Menangkal Praktik Nakal Akuntan Publik di BUMN

by | Jun 2, 2021 | Birokrasi Akuntabel-Transparan | 6 comments

white ceramic mug on table

Kasus rekayasa akuntansi di PT Garuda, PT Jiwasraya, dan PT Asabri menjadi bukti nyata bahwa kongkalikong antara akuntan publik dan manajemen bukan isapan jempol belaka. Ketiga perusahaan plat merah ini sejatinya merugi, tetapi dengan rekayasa akuntansi (window dressing), kondisi keuangannya disulap menjadi lebih baik.

Laporan Keuangan Tahun 2018 PT Garuda awalnya melaporkan laba sebesar Rp70,76 miliar. Namun, sebagian komisaris menolak laporan tersebut karena menduga ada rekayasa. Setelah diperiksa kembali, ternyata perseroan rugi sebesar Rp3,45 triliun (www.merdeka.com , 3/7/2019).

Atas kejadian ini, akuntan publik yang mengaudit PT Garuda telah diperiksa oleh Kementerian Keuangan dan menerima sanksi akibat tidak profesional (www.okezone.com , 28/6/2019). Masalah yang sama terjadi di PT Jiwasraya. Sejak 2006 perseroan diduga melakukan rekayasa akuntansi dengan membukukan laba semu, padahal sebenarnya sedang merugi.

Pada 2017 perusahaan melaporkan laba sebesar Rp360,3 miliar yang diperoleh karena tidak mencatat cadangan sebesar Rp7,7 triliun. Jika pencadangan dibukukan sesuai dengan ketentuan seharusnya perusahaan menderita rugi. Setelah pengusutan lebih lanjut, potensi kerugian sebesar Rp16,8 triliun.

Kasus lain yang tidak kalah memprihatinkan mencuat di PT Asabri. Perseroan yang mengelola dana pensiunan pegawai TNI dan Polri ini rugi besar dari pengelolaan investasinya. Kasus baru muncul belakangan, padahal masalahnya sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu. Kerugian PT Asabri diperkirakan Rp22 triliun (www.tempo.co. 26/1/2021).

Praktik Tidak Profesional

Ketiga kasus yang mengakibatkan kerugian besar di BUMN itu tidak bisa dilepaskaitkan dengan peran akuntan publik yang memeriksanya. Ada dugaan praktik tidak profesional dan pelanggaran kode etik profesi oleh akuntan publik. Seharusnya, akuntan publik sebagai auditor mengetahui kasus yang terjadi dan melaporkan apa adanya mengenai kondisi keuangan dan masalahnya kepada pemegang saham.

Pasal 24 Undang-undang Nomor 5/2011 tentang Akuntan Publik mengatur bahwa akuntan publik wajib berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, dan mempunyai integritas yang tinggi. Selain itu, Standar Profesional Akuntan Publik dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara sebagai pedoman bagi akuntan publik yang memeriksa keuangan negara mengatur auditor (dalam hal ini akuntan publik) harus memegang prinsip yang berlaku dalam pemeriksaan.

Prinsip itu adalah harus memegang kode etik, yaitu harus independen, integritas, dan profesional. Akuntan publik tidak boleh memihak kepada siapapun dan tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun, termasuk oleh manajemen yang diperiksa. Akuntan publik harus objektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya.

Selain itu, akuntan publik harus bersifat jujur dan memiliki kompetensi yang memadai. Akuntan publik juga harus profesional dalam menjalankan tugas dengan memegang prinsip kehati-hatian (due care), teliti, cermat, serta sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Apabila prinsip pemeriksaan tersebut dijalankan maka akuntan publik akan menyimpulkan hasil pemeriksaannya sesuai dengan fakta yang ditemukan. Jika fakta yang ditemukan laporan keuangannya jelek maka opininya juga jelek. Jika faktanya bagus, maka laporannya juga bagus.

Akuntan publik tidak boleh merekayasa akuntansi karena dampaknya sangat berbahaya bagi para pengguna laporan keuangan. Jika pengguna laporan keuangan menjadi sesat dalam memahami laporan keuangan maka bisa membuat keputusan yang salah dalam hubungannya dengan perusahaan.

