Membangun Bangsa dengan Data

by Diah Wahyuni ◆ Active Writer | Oct 18, 2021 | Birokrasi Akuntabel-Transparan | 0 comments

Bapak Presiden Joko Widodo pernah mengungkapkan, “Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita. Kini, data lebih berharga dari minyak”. Ungkapan ini tentu bukanlah kiasan belaka. Di era revolusi industri 4.0 di mana seluruh akses terhadap informasi begitu mudah dan cepat, kedaulatan atas data negara menjadi amat krusial.

Data-data esensial bisa menjadi senjata ampuh yang mampu mengacaukan stabilisasi nasional, dari sisi sosial dan ekonomi bahkan ketahanan dan keamanan negara bisa dipertaruhkan. Data yang dioleh rapi juga menjadi tatanan informasi strategis merupakan moda penggerak pembangunan bangsa.

Tanpa data, mustahil kesuksesan pembangunan bisa terwujud. Data, sejatinya adalah dasar (bahan utama) dalam perencanaan. Terang saja, bagaimana mungkin rencana bisa dipetakan tanpa adanya data dan informasi? Nihil! Karena itulah, memahami level esensi dari data berarti bertisipasi dalam mewujudkan kedaulatan data, demi kemajuan bangsa.

Data untuk Kemajuan Bangsa

Lalu apa pentingnya data untuk bangsa kita tercinta? Selama ini juga, pendataan dirasa amat serampangan dan seperlunya saja. Ada perlunya, baru mencari data. Padahal, Indonesia dengan segala ciri khasnya yang unik benar-benar membutuhkan data dan informasi yang akurat untuk mendukung proses akselerasi pembangunannya.

Kita harus bangkit dan maju! Dan untuk maju dengan cepat, akui saja kita harus memulai dari membenahi database data kita.

Pemerintah pusat telah memberi mandat untuk mewujudkan satu data Indonesia. Artinya, seluruh data esensial bangsa haruslah satu, harus sama. Sebagai contoh: data jumlah penduduk.

Di Indonesia, data jumlah penduduk sering menjadi polemik, begitupun dengan Papua. BPS merilis data penduduk Papua pada tahun 2020 sebanyak 3,435 juta jiwa. Sedangkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merilis  penduduk Papua yang memiliki NIK mencapai empat jutaan penduduk.

Tentu masing-masing instansi memiliki dasar perhitungannya sendiri-sendiri yang dapat dipertanggungjawabkan secara legal. Kasus ini memang terlihat sengat sederhana, tetapi tanpa mengetahui jumlah penduduk yang sebenarnya, bagaimana mungkin perencanaan daerah bisa berjalan dengan optimal?

Meleset dari Realita

Jika saat ini seluruh progres pembangunan di Papua terasa tidak tepat sasaran dan tidak inklusif, ini bisa jadi indikasi kalau basis data yang digunakan untuk perencanaan pembangunan tersebut mungkin saja sedikit meleset dari realita.

Untuk itulah, apabila kita mendamba Papua yang maju dan sejahtera, satu data untuk Papua harus diwujudkan. Integrasi antarinstansi pemerintah guna mewujudkan satu data tersebut telah menjadi komitmen pemerintah kita.

Terbukti saat pendataan penduduk secara serentak melalui Sensus Penduduk, pemerintah bergotong royong antar institusi untuk dapat meraih satu data kependudukan, yakni Badan Pusat Statistik dan Kementrian Dalam Negeri melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

Gotong royong ini tentu saja dimaksud untuk mengurai bias antardata yang dihasilkan tiap instansi, yang sering dijadikan bahan perselisihan oleh kelompok-kelompok oposisi.

Akan tetapi, upaya ini belum paripurna terwujud tanpa adanya dukungan dan pemahaman masyarakat luas. Masyarakat Papua sebagai human sample dari data esensial yang dihimpun harus paham bahwa keberadaan setiap jiwa sangat berarti. Memberikan informasi yang salah bahkan palsu bisa memberi efek domino yang berkepanjangan.

Karena itu, seharusnya kita malu apabila ringan lidah kita saat mengomentari dan memprotes proses pembangunan yang kita rasa tidak sesuai dengan cita-cita luhur bangsa, yang jauh dari optimal.

Peran Serta Masyarakat

Iya, karena bisa jadi, kesalahannya ada pada diri kita sendiri yang enggan memberikan data sejujurnya kepada pemerintah. Yang menutup-nutupi realita hanya karena tak mau berurusan dengan panjangnya birokrasi pemerintah yang dianggap ruwet.

Sebagai masyarakat yang mendamba kesejahteraan, kitapun harus mafhum akan pentingnya tertib administrasi. Masih banyak masyarakat di Papua yang memiliki lebih dari satu kartu identitas. Memiliki identitas ganda, sama sekali bukanlah kebanggaan, karena sifat ganda hanya meniadakan kekhasan diri seseorang.

