Manajemen Talenta Nasional: Saatnya Mengembangkan Karir ASN Sesuai Potensinya

by Elam Sanurihim Ayatuna ◆ Active Writer | Jun 3, 2021 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

man in black jacket and black pants standing on white concrete building during daytime

Pada tahun 1997, Steven Hankin dari McKinsey & Company menelurkan istilah “War for Talent”. Hankin, dalam risetnya, meramalkan jika dalam beberapa dekade ke depan banyak perusahaan akan mengalami kesulitan dalam mempertahankan orang-orang terbaiknya. Hal ini merupakan akibat dari meningkatnya kompetisi antarperusahaan serta terbatasnya ketersediaan (supply) calon karyawan. Perusahaan-perusahaan saling memperebutkan talent atau individu potensial untuk kemajuan organisasinya.

Fenomena ini kemudian mengubah paradigma di mana karyawan yang semula dianggap hanya sebagai sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi semata (human resources), saat ini dipandang sebagai aset penting dan kunci keberhasilan organisasi (human capital). Dengan demikian, bukan lagi karyawan yang membutuhkan perusahaan, tetapi sebaliknya, perusahaan yang membutuhkan pekerja yang bertalenta.

Karena itulah, perusahaan atau organisasi menerapkan manajemen talenta (talent management) untuk memenangkan persaingan dalam mendapatkan dan mempertahankan karyawan terbaik. Manajemen talenta merupakan cara organisasi dalam mengelola talenta karyawan secara efektif mulai dari perencanaan, pengembangan diri, hingga suksesi organisasi secara maksimal dan optimal (Rampersad, 2006).

Tujuan manajemen talenta adalah untuk memastikan dalam organisasi terisi posisi kunci pemimpin masa depannya (future leaders), juga dalam rangka mengisi posisi yang mendukung kompetensi inti perusahaan (uniqe skill and high strategic value) (Pella dan Inayati, 2011).

Jika manajemen SDM konvensional cenderung transaksional, di mana karyawan diminta untuk dapat memberikan kontribusinya bagi organisasi dengan imbalan gaji dan penghargaan, maka manajemen talenta justru membuat organisasi lebih aktif berupaya agar para karyawan dapat bertahan untuk turut serta mengembangkan organisasi sesuai potensi masing-masing yang dimiliki.

Manajemen Talenta dalam Birokrasi

Salah satu contoh negara yang dianggap sukses menerapkan manajemen talenta adalah Singapura. Kesuksesan tersebut membuat Singapura dapat menghasilkan administrasi pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien. Negara ini mengimplementasikan Model Manajemen Talenta yang terdiri dari tiga dimensi, yakni perekrutan (Recruitment), Pengembangan (Development), serta Retensi (Retention).

Pada dimensi perekrutan, Singapura melakukan perekrutan sedini mungkin. Bahkan salah satunya sudah dilakukan dengan pemberian beasiswa ikatan dinas bagi para lulusan SMA untuk melanjutkan kuliah sarjana yang nantinya akan direkrut menjadi PNS.

Ditambah lagi, jalur perekrutan di Singapura jauh fleksibel, di mana dapat dilakukan pada posisi mid-level atau karir jenjang menengah. Pegawai swasta yang memiliki keahlian dan pengalaman kerja tertentu dapat direkrut untuk mengisi posisi-posisi menengah yang tidak dapat diisi oleh pegawai karir biasa.

Pada dimensi pengembangan, PNS Singapura diberikan berbagai kegiatan pengembangan. Terutama yang memiliki potensi dan kinerja tinggi akan diberikan semakin banyak kegiatan pengembangan.

Khusus untuk para rekrutan yang mendapatkan beasiswa kuliah ikatan dinas, selama pendidikan dan setelah lulus mereka akan menjalani berbagai jenis perawatan (grooming) dan program pengembangan lainnya.