Contoh nyata pelanggaran standar pemeriksaan terjadi di PT Garuda, PT Jiwasraya, dan PT Asabri. Yang paling dirugikan pasti masyarakat dan negara. Masyarakat harus menanggung harga yang mahal saat menggunakan pesawat Garuda karena salah kelola sehingga tidak efisien, masyarakat harus kehilangan banyak uang yang diinvestasikan dan dikelola oleh PT Jiwasraya dan PT Asabri. Negara juga rugi besar karena harus menanggulangi triliunan rupiah akibat kerugian tersebut.

Lalu, apakah praktik nakal akuntan publik tersebut juga terjadi di BUMN yang lain? Bahwa pada kenyataannya masih banyak BUMN yang hidupnya kembang kempis, tetap membuka potensi praktik itu terjadi. Oleh karena itu, tiga kasus besar yang saat ini sedang ditangani oleh penegak hukum patut menjadi perhatian dan jangan terjadi di BUMN lain.

Menangkal Praktik Nakal

Sejatinya, sesuai standar pemeriksaan, akuntan publik harus mendalami pemeriksaannya jika diketahui ada penyimpangan (fraud) dan memuat dalam laporan audit adanya penyimpangan tersebut. Namun, jika akuntan publik kongkalikong dengan pihak manajemen untuk merekayasa kondisi keuangannya, maka penyimpangan tersebut tidak akan tampak dan laporan auditnya bersih dari masalah.

Melihat beberapa kejadian tersebut, harus ada upaya untuk menangkal praktik akuntan publik nakal. Pertama, harus ada pembinaan dan pengawasan dari organisasi profesi yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Tekad Ketua IAPI Tarkosunaryo yang disampaikan di suatu acara di lingkungan IAPI harus didukung, yaitu:

mewajibkan akuntan publik untuk melaporkan kepada pihak berwenang ketika menemukan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan pada saat audit (www.kompas.com , 14/1/2020).

Kedua, pengawasan kepada manajemen oleh komisaris dan pemegang saham harus ditingkatkan. Komisaris tidak boleh hanya menjadi pemberi stempel atas hal-hal yang dilakukan oleh direksi. Kejadian di PT Garuda menjadi contoh baik bagaimana komisaris bersikap kritis atas pelanggaran direksi.

Komisaris dan pemegang saham harus menjadi bagian penting yang bersama-sama mencegah praktik manipulasi laporan keuangan oleh akuntan publik dan manajemen nakal. Jika komisaris PT Garuda tidak rewel, bisa jadi kasus rekayasa laporan keuangan tersebut berjalan mulus. Perusahaan akan kelihatan kinclong dengan memperoleh laba sehingga direksi, komisaris, karyawan dapat mengantongi tantiem yang menggiurkan.

Padahal, perusahaan merugi, sehingga tantiem yang dinikmati senyatanya adalah hasil akal-akalan atau melanggar ketentuan yang ada. Perbuatan seperti ini masuk kategori perbuatan tindak pidana korupsi. Hal yang kurang lebih indikasinya sama terjadi di PT Jiwasraya dan PT Asabri.

Pengawasan oleh Menteri Keuangan

Ketiga, perlu pembinaan dan pengawasan akuntan publik oleh Menteri Keuangan selaku regulator. Selama ini, pembinaan dan pengawasan akuntan publik dilakukan oleh Pusat Pembinaan dan Pengawasan Profesi Keuangan (P2PK) Kementerian Keuangan. Secara regular, P2PK memeriksa akuntan publik berdasarkan keinginan P2PK sendiri atau berdasarkan laporan masyarakat mengenai adanya penyimpangan akuntan publik.

Dari pemeriksaan itu, sudah ada beberapa akuntan publik yang mendapat sanksi dari Menteri Keuangan. Praktik nakal yang sering ditemukan adalah audit yang tidak bisa dibuktikan kertas kerjanya, alias audit bodong. Ada juga audit yang minim prosedur auditnya sehingga opini yang diambil tidak didukung dengan bukti audit yang cukup dan kompeten.

Pengawasan dan pemeriksaan oleh P2PK tersebut sudah relatif baik. Namun, jumlah akuntan publik yang diperiksa setiap tahunnya masih sangat sedikit. Dari total 600-an kantor akuntan publik dan ribuan akuntan publik yang berpraktik, hanya sedikit yang mampu diperiksa oleh P2PK.

