Makan Siang Gratis: Program Mulia yang Rawan Gagal

by Tista Yudhariani ◆ Active Writer | Feb 28, 2024 | Birokrasi Melayani | 1 comment

Pemilu baru saja usai dan proses perhitungan suara masih terus berlangsung, Namun demikian, hasil perolehan suara sementara menunjukkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan nomor urut dua menduduki peringkat pertama dalam perolehan suara. 

Salah satu program andalan yang ditawarkan oleh paslon ini adalah program makan siang gratis untuk anak sekolah. Melalui program ini, maka seluruh anak sekolah dari mulai usia taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah atas akan mendapatkan makan siang yang disediakan di sekolah atas biaya negara. 

Program ini merupakan hal baru di Indonesia,
sehingga wajar jika menuai  berbagai tanggapan pro dan kontra.
Namun sebetulnya, program makan siang gratis ini telah banyak dilaksanakan
di berbagai negara.

 

Beberapa dampak positif dari program ini, antara lain, meningkatkan asupan gizi anak-anak sekolah, yang pada akhirnya membantu peningkatan prestasinya, juga membentuk perilaku yang baik dalam mengkonsumsi makanan.  

Dalam jangka panjang, dengan terciptanya satu generasi yang tercukupi gizinya, maka akan lahir orang tua-orang tua yang berkualitas dan melahirkan anak-anak yang berkualitas pula. Dengan demikian, program makan siang gratis adalah bagian dari investasi sumber daya manusia ke depan. 

Berdasarkan beberapa penelitian, penyebab kurangnya gizi pada anak-anak usia sekolah ternyata bukan semata-mata karena masalah ekonomi keluarga.  

Kekurangan gizi bahkan banyak ditemukan pula pada keluarga dengan ekonomi cukup. Hal ini terjadi karena pengetahuan ibu yang kurang terhadap perlunya gizi dan cara pengolahan makanan yang tepat, atau sikap ibu/pengasuh yang abai dalam menyediakan makanan berkualitas untuk anak yang diasuhnya. 

Berkaca dari Pengalaman

Sebagai ASN yang bertugas di bidang Pengadaan Barang/Jasa penulis melihat titik kritis keberhasilan program ini adalah pada proses pengadaannnya nanti. 

Dengan cara apakah pemilihan penyedia nanti akan dilakukan? Bagaimana proses kontrol yang dilakukan agar makanan yang disajikan benar sesuai standar gizi yang ingin diberikan dan tersaji dengan baik ?

Tentunya pengadaan makan-minum untuk anak sekolah ini akan melibatkan Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) setempat. Dengan program yang sebesar ini, dapat dibayangkan, berapa banyak UMKM yang akan terlibat dan berapa besar perputaran uang yang akan terjadi di daerah. 

Lantas dalam memilih UMKM yang akan terliibat, prosedur pengadaan seperti apakah yang akan dilakukan? Apakah melalui proses tender? Atau e -purchasing

Beberapa tahun yang lalu saat bertugas
pada salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebelah utara,
penulis pernah mendapat tugas untuk memilih penyedia katering
dalam program tambahan gizi anak sekolah yang dibiayai
pemerintah daerah setempat. 

Paket pemilihan dibagi berdasarkan beberapa kelompok/cluster, dengan harapan agar diperoleh penyedia katering dari lokasi terdekat dari kelompok sekolah tersebut. 

Penyedia katering yang berlokasi dekat dengan sekolah yang akan dilayani, diharapkan akan menghasilkan produk jasa yang segar dan berkulitas baik serta tidak memakan waktu lama untuk proses distribusinya. Hal ini karena menu makanan yang dirancang merupakan makanan ringan basah yang dimasak untuk segara disajikan. 

Dalam pelaksanaan pemilihannya, ternyata tidak banyak penyedia yang berminat mengikuti tender. Berkali-kali terjadi gagal tender. Ketika akhirnya ada penawaran yang masuk, ternyata hanya dari penyedia yang itu-itu saja. Akhirnya terjadi, dari sekian paket yang ditenderkan, dimenangkan oleh penyedia yang sama. 

Selanjutnya dalam pelaksanaan, ternyata terjadi beberapa kendala, antara lain berupa keterlambatan pengiriman makanan, makanan diterima dalam keadaan tidak segar (basi), dan kualitas makanan tidak sesuai dengan harga yang ditawarkan.  

Sebetulnya, katering diharapkan untuk memproduksi sendiri makanannya dengan standar gizi dan bahan baku yang telah ditetapkan. Namun ternyata, untuk mengejar penyelesaian pesanan lebih cepat, makanan hanya dibelikan dari produsen jajan pasar umum, yang dibuat tanpa memperhatikan standar yang disyaratkan.

Rumitnya Menerjemahkan Spesifikasi Teknis

Seperti yang kita ketahui, bahwa dalam hal produk makanan, rentang kualitas makanan dengan nama yang sama bisa sangat berbeda dalam harga dan rasa. 

Sebagai contoh, produk makanan dengan nama Arem-arem. Produk arem-arem ada yang dijual dengan harga Rp. 4.000,00 sampai dengan Rp. 5.000,00 per buah. Namun ada pula yang menjual dengan harga Rp. 1.000,00 per buah.

Apakah salah satunya kemudian tidak dapat disebut arem-arem? Tidak. Semuanya sama-sama arem-arem, tetapi spesifikasi teknislah yang membedakannya dan membedakan kualitas gizi, rasa, dan harganya. 

Maka menjadi tantangan bagi pihak penerima barang, untuk mengawal tercapainya spesfikasi teknis makanan sesuai yang diharapkan. 

