Kemiskinan Terselubung di Balik Seragam ASN

by Julianda Boang Manalu ♥ Associate Writer | May 4, 2025 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

Di mata publik, Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah simbol kestabilan ekonomi. Gaji tetap, tunjangan rutin, dan jaminan pensiun kerap membuat profesi ini terlihat mapan dan nyaman. Namun, di balik citra mengilap itu, ada kenyataan getir yang kerap luput dari pemberitaan: kemiskinan terselubung.

Fenomena ini tidak muncul
karena gaji ASN kecil atau negara lalai dalam memberi
penghargaan finansial. Yang menjadi akar persoalan justru lebih dalam:
rendahnya literasi keuangan dan maraknya perilaku konsumtif yang memicu jeratan utang.
Banyak ASN yang, meski menerima gaji rutin, hidup dalam tekanan ekonomi luar biasa.

Cicilan kendaraan, pinjaman barang elektronik, hingga utang dari pinjaman online berbunga tinggi menjadi “hantu” yang menghantui penghasilan mereka tiap bulan. Akibatnya, ada ASN yang setelah gaji dipotong utang, hanya membawa pulang nominal yang tak mencukupi untuk hidup layak.

Ini bukan isapan jempol belaka. Beberapa laporan menyebutkan bahwa sebagian ASN tak mampu lagi menabung, bahkan kerap meminjam untuk kebutuhan dasar seperti pendidikan anak atau biaya kesehatan. Ironis, sebab ini terjadi di kalangan pekerja formal yang seharusnya menjadi pilar stabilitas ekonomi negara.

Kemiskinan terselubung adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi ini. ASN memang tidak miskin secara administratif – penghasilan mereka berada di atas garis kemiskinan – tetapi realita hidup mereka menunjukkan sebaliknya. Mereka kesulitan mengatur keuangan, hidup dari cicilan ke cicilan, dan sangat rentan terhadap guncangan ekonomi.

Mengapa ini bisa terjadi? Salah satu penyebab utamanya adalah literasi keuangan yang rendah. Banyak ASN tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar dalam mengelola keuangan pribadi. Mereka tidak menyusun anggaran, tidak menabung, dan terlalu mudah mengambil pinjaman konsumtif.

Padahal, literasi keuangan bukan sekadar tahu cara menghitung bunga pinjaman. Ini soal membentuk perilaku dan sikap hidup. ASN yang paham keuangan akan lebih bijak dalam membedakan antara kebutuhan dan keinginan, lebih berhati-hati dalam berutang, serta mampu merencanakan masa depan secara realistis.

Budaya Konsumtif dan Kemudahan Kredit Online

Sayangnya, budaya konsumtif justru semakin menguat. ASN dituntut tampil profesional, rapi, dan mengikuti standar hidup “kelas menengah” yang tidak selalu sesuai dengan kemampuan finansial mereka. Dalam tekanan sosial semacam ini, godaan kredit sangat sulit ditolak.

Fenomena ini makin parah dengan kemudahan akses kredit. Saat ini, pinjaman online bisa cair dalam hitungan menit. Prosesnya cepat, tanpa jaminan, dan bisa diajukan lewat ponsel. Bagi ASN yang terdesak, ini tampak seperti jalan keluar. Padahal, bunganya mencekik dan cara penagihannya tak jarang mengintimidasi.

Dampaknya bukan hanya pada dompet,
tapi juga kesehatan mental dan integritas kerja. ASN yang terlilit utang rentan stres, kehilangan fokus kerja, bahkan bisa tergoda melakukan pelanggaran etik demi menutup kebutuhan finansial. Ini adalah bom waktu bagi birokrasi kita.

Sudah saatnya negara tak memandang remeh persoalan ini. Kesejahteraan ASN bukan hanya soal nominal gaji, tapi juga kemampuan mereka mengelola keuangan secara sehat. Literasi keuangan harus menjadi bagian dari pembinaan ASN secara sistemik dan berkelanjutan.

Urgensi Edukasi dan Kebijakan Institusi

Beberapa kementerian dan daerah memang mulai menyelenggarakan pelatihan keuangan untuk ASN, namun masih bersifat sporadis. Diperlukan kebijakan nasional yang terintegrasi, mulai dari edukasi keuangan, pengaturan plafon kredit, hingga sistem pengawasan pinjaman pribadi ASN.

ASN juga harus diberi pemahaman bahwa kesejahteraan bukan soal gaya hidup, tapi soal stabilitas jangka panjang. Hidup hemat, menabung, dan menjauhi utang konsumtif harus menjadi nilai yang diinternalisasi sejak awal masa kerja.

Kebijakan institusi juga harus berpihak. Potongan kredit konsumtif seharusnya tidak dibiarkan menggerus gaji pokok ASN sampai di bawah standar hidup layak. Ada baiknya dibuat batas maksimal pemotongan utang, sebagaimana yang berlaku di sektor swasta.

Perlu ada sinergi antara instansi kepegawaian, lembaga keuangan, dan kementerian teknis untuk menyusun sistem perlindungan ASN dari jebakan kemiskinan terselubung. Ini bukan hanya soal empati, tapi juga investasi bagi stabilitas dan integritas birokrasi kita.

Jika ASN sejahtera secara nyata – bukan sekadar di atas kertas – mereka akan bekerja lebih fokus, lebih produktif, dan lebih tahan terhadap godaan korupsi. Sebaliknya, ASN yang hidup dalam tekanan utang akan mudah kehilangan kompas moralnya.

Lubang Kebijakan dalam Pelayanan Publik

Kemiskinan terselubung di kalangan ASN bukan persoalan personal semata. Ini adalah cerminan dari lubang kebijakan yang harus segera ditambal. Negara tak bisa membiarkan pelayan publiknya hidup dalam jebakan ekonomi tanpa arah keluar.

Masalah ini kompleks, tapi bukan tanpa solusi. Dengan pendidikan keuangan yang memadai, regulasi kredit yang adil, dan pembinaan perilaku hidup sederhana, kita bisa membebaskan ASN dari jerat utang konsumtif yang memiskinkan secara diam-diam.

Membangun ASN yang kuat bukan hanya soal pelatihan teknis dan birokrasi yang ramping. Ia juga tentang memastikan bahwa setiap ASN bisa hidup dengan tenang, merencanakan masa depan, dan terbebas dari tekanan finansial yang melumpuhkan.

Sudah saatnya kita membuka mata dan mengakui: ada kemiskinan yang selama ini tersembunyi di balik seragam. Dan kita semua berkewajiban untuk tidak lagi menutupinya dengan diam.

0
0
Julianda Boang Manalu ♥ Associate Writer

Julianda Boang Manalu ♥ Associate Writer

Author

Kabag Hukum dan Persidangan Sekretariat DPRK Subulussalam, Aceh.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post