Keterbatasan jumlah personil pemeriksa P2PK menjadi hambatan terbesar dalam pengawasan dan pemeriksaannya. Walhasil, hanya beberapa akuntan publik yang ketahuan berpraktik nakal dan dikenai sanksi oleh Menteri Keuangan.

Peer Review

Keterbatasan P2PK tersebut bisa diatasi dengan membuat aturan oleh Menteri Keuangan mengenai kewajiban telaah sejawat (peer review) antar akuntan publik. Aturan ini mewajibkan praktik akuntan publik direviu oleh akuntan publik yang lain.

Penentuan akuntan publik mana yang akan direviu oleh akuntan publik yang lain bisa diatur oleh Menteri Keuangan agar antar akuntan publik tidak main mata. Termasuk kapan waktu pelaksanaan reviu bisa ditentukan oleh Menteri Keuangan agar Menteri Keuangan bisa memonitor kebenaran reviunya.

Aturan ini memperkuat ketentuan Pasal 44 ayat (1) d UU 5/2011 tentang Akuntan Publik yang menyatakan organisasi profesi berwenang melakukan reviu mutu bagi anggotanya. Laporan hasil reviu disampaikan oleh akuntan publik yang melakukan reviu (peer reviewer) kepada P2PK dengan tembusan kepada akuntan publik yang direview.

Laporan hasil reviu bisa dievaluasi atau dicek kebenarannya oleh P2PK. Jika dari evaluasi ditemukan indikasi ketidakprofesionalan oleh akuntan publik yang direviu, maka P2PK bisa memeriksa akuntan publik nakal tersebut. Demikian pula jika ada main mata antarakuntan publik dalam peer review, Menteri Keuangan bisa memberikan sanksi kepada kedua pihak tersebut.

Peer review antarakuntan publik ini, di samping membantu proses pengawasan oleh P2PK juga menjadi peringatan kepada akuntan publik untuk tidak melakukan rekayasa akuntansi dalam praktik auditnya. Jika ada window dressing pasti akan ketahuan, dan jika ketahuan, maka akan dikenai sanksi oleh Menteri Keuangan.

Manajemen perusahaan juga tidak akan meminta laporan keuangannya direkayasa menjadi baik lewat kolusi dengan akuntan publik. Sebab, sudah pasti ketahuan dan jika ketahuan maka sanksi akan diberikan kepada manajemen. Bahkan, pasal-pasal undang-undang tindak pidana korupsi bisa dikenakan kepada manajemen nakal.

Praktik peer review atau telaah sejawat sudah jamak dilakukan, baik di Amerika Serikat maupun di Eropa. Di Amerika, organisasi profesi akuntan publik Amerika (AICPA) mengharuskan anggotanya menjalani telaah sistem pengendalian mutunya oleh sejawat setiap tiga tahun sekali.

Peer review bermanfaat untuk meningkatkan sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik. Peer review dilakukan untuk menilai apakah sistem pengendalian mutu sudah dirancang dan dipatuhi oleh kantor akuntan publik sehingga laporan auditnya sudah sesuai dengan standar profesional yang berlaku (www.aicpa.org ).

Di Indonesia, Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sebagai organisasi profesi akuntan publik mestinya memberlakukan ketentuan peer review bagi anggotanya. Contoh yang baik, Badan Pemeriksa Keuangan sebagai auditor negara di-peer review sistem pengendalian mutunya oleh lembaga audit dari negara lain.

Penunjukan lembaga audit dilakukan oleh DPR dan laporan hasil peer review juga disampaikan ke DPR sebagai bahan untuk mengevaluasi tugas dan fungsi BPK. Di kalangan aparat pengawas internal pemerintah (APIP) juga sudah dilaksanakan praktik peer review antarpengawas internal.

Epilog

Di era persaingan bisnis yang ketat saat ini, hanya perusahaan yang dikelola profesional dan penuh etika yang akan berkembang, termasuk BUMN sebagai perusahaan milik pemerintah. Praktik akuntan publik sebagai profesi independen yang menengahi kepentingan manajemen dan kepentingan publik harus bekerja secara profesional, independen, dan berintegritas.