Pun halnya bagi yang sama sekali menganggap tertib adminsitrasi hanyalah kesia-siaan belaka, hingga tiada dokumen negara seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), memperbaharui informasi kepindahan, atau bahkan mendaftarkan kelahiran anak terkasih untuk memiliki akta lahir.

Tentu ini adalah sikap acuh data yang bisa berakibat fatal, tidak hanya bagi tanah kita tercinta, Papua, tetapi juga bagi masa depan pribadi. Sekali lagi, mari berkaca dan mengevaluasi diri sendiri sebelum melontarkan protes dengan lantang. Jangan-jangan, keacuhan kita dalam tertib administrasi ini pula yang menjadi sumbangsih tidak optimalnya pembangunan di Papua.

Duplikasi hingga Mark Up Data

Duplikasi data hingga mark up (melebih-lebihkan data) juga sering kali dianggap wajar di lingkungan kita. Ya, apalagi dengan adanya motif ekonomi. Jika melakukan pelebihan data dan informasi bisa mendatangkan cuan dan tahta mengapa tidak? Begitu yang banyak terjadi di wilayah Papua, mungkin juga di belahan lain Indonesia.

Seringkali, segudang harta dan berkat yang melimpah dengan mudahnya dianggap tak ada demi memperoleh segopok kertas merah. Jiwa yang sehat juga dengan mudahnya diklaim sakit dan lemah demi memperoleh bantuan tak seberapa. Memberi informasi palsu menjadi lumrah.

Ah sudahlah, mari sadar dan akui saja. Betapa hasrat kita terhadap materi ini mudah sekali membutakan kita untuk berbuat culas dengan memalsukan data. Seolah perbuatan itu biasa dan mulia. Padahal, memberi pengakuan tak sebenarnya termasuk dosa.

Belum lagi motif politik untuk perebutan tahta. Sudah tidak perlu ditanya. Banyak oknum yang seolah memiliki sifat Tuhan yang Kuasa, mampu menambah dan meniadakan nyawa seenaknya, walau hanya di atas kertas.

Penduduk yang tidak ada mampu dicipta dalam sekejap mata. Untuk apa? Hanya sekedar untuk mendongkrak jumlah voting suara, atau menambah posisi jabatan bergengsi.

Sadarkah jika kebiasaan-kebiasaan ini sejatinya adalah sifat tercela yang menurunkan derajat kita sebagai manusia? Sadarkah kita kalau kecurangan ini sejatinya tidak akan membawa kebahagiaan dalam hidup kita?

Setiap manipulasi yang tercipta, tak peduli seberapa terlihat menguntungkan, sejatinya hanya akan merugikan pihak lainnya. Karena itu, mari sama-sama sadar dan tinggalkan kebiasaan memanipulasi data.

Torang Bisa Wujudkan Papua Maju

Menyadari bahwa data adalah kekayaan bangsa yang harus dijaga berarti menyadari untuk berbuat jujur terhadap diri sendiri dalam mengaktualisasikan dokumen-dokumen diri dengan sebenarnya. Memberikan jawaban yang realistis saat diperlukan, serta teguh tidak memalsukan data hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Menjaga data sebagai kekayaan negara berarti menghargai setiap jiwa yang mendiami Indonesia, memuliakan sesama manusia, dengan menjaga informasi sebenarnya.

Jika kita bisa menunjukan i’tikad baik untuk turut berperan serta dalam menjaga data diri, data keluarga, data wilayah kita dengan baik, dengan sejujurnya, maka sejatinya kita telah menorehkan peran yang sangat berharga bagi tanah kita tercinta.

Kita turut serta secara aktif dalam pembangunan wilayah kita dan mewariskan kekayaan hakiki bagi generasi penerus dengan menjaga kedaulatan data. Karena itu, yuk mari kita semua sama-sama belajar dan meningkatkan kualitas diri dengan memahami betapa berharganya data pribadi kita, dan betapa berbuat culas dengan segala pemalsuan informasi dapat memberi efek buruk bagi masa depan bangsa.

Bersama, torang pasti bisa wujudkan Papua yang Maju dan Sejahtera. Bersama, Indonesia pun bisa! Salam dari Papua.

5
0
Diah Wahyuni ◆ Active Writer

A young female statistician, work in Statistics Office of Papua. An activist who loves to discuss about population, poverty, and Papua.

Diah Wahyuni ◆ Active Writer

Diah Wahyuni ◆ Active Writer

Author

A young female statistician, work in Statistics Office of Papua. An activist who loves to discuss about population, poverty, and Papua.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post