Usulan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk memberlakukan kebijakan PSBB di wilayah Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik (Surabaya Raya) telah disetujui oleh Menteri Kesehatan. Hal itu disambut baik oleh Gubernur Khofifah Indar Parawansa dengan menggulirkan Peraturan Gubernur Nomor 18 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Data kasus COVID-19 di wilayah Jawa Timur yang telah dipublikasikan di laman resmi pada Rabu (06/05/2020), menunjukan sebanyak 883 orang positif, 3.645 PDP, dan 20.608 ODP. Peningkatan kasus yang cepat dan persebaran virus ini didominasi oleh Kota Surabaya, yang kemudian melatarbelakangi kebijakan Gubernur Khofifah Indar Parawansa melalui otoritasnya meneken pemberlakuan PSBB.
Seperti yang telah dilakukan sebelumnya dalam penanggulangan COVID-19, pemerintah pusat secara umum berupaya membatasi mobilitas masyarakat. Secara teknis aktivitas masyarakat disarankan dilakukan di tempat tinggal masing-masing atau via daring. Hal tersebut dilakukan guna membatasi dan memutus mata rantai persebaran virus COVID-19.
Persiapan PSBB Surabaya Raya
Untuk PSBB Surabaya Raya, dari segi persiapan Pemerintah Provinsi telah melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kota Surabaya yang sudah ditindaklanjuti dengan penerbitan peraturan walikota untuk pelaksanaannya selama kurun waktu dua minggu. Jangka waktu tersebut merujuk pada masa inkubasi COVID-19 itu sendiri.
Tidak menutup kemungkinan akan ada perpanjangan waktu melihat pengalaman pelaksanaan PSBB wilayah DKI Jakarta dan PSBB Bodebek, di mana masing-masing pemerintah daerah mengajukan penambahan masa PSBB setelah melihat kondisi di lapangan masih belum menunjukan penurunan kasus yang signifikan.
PSBB Kota Surabaya tentu akan memakan dana yang tidak sedikit, karena pada pelaksanaannya banyak dari pekerja yang dirumahkan dan pelaku bisnis tradisional mengalami penurunan omzet. Menurunnya kemampuan ekonomi membuat mereka harus mendapatkan bantuan dari pemda.
Meskipun pada Pasal 10 Bab IV Pelaksanaan PSBB Perwali Surabaya Nomor 16 tahun 2020 terdapat pengecualian penghentian sementara bagi beberapa sektor usaha, tetapi secara umum dampak PSBB terhadap penghasilan sangat dirasakan. Kerumitan ini adalah pekerjaan bersama yang melibatkan Pemerintah Kota Surabaya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, hingga Pemerintah pusat dengan APBN-nya.
Pembiayaan PSBB di Kota Surabaya
Untuk membiayai pelaksanaan PSBB, Pemerintah Kota Surabaya menggelontorkan anggaran Rp196 Miliar dengan alokasi Rp181 Miliar untuk pemenuhan kebutuhan pokok warga yang berpenghasilan minim dan Rp10 Miliar untuk penanganan kesehatan terdampak COVID-19, termasuk di antaranya penyediaan ruang isolasi.
Pemerintah Kota Surabaya juga mengalokasikan untuk kebutuhan cairan desinfektan, wastafel yang tersebar di beberapa titik, dan bilik sterilisasi. Anggaran tersebut digunakan selama periode April-Mei 2020.
Namun, DPRD Surabaya merilis angka simulasi anggaran untuk penanganan dampak COVID-19 yang berbeda, jauh lebih besar daripada hitungan Pemerintah Kota Surabaya. Dalam hitungan anggota dewan PSBB memerlukan biaya Rp 1,9 Triliun untuk kurun waktu tiga bulan (sumber).
DPRD beralasan anggaran yang disediakan oleh Pemkot Surabaya masih belum terukur dan belum mencukupi kebutuhan secara maksimal masyarakat Kota Surabaya.
Di samping itu, masyarakat yang saat ini tengah menjalankan ibadah puasa bertambah gusarnya atas kondisi kenaikan harga kebutuhan pangan sebagaimana biasa terjadi si bulan puasa dan menjelang hari raya. Misalnya, harga 1 kg gula dan 1 kg cabai masing-masing sudah menyentuh Rp17.000 dan Rp60.000.
Menurut DPRD, kondisi ini harus menjadi acuan Pemerintah Kota Surabaya untuk melakukan rebudgeting dalam pemenuhan hak masyarakat yang mesti dipenuhi selama PSBB. Jangan sampai penduduk Surabaya mengalami apa yang telah terjadi dalam PSBB Kabupaten Tangerang. Ada warga wilayah itu yang meninggal akibat tidak makan selama dua hari.
Belajar dari Daerah Lain
Pemkot Surabaya harus belajar dari pengalaman kasus yang terjadi pada PSBB wilayah lain dan segera mengambil langkah-langkah preventif. Tentu, kompetensi Pemerintah Kota Surabaya diuji kemampuannya dalam kondisi saat ini. Lagipula, masyarakat mulai skeptis terhadap kemampun pemerintah daerah.
Contoh pada pelaksanaan PSBB di wilayah DKI Jakarta yang sudah lebih awal pemberlakuannya, setiap keluarga mendapatkan bantuan sosial senilai Rp1 juta berturut-turut selama 3 bulan, dengan anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah DKI Jakarta.
Sedangkan pada pelaksanaan PSBB Bodebek, bantuan untuk masyarakat diberikan dalam bentuk Bansos Presiden senilai Rp600.000, dana sosial Pemerintah Provinsi Jawa Barat senilai Rp500.000 selama empat bulan, dan dana sosial dari pemerintah kota atau masing-masing pemerintah kabupaten sesuai domisili masyarakat.
Untuk pemberian bantuan kepada msyarakat pada PSBB Kota Surabaya Raya, Pemerintah Kota Surabaya belum mengantongi jumlah pasti angka masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sehingga belum dapat segera merealisasikannya. Baru Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui mekanisme yang dibangunnya sendiri telah memberikan bantuan senilai Rp600.000 per KK.
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya menyatakan bahwa angka yang masuk baru sebanyak 227.908 KK atau 702.127 jiwa. Menurutnya, kondisi di lapangan masih banyak masyarakat yang masuk kategori MBR dan belum diakomodir.
Epilog
Selain soal anggaran, sikap skeptis masyarakat terhadap PSBB Kota Surabaya pun timbul karena alasan lain. Melihat pola pelaksanaan PSBB pada hari pertama, di beberapa titik perbatasan justru timbul kemacetan.
Yang paling menghebihkan misalnya di CITO. Antrean kendaraan menuju Surabaya justru membludak. Situasi ini justru tidak sesuai dengan pedoman PSBB yang mengharuskan penerapan physical distancing.
Jika untuk hal yang kasat mata seperti itu Pemerintah Kota Surabaya masih abai lantas bagaimana dalam pengalokasian pos-pos anggaran untuk penanganan dampak COVID-19 pada masyarakat?
Pemerintah Kota Surabaya sudah sepatutnya jeli dan tanggap dengan kondisi di lapangan serta menjadikannya sebagai evaluasi bersama agar ke depan lebih mumpuni dalam mengontrol jalannya PSBB.
Selanjutnya, penulis berharap agar Pemerintah Kota Surabaya lebih tegas dalam pemberlakuan PSBB dan melakukan analisa lebih lanjut mengenai realokasi anggaran yang difokuskan terlebih dahulu untuk penanganan COVID-19.
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Airlangga
Sangat membantuuuu, semngat!!!