Kita mengenal kebijakan publik dari realitas tentang apa yang dibuat oleh negara kepada publik. Kebijakan publik dibuat pada hakikatnya untuk menyelesaikan masalah publik. Juga perihal siapa yang terlibat dalam pembuatan kebijakan publik, dari tahap identifikasi masalah, formulasi kebijakan, implementasi hingga evaluasi.
Apakah para politisi yang duduk di parlemen legislatif atau eksekutif dan juga yudikatif secara sendiri-sendiri atau bersama-sama membuat kebijakan? Policy making tidak seluruhnya dilakukan oleh pejabat negara. Ada orang-orang di luar legislatif atau eksekutif yang juga terlibat dalam proses kebijakan.
Jika proses kebijakan (dalam hal ini undang-undang) dilaksanakan oleh presiden bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, tapi di luar Undang-undang terdapat kebijakan yang murni dilakukan oleh eksekutif, misalnya Peraturan Presiden.
Di tingkat pemerintah daerah kebijakan publik berupa Peraturan Gubernur. Bahkan desa juga merupakan lembaga otonom yang dipilih secara demokratis yang dapat memiliki kebijakan tersendiri, misal Peraturan Kepala Desa.
Kebijakan Publik oleh Institusi Nonnegara
Kebijakan publik bisa juga dibuat oleh institusi nonnegara. Ada banyak teori kebijakan yang dilakukan oleh dunia usaha yang beroperasi based on profit oriented. Sektor bisnis mendefinisikan sendiri bahwa mereka memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan sosial, salah satunya melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
Di luar sektor dunia usaha, muncul civil society, yaitu individu yang dilabelkan sebagai warga negara yang memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara, sehingga banyak muncul aksi oleh masyarakat terutama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terkait regulasi atau implementasi dari kebijakan pemerintah.
Terlebih saat ini banyak kajian tentang civil society, terutama terkait bagaimana mereka mengembangkan aksi untuk publik.
Kebijakan Publik dan Contohnya
Sahya Anggara dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Publik (2014), mengatakan bahwa kebijakan pada umumnya digunakan untuk memilih dan menunjukkan pilihan terpenting untuk mempererat kehidupan, baik dalam kehidupan organisasi pemerintahan maupun privat.
Kebijakan harus terbebas dari konotasi atau nuansa politis, yang sering diyakini mengandung makna keberpihakan akibat adanya kepentingan. Kebijakan juga diartikan sebagai ketetapan yang berlaku dan dicirikan oleh perilaku yang konsisten serta berulang, baik dari pembuat kebijakan maupun yang menaatinya (yang terdampak oleh kebijakan).
Sementara itu, kebijakan publik merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah.
Terdapat beberapa jenis kebijakan yang secara umum ditemukan dalam berbagai literatur, yaitu: Pertama, Kebijakan Regulatif (mengatur). Undang-undang adalah regulasi negara pada tataran makro yang memiliki legitimasi untuk diikuti, hanya pemerintah yang bisa membuat Undang-undang.
Misalnya, UU Perpajakan yang mengikat masyarakat dalam menaati pajak. Berbeda dengan Peraturan Daerah (Perda), Perda tidak sekuat Undang-undang, karena tidak bisa membuat sanksi pidana, tidak bisa menggunakan lembaga keamanan negara (polisi/kehakiman) dalam memberikan hukuman terkait pelanggaran terhadap Perda.
Kedua, Kebijakan Alokatif, yaitu kebijakan yang sifatnya mengalokasikan sumber daya, misal uang, sarana dan prasarana.
Ketiga, Kebijakan Distributif yang bersifat mendistribusikan, misalnya Kementerian Perdagangan memiliki fungsi membuat kebijakan terkait perdagangan, mengatur distribusi barang, hingga peraturan BBM satu harga.
Keempat, Kebijakan Redistributif, Kebijakan yang dipakai untuk mengatasi ketimpangan sosial ekonomi masyarakat, seperti Kebijakan Pajak Progresif, Program Reformasi Agraria, dan sebagainya.
Kelima, Kebijakan Manajerial yang berupaya memfasilitasi pengembangan institusi, misalnya kebijakan Lembaga Administrasi Negara membuat kebijakan pengembangan penyelenggaraan Pelatihan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK) dengan tujuan untuk menata kualitas SDM Analis Kebijakan.
Lebih lanjut, penyelenggaraan kebijakan yang dilakukan secara bertahap (linier) harus berurutan, artinya akhir dari suatu proses merupakan awal dari proses berikutnya. Hasil dari evaluasi bisa menjadi awal dari kebijakan berikutnya.
Variasi Kebijakan dari Sisi Waktu
Kebijakan juga memiliki berbagai variasi dari segi jangka waktu, tergantung dari sifat masalah yang perlu direspons, misalnya masalah pandemi covid-19 memerlukan kebijakan yang perlu segera dibuat, dan bersifat taktis jangka pendek.
Pemerintah saat ini sudah banyak menerbitkan kebijakan terkait pandemi covid-19 yang dimulai tahun 2020. Ada yang bersifat regulatif (misal aturan menjaga jarak atau penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat/PPKM) dan ada juga yang sifatnya alokatif (misal pelaksanaan vaksinasi dengan tujuan kesehatan masyarakat bisa terjaga).
