Bagi aparatur sipil negara (ASN), soal integritas menjadi perhatian utama. Tanpa integritas, dengan tugas ASN sebagai pelayan masyarakat dan pelaksana kebijakan publik, tugas tersebut tidak bisa dilaksanakan dengan baik.
Diakui, tidak mudah menjaga integritas. Banyak godaan terhadap pegawai pemerintah dalam melaksanakan tugasnya, terutama godaan yang berkaitan dengan keuangan.
Terbukti, banyak pegawai yang tersandung perkara korupsi, baik berupa suap, mark up pengadaan, belanja fiktif, pengaturan pemenang lelang, manipulasi perjalanan dinas, dan sebagainya.
Sesungguhnya, untuk menanggulangi kasus-kasus korupsi di kalangan aparatur negara, dapat dilakukan melalui tiga pendekatan. Yaitu pembangunan budaya integritas, pembangunan sistem integritas, dan penegakan hukum bagi pelanggar integritas.
Hakikat integritas
Salah satu pilar dari tiga pendekatan tersebut adalah pembangunan budaya integritas. Hal ini meliputi internalisasi pemahaman dan komitmen integritas kepada semua pihak di instansi pemerintah, mulai pimpinan dan seluruh pegawai, serta kepada pihak eksternal untuk mendukung penegakan integritas di instansi.
Jika semua pihak memahami dan menginternalisasi integritas, maka setiap tindakannya akan terjaga dari pelanggaran integritas. Namun, apa sesungguhnya hakikat integritas?
Makna terdalam dari integritas adalah kejujuran. Jujur artinya sesuai dengan yang benar. Dalam kejujuran semua perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran.
Seorang yang berintegritas tidak akan berbohong, tidak akan berbuat curang, tidak akan mencuri, tidak akan menyalahgunakan wewenang, tidak menyalahi aturan, tidak akan merugikan negara, dan sebagainya.
Dengan demikian, kalau ada orang jujur pasti akan dipercaya. Sebaliknya, orang yang tidak jujur, pasti tidak akan dipercaya. Instansi yang tugas-tugasnya dilaksanakan oleh orang-orang jujur, maka instansi tersebut akan dipercaya oleh masyarakat.
Namun, jika sebaliknya, maka instansi tersebut juga tidak akan dipercaya oleh masyarakat. Bagi setiap instansi, jika integritas menjadi mata hati setiap insan di dalamnya, maka instansi ini akan dipercaya, dicintai, dan dihormati masyarakat.
Bagaimana membangun budaya integritas di instansi? Tidak mudah.
Lebih mudah mendidik orang dari sebelumnya tidak bisa mengerjakan pekerjaan tertentu menjadi bisa. Lebih mudah melatih orang dari sebelumnya tidak tahu komputer menjadi mahir komputer. Integritas berkaitan dengan hati, sedang kepintaran berkaitan dengan ingatan dan pikiran.
Budaya integritas berasal dari dua kata, yaitu budaya dan integritas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian budaya adalah sesuatu yang menjadi kebiasaan, sedang integritas artinya kejujuran. Dalam budaya integritas terbangun sikap dan perilaku jujur yang menjadi kebiasaan sehari-hari.
Membangun budaya integritas di instansi artinya membiasakan sikap dan perilaku jujur bagi insan di instansi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Jika budaya integritas sudah terbangun, sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, maka akan terbentuk karakter atau kepribadian integritas. Berikut beberapa gagasan yang dapat dilaksanakan untuk membangun budaya integritas.
Pendidikan Integritas
Pertama, melalui bidang pendidikan dan pelatihan. Lembaga Diklat bisa menyelenggarakan pola pembelajaran karakter integritas. Lembaga tersebut bisa menyusun kurikulum, silabus, dan mata diklat yang berkaitan dengan penguatan integritas.
Sebagai contoh pembelajaran tentang filsafat, etika, kode etik, kejujuran, kebenaran, pendidikan anti korupsi, upaya mencegah dan memberantas korupsi, dan topik-topik lain yang bisa menguatkan integritas.
Materi-materi tersebut tidak terbatas dipelajari pada diklat yang dikhususkan untuk belajar tentang integritas (misal mata diklat tentang Kode Etik dan disiplin pegawai), namun pesan-pesan integritas dapat dimasukkan dalam setiap mata diklat.
Ibaratnya, “makan apapun, minumnya teh botol”. Diklat apapun, ada pesan integritas dalam materinya.
Belajar tentang komunikasi ada pesan tentang kejujuran, belajar tentang audit harus ada pesan kejujuran. Belajar tentang kepemimpinan ada pesan tentang kejujuran. Belajar tentang teknologi ada pesan kejujuran.
Pesan-pesan kejujuran selalu hadir dalam setiap pembahasan di kelas, coaching dan mentoring, maupun praktik kerja (on the job training).