Praktik rekayasa akuntansi oleh akuntan publik nakal untuk menyulap laporan keuangan jeblog menjadi seolah-olah menguntungkan harus dihentikan. Sebab, pada akhirnya yang merugi adalah negara dan masyarakat jika terjadi di BUMN. Jika terjadi di perusahaan swasta, pastilah pemegang saham, investor, dan masyarakat kembalilah yang merugi.

6
0
Gunarwanto ◆ Active Writer

Gunarwanto ◆ Active Writer

Author

Saat ini bertugas sebagai Kepala Biro SDM Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI). Penulis berlatar belakang akuntan, berpengalaman sebagai pemeriksa kegiatan pemerintah dan BUMN. Banyak terlibat pada penyusunan standar dan pedoman pemeriksaan keuangan negara, pengembangan organisasi profesi pemeriksa, pengembangan profesi akuntan publik, pendidikan dan pelatihan, serta pengelolaan SDM. Menulis di media massa berkaitan dengan kebijakan publik.

6 Comments

  1. Avatar

    Praktik telaah sejawat (peer review) / review mutu antara sesama akuntan publik di Indonesia telah dilakukan dan dipraktikan sejak tahun 1955 sampai dengan 1997 namun hasilnya ternyata sangat buruk, mengecewakan dan tidak berjalan sama sekali. Menteri Keuangan kemudian mengambil tindakan melalui PMK Nomor : 43 / KMK.17 / 1997 tentang Jasa Akuntan Publik, tetapi ternyata juga tidak efektif. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai macam skandal laporan keuangan kredit macet massal saat krisis moneter tahun 1998 dan puncaknya korupsi berjamaah BPPN tahun 2001 sebesar Rp. 650 Triliun yang hampir membuat negara bubar.

    APBN tahun 2001 sebesar Rp. 301 triliun. Artinya kerugian negara karena kasus BPPN di tahun 2001 hampir 2 kali lipat APBN. Apabila korupsi massal BPPN terjadi di tahun 2021 maka nilai kerugiannya sebesar Rp 4.000 triliun alias 2 kali nilai Pendapatan APBN di tahun 2021.

    Masalah pengawasan profesi akuntan publik di atas menyebabkan lahirnya UU Akuntan Publik tahun 2011. Pemerintah melalui Menteri Keuangan diberikan amanat oleh negara untuk melakukan pembinaan dan pengawasan profesi akuntan publik di Indonesia.

    Penyimpangan praktik telaah sejawat (peer review) atau review mutu antara sesama akuntan publik di Indonesia terjadi karena pelanggaran praktik profesi yang terjadi ternyata dilakukan secara bersama-sama, berkelompok alias berjamaah secara rekanan melalui KAP dan massal oleh mayoritas kantor akuntan publik dan akuntan publik di Indonesia. Dengan demikian wacana akuntan publik melakukan praktik peer review atau review mutu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan tidak akan pernah berhasil mencapai sasaran.

    Akuntan Publik pemeriksa dan akuntan publik yang diperiksa sama-sama bermasalah karena melakukan pelanggaran. Sehingga kedua-duanya bekerja-sama untuk menutupi perbuatannya masing-masing. Demikian juga para pengurus dan pengawas asosiasi profesi akuntan publik Indonesia yang 100% seluruhnya ternyata bermasalah dalam melakukan praktik profesi akuntan publik.

    Dalam kondisi ini, wacana untuk melakukan praktik telaah sejawat (peer review) atau review mutu antara sesama akuntan publik merupakan langkah mundur yang mengakibatkan kekacauan profesi akuntan publik di Indonesia.

    Praktik pengawasan profesi akuntan publik yang dilakukan dengan praktik telaah sejawat (peer review) / review mutu antara sesama akuntan publik di Amerika Serikat juga mengalami kegagalan. Puncaknya tejadi saat ledakan skandal laporan keuangan massal yang kemudian menyebabkan lahirnya UU Sarbanes–Oxley Act tahun 2002 yang memberikan kewenangan kepada PCAOB untuk bertindak sebagai pengawas dan regulator profesi akuntan publik di Amerika Serikat.