Program perawatan dan pengembangan ini antara lain Pre-departure programme (program pra-keberangkatan), Mid-Course Programme, Outward Bound Singapore, Singapore Seminars, Student Exchange Programmes (program pertukaran pelajar), Foundation course (kursus dasar), Policy Forums and Seminars (forum kebijakan dan seminar*),* dan Perjalanan dan kunjungan studi ke Luar Negeri. Dengan demikian, dalam usia semuda mungkin mereka siap berkontribusi dalam dunia birokrasi.

Sedangkan pada dimensi ketiga, retensi talenta, bagi para pegawai yang berpotensi dan masuk ke dalam Talent Pool diberikan gaji dan bonus yang kompetitif sesuai keahliannya, serta promosi yang lebih cepat berdasarkan kinerja dan kompentensi.

Manajemen Talenta di Indonesia

Sementara di Indonesia, penerapan manajemen talenta dalam dunia birokrasi masih belum masif, walau beberapa instansi sudah mulai menerapkannya. Salah satu yang telah memulai yakni Kementerian Keuangan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.01/2016 tentang Manajemen Talenta Kementerian Keuangan.

Dengan peraturan ini, skema penempatan pegawai khususnya dalam pengisian jabatan-jabatan struktural strategis di Kementerian Keuangan, dilakukan dengan serangkaian kegiatan yang obyektif, terencana, terbuka, tepat waktu, dan akuntabel.

Lebih lanjut, pengaturan secara nasional juga mulai dilakukan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melalui PermenPAN-RB Nomor 3 Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta Apartur Sipil Negara.

PermenPAN-RB tersebut mengatur manajemen talenta dari mulai tahap akusisi, pengembangan, retensi, hingga penempatan talenta, termasuk pemantauan dan evaluasinya. Dengan ketentuan ini diharapkan rotasi, mutasi, dan promosi pegawai tidak hanya lagi berdasarkan “urut kacang” saja, namun lebih kepada sistem merit yang mempertimbangkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.

Ketentuan tersebut juga mewajibkan setiap instansi pemerintah untuk menyelenggarakan manajemen talenta sehingga perkembangan karir ASN di setiap instansi sesuai dengan prinsip the right man in the right place.

Tantangan dan Peluang Penerapan Manajemen Talenta

Tentu kebijakan-kebijakan Manajemen Talenta dalam Birokrasi diharapkan mampu mendorong pegawai untuk bersaing secara sehat dalam mengembangkan karirnya. Dengan demikian, berbagai jabatan strategis birokrasi diisi oleh pegawai yang memang kompeten.

Hanya saja, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam implementasi Manajemen Talenta. Salah satunya yakni budaya manajemen SDM kita belum sepenuhnya berdasarkan kinerja dan kompetensi. Mutasi dan promosi terkadang masih berdasarkan prinsip “like and dislike”, senioritas, atau titip-mentitip.

Walau dengan adanya Manajemen Talenta tersebut diharapkan dapat membuat sitem merit yang adil, tetapi jika akar budaya manajemen SDM birokrasi tidak turut diubah, Manajemen Talenta tentu hanya sebuah jargon belaka dengan penerapan yang tidak jauh berbeda dari yang konvensional selama ini.

Sosialisasi dan penerapan yang tegas atas implementasi Manajemen Talenta mutlak dilakukan. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan membuat prosesnya akuntabel dan transparan. Para pegawai yang dianggap bertalenta atau masuk ke talent pool harus dapat dipertanggungjawabkan nilai kinerja dan kompetensinya, sehingga pegawai lain atau publik dapat mempercayai jika para talent tersebut memang layak.

Selain masalah budaya Manajemen SDM, kebijakan Manajemen Talenta yang diatur dalam PermenPAN-RB sebagaimana disebutkan di atas juga belum mengakomodasi banyak hal. Salah satunya yakni bahwa Manajemen Talenta Nasional hanya mengatur secara sempit jabatan target struktural yang bersifat strategis nasional atau fungsional yang sangat langka.

Sementara itu, jabatan selain itu diatur oleh Manajemen Talenta instansi masing-masing. Padahal, seharusnya Manajemen Talenta Nasional juga dapat menjadi redistribusi talent-talent ASN di berbagai instansi.