Lembaga diklat juga harus menanamkan kejujuran dalam ujian. Bagi peserta diklat yang tidak jujur dalam mengerjakan ujian, misalnya mencontek, harus dipastikan tidak lulus. Tidak ada toleransi bagi peserta diklat yang tidak jujur.
Penanaman karakter integritas melalui diklat tidak hanya untuk pegawai baru, namun juga bagi pegawai lama. Pegawai baru penting mendapat materi integritas sebagai proses awal menjalani penanaman karakter integritas.
Nilai integritas menjadi landasan moral pegawai baru dalam menjalankan tugas sebagai pegawai ke depan. Bagi pegawai lama, pemberian materi integritas berfungsi untuk mengingatkan dan menguatkan kembali saat menjalani diklat.
Sesungguhnya, integritas orang bisa naik dan turun yang dipengaruhi oleh banyak hal. Kadang kuat dan kadang lemah. Dalam diklat itulah bagi yang sudah kuat dibuat lebih kuat lagi, bagi yang sedang lemah dapat dikuatkan kembali. Singkat kata, diklat memegang peran penting dalam penanaman nilai integritas.
Pendekatan Agama dan Kebangsaan
Kedua, pembangunan budaya integritas bisa dilakukan oleh satuan kerja Pengelola Sumber Daya Manusia. Sebagai unit kerja yang bertanggung jawab membina dan mengembangkan kompetensi pegawai, satuan kerja ini bisa membuat kegiatan pembinaan dan penguatan integritas bagi pegawai.
Sejatinya, salah satu kompetensi yang harus dimiliki pegawai adalah kompetensi moral integritas. Pembinaan budaya integritas bisa melalui pendekatan keagamaan dan pendekatan kebangsaan.
Pendekatan keagamaan dilakukan melalui penanaman nilai-nilai agama tentang kejujuran, sedangkan pendekatan kebangsaan melalui penanaman nilai-nilai nasionalisme.
Melalui pendekatan keagamaan, para pegawai disadarkan dengan ajaran kejujuran sesuai dengan agama masing-masing.
Sebagai orang berketuhanan upaya ini diharapkan bisa mengetuk hati terdalam para pegawai sehingga integritasnya makin kuat. Penyadaran melalui nilai agama diyakini paling efektif dapat menguatkan integritas.
Pengelola SDM bisa bekerja sama dengan unit kerohanian dengan cara mengundang ahli agama untuk menjelaskan nilai-nilai kejujuran dan kebenaran.
Topik apapun yang dibahas dalam ceramah keagamaan pada saat sholat Jumat, pengajian, kebaktian, peringatan hari besar keagamaan, dan kegiatan keagamaan lainnya, hendaknya selalu diselipkan pesan-pesan nilai integritas.
Selain itu, melalui pendekatan kebangsaan kita disadarkan bahwa negara ini didirikan oleh pendiri negara dengan susah payah dan penuh perjuangan dengan tetesan darah dan air mata, juga taruhan nyawa melawan penjajah.
Pendiri bangsa mencita-citakan negara Indonesia yang merdeka, serta masyarakatnya adil dan makmur.
Kesadaran tersebut dapat menumbuhkan rasa malu dan bersalah kepada para pendahulu jika sebagai anak bangsa justru melakukan perbuatan curang seperti korupsi. Oleh karena itu, kita akan berupaya menjauhi perbuatan yang melawan integritas.
Pendekatan Pola Hidup, Kepedulian, dan Teladan
Ketiga, melalui pendekatan pola hidup, para pegawai perlu diberikan pemahaman tentang hidup sederhana dan menjauhi keserakahan. Dua hal ini penting karena dalam teori yang membahas tentang faktor pendorong orang berbuat korupsi, antara lain karena serakah (greed) dan kebutuhan (need).
Sifat serakah membuat orang selalu merasa kekurangan sehingga terdorong menghalalkan segala cara untuk memenuhi kekurangannya. Demikian pula dengan kebutuhan, setiap orang selalu merasa kebutuhannya belum tercukupi.
Sudah punya rumah, ingin rumah yang lebih baik lagi, ingin yang lebih mewah, dan sebagainya. Dorongan untuk memenuhi kebutuhan tanpa melihat kemampuannya dapat menjerumuskan orang melakukan korupsi.
Dorongan seperti ini harus dikendalikan karena iming-iming konsumerisme setiap saat akan menggoda orang sehingga selalu merasa butuh.
Keempat, semua satuan kerja bisa mengondisikan tata hubungan antarpegawai untuk saling peduli, saling menguatkan dan mengingatkan.
Jika ada pegawai yang menghadapi kesulitan dalam kehidupannya, bisa dibantu untuk mengatasi kesulitannya, misal terkait permasalahan keluarga, ekonomi, sosial, dan lain-lain. Bantuan tersebut dapat mencegah yang bersangkutan salah arah melakukan perbuatan yang melanggar integritas.