    Dari Wikipedia – Public Company Accounting Oversight Board:
    History:
    “The PCAOB was created in response to an ever increasing number of accounting “restatements” (corrections of past financial statements) by public companies during the 1990s, and a series of high-profile accounting scandals and record-setting bankruptcies by large public companies, notably those in 2002 involving WorldCom and Enron, and the audit firm for both companies, Arthur Andersen. Prior to the creation of the PCAOB, the audit profession was self-regulated through its trade group, the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). The AICPA’s Public Oversight Board was formally dissolved on March 31, 2002, though its members had resigned en masse in January 2002 to protest then-SEC Chairman Harvey Pitt’s proposal for a new private auditor oversight body to regulate the profession (a proposal which would evolve into the PCAOB).”.

    Di Indonesia kasus-kasus restatement laporan keuangan sudah di anggap umum dan lazim dilakukan oleh KAP setiap tahun. Sementara di negara-negara maju perbuatan tersebut dianggap sebagai tindakan kriminal penipuan. Menteri Keuangan Indonesia juga menganggap bahwa praktik restatement laporan keuangan di Indonesia hanya praktik salah catat biasa dan sudah lazim terjadi sehingga hal tersebut dianggap masalah sepele dan boleh diabaikan saja.

    Kasus praktik salah catat mistatement laporan keuangan yang sudah dianggap sudah umum dan bebas dilakukan oleh KAP contohnya sbb:
    “Laporan Keuangan Bukalapak Salah Catat, Akuisisi Rp 14,3 Miliar Ditulis Rp 14,3 Triliun. Kompas.com – 25/03/2022, 11:30 WIB.”

    Gara-gara salah catat laporan keuangan tersebut Investor BUKALAPAK yang menggunakan informasi laporan keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi telah salah mengambil keputusan sehingga mengalami kerugian keuangan karena nilai sahamnya mendadak anjlok hampir 70% dalam jangka waktu beberapa bulan saja.

    Bagaimana dengan Kantor Akuntan Publik Ernst & Young Indonesia yang melakukan audit laporan keuangan Bukalapak tersebut apakah dikenakan sanksi oleh Menteri Keuangan ?

    Masih ingat dengan kasus skandal laporan keuangan INDOSAT PCAOB yang kebetulan KAP nya sama dan tidak ada sanksi apapun dari Menteri Keuangan.

    Pun demikian dengan masalah kasus skandal laporan keuangan HANSON INTERNATIONAL OJK yang kebetulan KAP nya juga sama dan juga lagi-lagi tidak ada sanksi apapun dari Menteri Keuangan.

    Hebat & saktinya KAP tersebut walaupun telah secara terbuka di depan mata, terang-terangan dan transparan diberitakan oleh media massa dalam melakukan pelanggaran yang dilakukan secara berulang-ulang tetapi KAP tersebut tidak mendapatkan sanksi apapun dari Menteri Keuangan selaku regulator & pengawas profesi akuntan publik di Indonesia.

    Ternyata sampai hari ini tidak ada KAP & AP yang dicabut Izin Usaha dan Izin Praktik oleh Menteri Keuangan karena melakukan praktik restatement laporan keuangan.

    Kalau sudah begini maka masyarakat dapat mengambil kesimpulan sendiri.
    Siapa yang sebenarnya bermasalah ?

    Reply
  2. Avatar

    Dikutip dari KompasTV, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memaparkan pihaknya mengungkap kasus dugaan penipuan, penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) PT Asuransi Kresna Life.

    Pihaknya pun menetapkan seorang pelaku berinisial KS sebagai tersangka atas tindak pidana yang merugikan nasabah hingga ratusan miliar rupiah.

    “Adapun kerugian nasabah dalam kasus ini sebesar Rp 688 miliar. Tersangka inisial KS,” jelas Sigit dalam keterangannya pada Kamis (27/1/2022).

    Sebenarnya fungsi audit laporan keuangan oleh KAP itu apa gunanya ? Mengapa nasabah sampai bisa dibohongi bertahun-tahun oleh laporan audit KAP yang fiktif dan penuh rekayasa ?

    Bagaimana peranan pengawasan KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP) oleh PUSAT PEMBINAAN PROFESI KEUANGAN (PPPK) KEMENTERIAN KEUANGAN ? Mengapa PPPK diam saja ? Apa kerja nya PPPK ? Kenapa kasus kasus pemalsuan Rekayasa laporan keuangan audit fiktif tidak ada sanksinya dari Menteri Keuangan ?