Kebijakan yang Lahir dari Bawah
Kebijakan publik dimulai dari sesuatu yang makro (undang-undang) kemudian diimplementasikan ke kebijakan/peraturan di bawahnya. Namun, di dalam praktiknya kebijakan bisa juga lahir dari level bawah atau kebijakan publik yang bermula dari level yang sempit, misal di level universitas.
Contohnya, pada kasus pemerkosaan terhadap mahasiswi UGM oleh rekan sesama mahasiswa pada tahun 2017 lalu. Menanggapi kejadian tersebut Rektor UGM mengeluarkan Keputusan Rektor tentang penanganan kekerasan seksual di kampus.
Beranjak dari Keputusan Rektor tersebut kemudian menghasilkan kebijakan yang bersifat luas, yaitu lahirnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Perspektif, Pro dan Kontra
Lahirnya sebuah peraturan atau kebijakan tentunya tidak terlepas dari pro dan kontra. Dalam melihat sebuah persoalan dan memahami lingkungan, manusia idealnya bisa mengetahui hal-hal di luar diri pribadi. Bagaimana realitas itu terbangun tergantung pada perspektif kita. Kebijakan publik pun sarat dengan perspektif berbeda.
Seperti pada kebijakan tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, pihak yang kontra menggunakan alasan mengatur orang agar melakukan seks bebas sebagai pembenaran mereka. Sementara itu, pihak yang pro menganggap kebijakan tersebut perlu karena melihat angka kekerasan seksual di masyarakat meningkat.
Idealnya, manusia dalam memahami lingkungan bisa mengetahui hal di luar dari diri pribadi. Bagaimana realitas itu terbangun tergantung pada perspektif masing-masing. Kebijakan publik pun sarat dengan perspektif berbeda.
Peran Analis Kebijakan
Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 45 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan dan Angka Kreditnya, Analis Kebijakan adalah:
Pegawai Negeri Sipil yang diberikan tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan kajian dan analisis kebijakan dalam lingkungan instansi Pusat dan Daerah dengan menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme, akuntabilitas, integritas, efisiensi dan efektifitas untuk mencapai tujuan tertentu dan/atau menyelesaikan masalah-masalah publik.
Peran Analis Kebijakan dalam kebijakan publik dimulai dari tahap agenda setting, yaitu melakukan analisis dan advokasi dengan mengidentifikasi masalah publik, menganalisis faktor-faktor yang menjadi penyebab dan dampak dari permasalahan, menciptakan public awareness atas permasalahan publik serta membawa permasalahan publik menjadi agenda kebijakan pemerintah.
Selanjutnya pada tahap formulasi kebijakan, seorang Analis Kebijakan berperan dalam membuat alternatif kebijakan, menyusun rekomendasi kebijakan, dan membantu desain implementasi kebijakan.
Sementara pada tahap implementasi kebijakan, Analis Kebijakan melakukan penilaian terhadap kebijakan dengan menganalisis implementasinya. Sedangkan pada tahap evaluasi kebijakan, Analis Kebijakan berperan melakukan analisis dampak kebijakan (policy outcome) atau efektifitas kebijakan yang telah diimplementasikan.
Melihat dari berbagai contoh kebijakan yang penulis sebutkan sebelumnya, peran dari Analis Kebijakan merupakan suatu hal yang ditunggu. Kemampuan Analis Kebijakan dalam menyodorkan rekomendasi kebijakan itu penting.
Dengan cara rasional, organisasional mengikuti prosedur SOP, menggali data dan informasi dari sumber terpercaya, melakukan pendekatan politis, hingga pendekatan ekonomi, tergantung isu yang dianalisis. Analis Kebijakan diharapkan mampu menawarkan solusi untuk membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah publik.
Karena pada dasarnya, kebijakan merupakan pembuatan pilihan dari berbagai alternatif yang tersedia. Kebijakan publik tidak hanya problem solving tapi juga problem generating (memunculkan masalah).
Epilog: Peran Kebijakan Publik dan Perubahan Sosial
Kebijakan bukan satu-satunya faktor yang memberi arah terhadap perubahan sosial. Perubahan sosial bisa berlangsung dengan ada atau tanpa kebijakan publik. Aktivitas otonom dari masyarakat juga dapat menciptakan perubahan sosial tanpa adanya kebijakan publik.
Oleh karena itu, peran dari Analis Kebijakan disini sangat penting, Analis Kebijakan dituntut mampu dan peka melihat serta menafsirkan fenomena dalam tataran masyarakat dan pengambil keputusan, sehingga rekomendasi kebijakan yang ditawarkan dapat menjawab permasalahan yang ada.
Peran Analis Kebijakan juga harus mampu membedah kebijakan publik dengan dekonstruksi yang keliru dan melakukan rekonstruksi ke arah yang lebih baik.
Penulis adalah Analis Kebijakan pada Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Hukum Administrasi Negara (Puslatbang KHAN) Lembaga Administrasi Negara.
0 Comments