Kelima, setiap atasan atau senior bisa memberi contoh perilaku berintegritas. Salah satu peran penting seorang atasan adalah memimpin dengan memberi contoh.
Jika atasan atau senior selalu menampilkan dirinya memegang teguh integritas, seperti selalu jujur baik perkataan dan perbuatannya, maka bawahan atau yunior akan mudah mempercayai dan mencontoh.
Pesan Integritas
Keenam, upaya lain sebagai ikhtiar menumbuhkan budaya integritas adalah melalui pesan-pesan integritas yang ditulis pada pamflet, banner, saluran intranet, dan lain sebagainya.
Pada umumnya, di setiap instansi sudah ada banner yang dipasang di beberapa tempat di lingkungan gedung kantor. Misalnya di pintu masuk ruangan, di dalam ruangan rapat, kantin, dan sebagainya.
Kegiatan ini perlu diteruskan dan ditingkatkan. Pesan-pesan integritas dengan kata-kata yang menyentuh hati dan menggugah kesadaran dapat menguatkan integritas.
Tampaknya upaya seperti ini sangat sederhana, namun sesungguhnya tidak sia-sia, bahkan dapat mencegah seseorang berbuat curang, korupsi, berbohong, dan sebagainya.
Dalam kumpulan cerita pendek yang diterbitkan oleh suatu penerbit, ada cerita menyentuh tentang auditor. Suatu saat, ia mengalami kesulitan keuangan. Ia tergoda mengatur temuan pemeriksaan dengan imbalan sejumlah uang dari pejabat yang diperiksa.
Menjelang malam, selagi merancang pertemuan dengan pejabat tersebut. Tiba-tiba anak perempuan yang sedang belajar di sampingnya bertanya padanya. “Bunda, ini ada PR, apa sih artinya integritas. Jawabannya: jujur, curang, dan bohong. Pilih yang mana?”
Auditor tersebut kaget seperti tersambar petir. Ia terhenyak dan tiba-tiba memeluk anaknya dengan erat. Lama dia memandang wajah anaknya yang masih kelas lima sekolah dasar.
Anak kecil itu pun tertegun melihat ibunya lama menatap dan mengusap-usap wajahnya. Anak itu melihat bibir ibunya bergetar dan air mata ibunya bercucuran.
“Bunda kenapa?” tanya anaknya lirih dengan bingung.
“Anakku sayang…, integritas artinya jujur. Jujur itu tidak boleh bohong. Tidak boleh curang. Kakak harus jadi anak yang berintegritas ya, ” kata ibunya dengan suara pelan dan bergetar.
“Iya, Bunda,” anak itu mengangguk.
Sambil masih meneteskan air mata, auditor itu mengambil telepon selulernya. Ia menulis pesan kepada pejabat yang berjanji untuk bertemu.
Ia menulis, “Mohon maaf Pak, besok saya tidak bisa bertemu. Hasil pemeriksaan tetap seperti semula dan sudah saya serahkan kepada atasan. Terima kasih.”
Ia menarik nafas panjang. Syukurlah, Tuhan masih melindungiku melalui anakku. Hampir saja aku terjerumus pada tindakan yang salah, melanggar kejujuran. Menggadaikan integritasku.
Tidak tahu apakah cerita dalam cerpen tersebut fiktif atau berasal dari kisah nyata. Namun, cerita tersebut bisa jadi contoh bahwa hidayah atau kesadaran bisa datang kapan saja dan dari mana saja.
Bisa dari anak kecil, dari keluarga, masukan kawan, dari atasan, bawahan, bahkan dari pesan-pesan yang ada di banner, di tembok-tembok kantor, dan lain sebagainya.
Saat ini bertugas sebagai Kepala Biro SDM Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI). Penulis berlatar belakang akuntan, berpengalaman sebagai pemeriksa kegiatan pemerintah dan BUMN. Banyak terlibat pada penyusunan standar dan pedoman pemeriksaan keuangan negara, pengembangan organisasi profesi pemeriksa, pengembangan profesi akuntan publik, pendidikan dan pelatihan, serta pengelolaan SDM. Menulis di media massa berkaitan dengan kebijakan publik.
Menurut saya, pendidikan integritas yang paling siginifikan adalah yang ketiga (keteladanan). Monkey see monkey do, idealisme dan prinsip bisa runtuh melihat pimpinan kita mengucapkan integritas tanpa diiringi sikap kongkrit. Sedangkan yang paling resource-wasting adalah pesan melalui leaflet, banner, dsb.
Tulisan yang sangat menarik karena isu terkait integritas memang selalu menjadi hot topic, karena sangat relatable di setiap aspek pekerjaan baik pada ASN maupun swasta. Pentingnya peran organisasi dalam membangun dan menjaga integritas pada pegawai sangatlah krusial sehingga perlu roadmap dan program kerja yg terukur dan berkesinambungan
Bagus. Sayangnya dua bagian lain, sistem dan penegakan integritas belum tersentuh. Trims