    Nasabah Kresna Life sangat dirugikan oleh laporan keuangan bodong dan palsu yang ditanda-tangani oleh KAP tsb.

    Kalau KAP sudah tahun laporan keuangan perusahaan fiktif dan penuh rekayasa manipulasi maka seharusnya melaporkan kepada Polisi, PPPK Kementrian Keuangan dan OJK, bukannya malah diam-diam saja dan terima audit fee.

    Di duga KAP Kresna Life turut terlibat dalam pemalsuan audit laporan keuangan . Polisi harus mengusut siapa saja yang telibat dan diseret ke pengadilan.

    OJK selama ini percaya laporan keuangan audit dari KAP. Seharusnya OJK juga mengenakan sanksi blacklist dan mencabut izin usaha KAP tsb yang malpraktik akuntansi.

    Setiap tahun kejadiannya terus berulang karena laporan keuangan audit palsu oleh KAP.

    Reply
  3. Avatar

    Izin bertanya Pak Gunarwanto CA.

    Menurut pendapat Bapak, bentuk pengawasan seperti apakah yang telah dilakukan oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan kasus-kasus financial fraud sebagai berikut:
    1. PT Asuransi Jiwasraya (Persero);
    2. PT Asabri (Persero)
    3. Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912
    4. PT Asuransi Jiwa Kresna
    5. Bank Century Tbk.
    6. PT Danareksa Sekuritas
    7. PT Delta Sandang Dunia Textile
    8. PT Envy Technologies Indonesia Tbk
    9. PT Indosterling Optima Investa
    10. PT Indosat (Persero) Tbk.
    11. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
    12. PT Askrindo Mitra Utama
    13. PT Minna Padi Aset Manajemen
    14. PT Hanson International Tbk
    15. PT Rockit Aldeway
    16. PT Tirta Amarta Bolting company
    17. PT Pertamina (Persero) (Blok Basker Manta Gummy)
    18. PT Surya Artha Nusantara Finance
    19. PT Sunprima Nusantara Pembiayaan / SNP Finance
    20. PT Taspen (Persero)
    21, PT Trans Pasific Petrochemical Indotama
    22. KASUS-KASUS Mega Skandal Keuangan BLBI.

    Dari ke 22 kasus audit laporan keuangan oleh KAP & AP di atas yang dipilih secara sampling. Tolong Pak minta bantuannya untuk dapat menghitung berapa kerugian keuangan negara dan masyarakat akibat manipulasi dan rekayasa audit laporan keuangan di atas ?

    Perhitungan awal saya jumlahnya sudah melebihi Rp. 1.000 Triliun

    Menurut pendapat Bapak, apakah kasus-kasus fraud / rekayasa dan manipulasi laporan keuangan audit di atas merupakan pelanggaran Ringan / ataukah pelanggaran Maha Berat ?

    Menurut pengetahuan Bapak, apakah Kantor Akuntan Publik (KAP) dan Akuntan Publik (AP) yang melakukan audit keuangan atas perusahaan-perusahaan yang bermasalah di atas telah diberikan sanksi oleh Menteri Keuangan dan Kementerian Keuangan ?

    Kalau ada sanksi dari Menteri Keuangan. Sanksi apakah yang dikenakan oleh Menteri Keuangan ?

    Menurut pandangan Bapak Gunaewanto CA, mengapa Menteri Keuangan tidak mencabut Izin Usaha KAP dan Izin Praktik dari Akuntan Publik tsb ?

    Menurut pendapat dan pandangan dari Bapak Gunarwanto CA. Apakah kasus-kasus manipulasi dan rekayasa audit laporan keuangan perusahaan oleh Kantor Akuntan Pubik (KAP) dan Akuntan Publik (AP) merupakan pelanggaran hukum Perdata atau hukum Pidana ?

    Reply
  4. Avatar

    izin bertanya pak, kantor akuntan publik manakah yang terlibat dalam ketiga kasus diatas? Terimakasih sebelumnya.

    Reply
  5. Avatar

    Tulisan yang sangat mencerahkan. trmksh pak Gunarwanto.

    Reply
    • Gunarwanto CA

      Terima kasih Pak Nico

      Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post