.  

Perlunya Pendkeatan Kolaboratif antar Kementerian

Kesenjangan tukin juga sebetulnya terkait dengan ego sektoral yang masih terjadi antar kementerian  di mana satu atau kementerian masih merasa lebih penting dari kementerian lain dan perlu  diprioritaskan.

Dalam hal ini, pendekatan Whole of Government (WoG) perlu diterapkan untuk  menjamin agar ego sektoral itu segera dibenahi karena dengan pendekatan ini, penyelenggaraan  pemerintahan menggabungkan kolaborasi dari seluruh sektor pemerintahan. 

Yang juga tidak kalah pentingnya adalah kualitas pelayanan publik. ASN yang bersinggungan  langsung dengan masyarakat, seperti dokter, guru, dan petugas pelayanan publik lainnya, rentan  mengalami stres akibat beban kerja dan kesejahteraan yang kurang memadai. Hal ini dapat  berdampak pada kualitas pelayanan yang mereka berikan.

Kompensasi yang layak bagi ASN bukan hanya bermanfaat bagi individu yang bersangkutan, tetapi  juga merupakan investasi penting bagi negara.

ASN yang sejahtera akan lebih fokus dalam  memberikan pelayanan publik yang berkualitas dan berkontribusi secara optimal dalam  pembangunan. Oleh karena itu, reformasi sistem tukin menjadi sebuah urgensi. 

Menuju Reformasi Sistem Tukin yang Adil dan Transparan

Untuk mengatasi masalah kesenjangan tukin, diperlukan langkah-langkah komprehensif seperti evaluasi dan standardisasi sistem tukin.  

Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem tukin di seluruh instansi.  Standardisasi indikator kinerja dan beban kerja dapat menjadi dasar untuk menentukan besaran  tukin yang lebih adil. 

Transparansi dan akuntabilitas sistem tukin juga diperlukan. Proses pengajuan dan penetapan tukin  harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan melibatkan pihak-pihak terkait seperti  Kementerian Keuangan, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan perwakilan ASN. 

Yang tak kalah pentingnya, kebijakan terkait tukin perlu diharmoniskan antar instansi, dengan  mempertimbangkan faktor-faktor seperti kemampuan keuangan negara, prioritas pembangunan,  dan kebutuhan masing-masing sektor.

Pemerintah juga perlu mengalokasikan anggaran yang  memadai untuk meningkatkan kesejahteraan ASN, termasuk tukin. Hal ini dapat dilakukan melalui  optimalisasi pendapatan negara dan efisiensi belanja.  

Selain itu, dialog dan partisipasi dalam implementasi pembayaran tukin juga penting dilakukan. Pemerintah perlu membuka dialog dengan ASN untuk mendapatkan masukan dan aspirasi terkait  sistem tukin karena partisipasi aktif dari ASN akan memastikan bahwa reformasi yang dilakukan  sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka. 

Tentu, perlu juga ditingkatkan langkah-langkah yang terstruktur dan terukur untuk menjamin agar  tukin yang diberikan kepada ASN betul-betul menjamin disiplin dan kinerja ASN sehingga mereka  dapat memberikan layanan publik terbaik kepada masyarakat. 

ASN juga perlu dilihat bukan sebagai beban atau liabilitas, tetapi investasi penting yang dapat  menjamin keberlangsungan negara untuk hari ini dan di masa depan.  

Jika mengutip pernyataan mantan Wakil Menteri PANRB Eko Prasojo, salah satu perubahan  mendasar dalam manajemen SDM aparatur masa kini adalah perubahan dari pendekatan personnel administration yang hanya berupa pencatatan administratif kepegawaianmenjadi human resource  management, yang berarti bahwa dengan pendekatan ini ASN dipandang sebagai aset negara yang  harus dikelola, dihargai, dan dikembangkan dengan baik, dan bukan beban negara.  

Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto tahun lalu yang menginginkan  ASN untuk mampu memegang peran sebagai agen transformasi di tengah arah perubahan global  yang cepat dan disruptif. 

Indonesia tengah bersiap menyambut Indonesia Emas 2045. Untuk mewujudkan hal tersebut, salah  satu aspek yang perlu dipersiapkan adalah birokrasi yang andal dan profesional, yang mana dalam  hal ini ASN menjadi bagian penting dari birokrasi yang andal dan profesional itu.  

Oleh karena itu, pemberian tukin yang layak dan adil juga dapat dipandang sebagai upaya dalam  mempersiapkan Indonesia Emas 2045. Indonesia juga perlu mencontoh dari Jepang yang dikenal  memberikan gaji ASN tertinggi se-Asia dan memang terbukti berhasil karena Jepang telah muncul  menjadi salah satu negara maju di Asia, dan bahkan di dunia 

Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan kesenjangan tukin dapat diperkecil dan keadilan  bagi seluruh ASN dapat terwujud.  

ASN yang termotivasi dan sejahtera akan menjadi motor penggerak pembangunan yang efektif, dan  memberikan pelayanan publik yang berkualitas bagi masyarakat.

0
0
Muhammad Ersan Pamungkas ♥ Associate Writer

Muhammad Ersan Pamungkas ♥ Associate Writer

Author

Penulis merupakan Penerjemah Ahli Madya di Kementerian Sekretariat Negara. Ia dapat dihubungi melalui profil LinkedIn: https://www.linkedin.com/in/ersanpamungkas/

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post