Dana Desa yang telah dialokasikan ke dalam APBN sejak tahun 2015 dengan jumlah yang dialokasikan terus meningkat setiap tahunnya, merupakan bentuk komitmen pemerintah terhadap misi sumber pendapatan desa, salah satunya dari APBN.
Pada tahun-tahun awal dana desa, penggunaannya lebih banyak diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan desa, jembatan, drainase, irigasi, tambak, dan lain-lain.
Sementara itu, penggunaan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat desa terkait dengan pembangunan ekonomi masih belum optimal. Namun seiring berjalannya waktu, penggunaan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat dalam kaitannya dengan pengembangan potensi ekonomi desa menjadi prioritas penggunaan dana desa.
Prioritas penggunaan Dana Desa tahun 2021 sebagaimana dijelaskan dalam Permendesa nomor 13 tahun 2020, bahwa salah satu prioritas penggunaan dana desa adalah untuk pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa melalui pembentukan, pengembangan dan revitalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau BUMDes Bersama untuk pertumbuhan ekonomi desa merata serta pengembangan usaha ekonomi produktif yang diutamakan dikelola BUMDes/BUMDes bersama untuk mewujudkan konsumsi dan produksi desa sadar lingkungan.
Sejalan dengan ini, untuk prioritas penggunaan Dana Desa tahun 2022 seperti yang tercantum dalam Permendesa nomor 7 tahun 2021, juga kembali ditegaskan salah satu prioritas terkait ekonomi masyarakat.
Prioritas tersebut yaitu pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa melalui pembentukan, pengembangan, dan revitalisasi BUMDes/BUMDes Bersama untuk pertumbuhan ekonomi desa merata serta pembangunan dan pengembangan usaha ekonomi produktif.
Seperti usaha simpan pinjam yang apabila dikelola dengan baik dapat meningkatkan pendapatan dengan cukup baik, BUMDes dapat menjadi sarana pembayaran air, listrik dan gas.
Menumbuhkan Ekonomi Perdesaan
Masyarakat desa dapat menikmati banyak manfaat, apalagi sebagai organisasi bisnis, BUMDes dapat membuka ruang yang lebih luas bagi masyarakat untuk menambah pendapatan dan juga menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa.
Selain itu, BUMDes tidak hanya harus berbisnis, tetapi BUMDes juga harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat melalui kontribusi dalam pelayanan sosial. Misalnya BUMDes dengan program Sarjana Satu Rumah Satu yang memberikan beasiswa kepada pelajar di desa.
Pendirian BUMDes merupakan upaya untuk keluar dari situasi sulit. Penduduk desa selalu menghadapi kondisi yang sulit. Misalnya saat terjadi gagal panen dan pemutusan hubungan kerja (PHK), agar masyarakat tidak terjebak pinjaman online, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menumbuhkan ekonomi pedesaan.
Permasalahan Utama BUMDes
Namun, menurut pengamatan penulis, tampaknya pengelolaan BUMDes banyak yang keliru dalam menggali potensi yang ada di desa sehingga menimbulkan kesan ada keegoisan kepala desa, pengangkatan pengurus BUMDes tidak proporsional.
Banyak yang tidak layak, tidak kompeten, kurang memahami manajemen dan ide untuk membangun bisnis melalui lembaga ini. Oleh karena itu, dengan modal awal sebesar 20-30 persen dari anggaran dana desa itu sendiri dapat digunakan dan digunakan sebagai modal dalam anggaran BUMDes setiap tahunnya.
Yang terjadi hari ini adalah dana tersebut tetap tidak terpakai, bingung harus berbuat apa. Di sini terlihat bahwa kemampuan management dan entrepreneurship sangat rendah.
Keterbukaan masih menjadi kendala umum di desa. Pusat informasi masih merupakan bagian dari elite desa, belum menjangkau seluruh masyarakat. Meski taruhannya tinggi, program yang ada hanya diketahui oleh segelintir orang atau elite desa.
Fakta bahwa masyarakat tidak mengetahui informasi penting tentang desa berarti program hanya diselesaikan atau diikuti oleh orang yang sama. Sehingga dalam pendirian BUMDes, pada akhirnya secara administrasi atau strukturnya diisi oleh orang-orang yang dekat dengan kepala desa atau bahkan keluarganya.
Dengan demikian BUMDes kemudian menampilkan dirinya sebagai entitas bisnis keluarga, bisnis yang dikelola tanpa berdampak pada kepentingan masyarakat.
Maka jangan heran jika BUMDes yang berangkat dari sistem seperti ini kemudian mati suri karena dalam menjalankan usahanya tidak mendapatkan dukungan masyarakat sebagai bagian dari modal sosial dalam menjalankan BUMDes.
Perilaku Korup dan Kemampuan Manajerial
Perilaku korup masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan kita warga negara. Perilaku ini sangat melanggar prinsip negara sebagai bangsa besar hukum dan moralitas.
Begitu banyak perilaku kekuasaan yang korup di struktur atas sehingga semangat menciptakan perubahan sosial bagi masyarakat menjadi lemah dan tidak pada tempatnya.
Perilaku koruptif tingkat tertinggi sekalipun tidak mengesampingkan perilaku yang sama yang terjadi pada pemerintahan desa. Meski miris, kita harus menerima bahwa masih ada ratusan kepala desa yang saat ini diadili karena menyalahgunakan dana desa untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
Tidak mudah bagi desa untuk menemukan orang dengan keterampilan manajemen yang luar biasa dalam manajemen bisnis. Kalaupun ada, biasanya mereka sudah memiliki pekerjaan tetap, sehingga ketika diminta untuk menjalankan BUMDes hanya pekerjaan paruh waktu. Oleh karena itu, BUMDes tidak berjalan dan hanya berjalan di tempat.
Karena tidak ada yang sesuai dengan standar pengelolaan, pemerintah desa akan menunjuk orang yang tidak kompeten, ditandai dengan kemampuannya. Ini seperti membawa BUMDes ke satu arah yang lebih mengkhawatirkan.
Kapasitas manajemen yang kurang baik memang menjadi masalah yang perlu dibenahi, salah satunya adalah pelaksanaan kegiatan diklat, baik yang dilakukan secara internal maupun oleh pihak ketiga maupun eksternal.
Kurangnya keterlibatan generasi muda dalam campur tangan dalam manajemen BUMDes juga harus dicermati dengan bijak, karena peran pemuda desa dapat lebih inovatif, kreatif dan produktif, kehadiran BUMDes tidak terlalu menarik generasi muda sebagai pengelola.
Masih sulitnya meyakinkan para pemuda bahwa BUMDes dapat menjamin manfaat untuk kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat pedesaan, dapat dikatakan bahwa masih banyak BUMDes di berbagai desa di Indonesia yang tidak diminati sebagian besar anak muda untuk bekerja.
Mari Terus Belajar
Telah kita bahas bersama beberapa situasi yang masih menghambat kemajuan BUMDes seperti yang diharapkan. Oleh karena itu pula, bersama-sama kita harus meyakinkan diri bahwa desa-desa di seluruh Indonesia harus menjauh dari pola lama.
Desa saat ini memiliki kewenangan penuh melalui undang-undang desa untuk mengotomatiskan aset dan harta bendanya.
Bagaimana kondisi desa dan BUMDes sahabat? Saya harap jauh lebih baik dan jika masalahnya sama atau ada masalah lain, mari belajar tentang BUMDes.
ASN Pemkab Aceh Singkil
0 Comments