Dengan terjadinya kendala tersebut, pada tahun-tahun selanjutnya program tambahan gizi anak sekolah sempat diganti menjadi makanan pabrikan berupa biskuit, susu dan vitamin, untuk menghindari tersajinya makanan basi seperti diatas. 

Selanjutnya apakah program tersebut masih terus berlansung, tidak penulis ketahui karena tidak lagi bertugas di sana.

 

Potensi Masalah: Berkaca pada Kasus KPPS Januari 2024

Dalam kasus pemilihan penyedia makan minum melalui e-purchasing, belum lama ini terjadi kasus viral dalam belanja makan minum pada acara pelantikan anggota KPPS Januari 2024, di salah satu kabupaten di DIY.

Dalam pengadaan makan minum untuk acara tersebut, penyedia dipilih menggunakan metoda e-purchasing. E-purchasing merupakan metode pemilihan untuk membeli barang/ jasa pemerintah secara online pada penyedia yang terdaftar dalam katalog elektronik (e-katalog).

Penggunaan metode ini dalam pemilihan penyedia barang/ jasa diharapkan menjamin adanya keterbukaan harga, sehingga harga yang terjadi dalam transaksi merupakan harga pasar yang umum. 

Pagu harga yang diberikan untuk makanan ringan/snack senilai Rp. 16.000,00.  Namun snack yang diperoleh hanya terdiri dari 1 buah roti manis dengan merk Roti-Qu, klethikan (makanan kering ringan) dalam bungkus kecil dan air mineral gelas produk lokal. 

Berdasarkan hasil penelusuran terhadap produk-produk tersebut, diperkirakan, total harga makanan yang disajikan tidak lebih dari Rp. 7.000,00 sudah termasuk beserta kardus kemasannya. 

Terjadinya penurunan kualitas sehingga produk tidak setara dengan harga, ternyata disebabkan karena pihak penyedia terpilih dalam e-katalog, melakukan sub kontrak kepada penyedia lain. Dengan demikian terjadi pengambilan margin berlapis,sehingga produk yang sampai menjadi “tidak manusiawi” menurut penerima manfaat. 

Trending-nya kasus ini di media sosial pada akhirnya memang memaksa penyedia untuk memberikan kompensasi kepada penerima manfaat yang dirugikan.

Namun hal ini perlu menjadi perhatian,
bahwa dengan tercantumnya suatu perusahaan sebagai penyedia e-katalog,
ternyata tidak menjamin kualitas/mutu barang yang mereka sediakan. 
Orientasi untuk memenangkan proyek,
sementara pelaksanaan pekerjaan diserahkan kepada pihak lain,
masih sangat mungkin terjadi. 

Dua Skema Alternatif

Melihat banyaknya kasus-kasus dalam pengadaan makan minum massal yang telah terjadi, maka proses pemilihan penyedia dalam program makan siang gratis untuk anak sekolah perlu dipersiapkan dengan matang.

Baik dalam prosedur pemlihan, persyaratan penyedia, spesifikasi teknis sampai dengan proses kontrolnya. Selain itu, pihak-pihak yang akan bertanggungjawab dalam pelaksanaan masing-masing ketugasan tersebut juga harus jelas. 

Apabila pelaksanaan program tersebut akan diserahkan ke pemerintah daerah, maka perlu petunjuk pelaksanaan yang jelas dan rinci, serta proses monitoring dan evaluasi yang ketat.

  • Keuntungan ketika program ini dilaksanakan oleh daerah adalah terjadinya perputaran roda ekonomi di daerah dan membuka peluang hidupnya UMKM setempat.
  • Namun, resiko yang dihadapi adalah kemungkinan kualitas makanan yang tidak seragam, terjadinya sub-kontrak, permasalahan  dalam pengiriman, dan kendala-kendala lainnya. 

Apabila program ini akan dilaksanakan oleh pemerintah pusat, maka makan siang yang diberikan dapat berupa makanan siap saji dari pabrikan yang di distribusikan ke daerah. Pemilihan penyedia untuk pelaksanaan seperti ini dapat melalui e-katalog maupun e-tendering yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. 

Sisi negatif dari cara ini, adalah tidak banyak memberikan kontribusi dalam perputaran ekonomi di daerah, dan resiko terjadinya penimbunan barang (makanan siap saji) oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan tidak disampaikan kepada yang berhak. 

Epilog: Demi Generasi Mendatang

Demikan kekhawatiran penulis mengenai pelaksanaan program yang sesungguhnya bagus dan memiliki tujuan jangka panjang. Namun, dalam pelaksanaannya,terdapat banyak resiko yang dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan mulia tersebut.

Semoga presiden yang terpilih nanti, memiliki tim yang andal dalam menyusun rencana pelaksanaan program ini, sehingga dapat mengatasi segala hambatan yang mungkin akan terjadi. 

Pada akhirnya, baik buruknya segala sesuatu, berpulang kepada itikad dan niat baik dari pelaksananya. Semoga semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program ini nantinya, dapat ikut serta mendukung cita-cita mulia untuk membentuk generasi masa depan yang lebih berkualitas. Serta tidak terjebak dalam ego untuk menjatuhkan nama baik lawan politik saja.

6
0
Tista Yudhariani ◆ Active Writer

BPBJ Setda Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY

Tista Yudhariani ◆ Active Writer

Tista Yudhariani ◆ Active Writer

Author

BPBJ Setda Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY

1 Comment

  1. Avatar

    Trimakasih untuk editannya

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post