Sebab, paradigma Talent Pool dalam Manajemen Talenta harusnya tidak hanya sebatas menyasar talent pegawai yang disiapkan untuk memimpin organisasi, tetapi juga mengorganisisasi kemampuan atau talenta seluruh ASN. Dengan demikian, talent pool menjadi ajang database kemampuan atau talenta sehingga dapat ditempatkan dengan tepat sesuai potensinya.

Sebagai contoh, untuk instansi yang memiliki jumlah fungsional pranata komputer terlalu banyak dapat mengalihkan kelebihannya ke instansi lain yang kekurangan. Instansi yang pada suatu waktu membutuhkan ahli pengadaan untuk kegiatan yang spesifik dan belum pernah dilaksanakan sebelumnya, dapat merekrut talent ahli pengadaan dari instansi lain yang telah berpengalaman.

Hal ini berlaku pula untuk jabatan struktural di mana dahulu sangat digencarkan lelang jabatan. Namun, saat ini jarang sekali dilaksanakan meskipun bisa menjadi sarana bagi pertukaran keahlian antarinstansi. Seharusnya hal ini juga dapat diakomodasi dengan sistem Manajemen Talenta Nasional.

Manajemen Talenta Nasional

Talent ASN yang memiliki keahlian tetapi stagnan karirnya karena persaingan ketat di instansi asal, dapat memiliki peluang mengembangkan karir di instansi lain yang lebih membutuhkan. Ketimbang instansi tersebut merekrut atau melatih pegawai baru, lebih murah dan cepat mengakusisi talenta yang sudah memiliki keahlian dari instansi lain.

Hal inilah yang harusnya dapat diakomodasi oleh Manajemen Talenta Nasional, sehingga ada distribusi keahlian ke berbagai instansi serta ASN sendiri memiliki banyak pilihan karir. Selain itu, kebijakan Manajemen Talenta juga belum mengakomodasi tahap akusisi atau perekrutan ASN sejak dini.

Sebagaimana di Singapura, Manajemen Talenta telah dilakukan sejak talent atau calon pegawai diberikan beasiswa ikatan dinas. Sejak awal mereka diberikan grooming dan pelatihan agar siap berkontribusi bagi organisasi pemerintahan.

Hal ini yang seharusnya juga menjadi perhatian dalam kebijakan Manajemen Talenta, di mana tahap perekrutan idealnya dimulai sejak mahasiswa, terutama yang ikatan dinas. Untuk konteks Indonesia, kegiatan ini juga dapat diadopsi dengan mempersiapkan mahasiswa Perguruan Tinggi Kedinasan untuk memiliki talenta keahlian spesifik yang dapat didistribusikan ke berbagai instansi pemerintah.

Epilog

Manajemen Talenta seharusnya menjadi sarana yang paling efektif untuk mereformasi SDM Birokrasi. Harapannya, ASN tidak lagi hanya bekerja dengan mengandalkan kemampuan sekedarnya. Karir ASN harusnya dikembangkan sesuai potensi yang dimiliki berdasarkan kinerja dan kemampuannya melalui Manajemen Talenta yang sistematis dan akuntabel.

Tabik.

Referensi:
Kadarisman, Muh. 2018. Analisis Pengembangan Karier ASN di Pemerintah Kota Depok. Civil Service Vol. 12 (2), hal. 115-138.
Pella, Darmin A & Inayati, Afifah. 2011. Talent Management (Mengembangkan SDM untuk Mencapai Pertumbuhan dan Kinerja Prima). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Rampersad, Hubert K. 2006. Personal Balance Scorecard : The Way to Individual Happiness, Personal Integrity and Organization Effectiveness. United States: McGraw-Hill Education

4
0

ASN pada Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan RI. Alumnus STAN.

Elam Sanurihim Ayatuna ◆ Active Writer

Elam Sanurihim Ayatuna ◆ Active Writer

Author

ASN pada Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan RI. Alumnus STAN.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post