Kemelut PSN Rempang: Di Mana Peran MRPN?

by Candra Hapsari Susilo ♥ Associate Writer | Nov 4, 2023 | Birokrasi Melayani | 0 comments

Pulau Rempang adalah salah satu pulau pada archipelago Pemerintahan Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Terhampar seluas 165 km2, Pulau Rempang merupakan rangkaian pulau besar kedua yang dihubungkan oleh jembatan Barelang (Batam-Rempang-Galang). 

Jika Pulau Batam dikenal sebagai tetangga Singapura, sedang Pulau Galang diingat sebagai penampung pengungsi Vietnam, maka Pulau Rempang awalnya dikenal sebagai sentra pertanian, perikanan, dan pantai-pantainya yang indah. 

Namun saat ini,
masyarakat luas lebih mengenal Pulau Rempang
dari tajuk-tajuk berita tentang ketidaksetujuan penduduk lokal
atas pelaksanaan proyek strategis nasional (PSN) Rempang. 

Apakah tidak ada mitigasi
yang bisa dilakukan pemerintah sebelum hal ini terjadi?
Pemerintah maupun penduduk Rempang sejatinya menginginkan hal yang sama,
keberlangsungan serta kemajuan bangsa kita dalam taraf kehidupan
yang lebih sejahtera. 

Keberadaan manajemen risiko pembangunan nasional (MRPN) yang digadang-gadang sebagai ia yang berwenang dalam memitigasi risiko dalam pembangunan nasional seharusnya adalah jawaban dari pertanyaan tersebut. 

Tapi kenyataannya masih berbeda. 

Artikel ini tidak bertujuan untuk menyalahkan penduduk Rempang, pemerintah, maupun pihak-pihak terkait lainnya. Penulis hanya bertujuan untuk memberikan sudut pandang lain dari konflik ini.

Kericuhan Rempang 

Awal September 2023, Pulau Rempang bergejolak akibat bentrokan yang terjadi antara warga setempat dengan aparat gabungan dari TNI, Polri, dan Direktorat Pengamanan Aset BP Batam. 

Warga tidak terima atas pembangunan Rempang Eco City, yang nantinya juga akan menjadi lokasi pabrik produsen kaca China, Xinyi Glass Holding Ltd, pada lahan tempat tinggal mereka. 

Para penduduk diharuskan untuk merelokasi tempat tinggal mereka ke lahan baru serta rumah yang akan disediakan pemerintah. Ditambah, pemerintah turut mengklaim bahwa mayoritas penduduk tidak memiliki sertifikat atau surat bukti yang sah atas kepemilikan lahan di Pulau Rempang. 

Di sisi lain, beredar pula kabar yang menunjukkan bahwa penduduk asli Rempang telah menempati lahan tersebut sejak sebelum kemerdekaan. Selain itu, bentrokan juga melibatkan pihak-pihak di luar masyarakat Rempang yang tidak terdampak relokasi sehingga turut memperumit situasi. 

Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua KPPIP (Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas) Wahyu Utomo menyampaikan bahwa Kawasan Rempang Eco City telah ditetapkan menjadi PSN di tahun 2023 ini dan diproyeksi akan tetap berlanjut seiring dengan penyelesaian dari konflik tersebut.

PSN Rempang

Merujuk pada PP Nomor 42 Tahun 2021 Tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional, yang dimaksud PSN adalah:

“Proyek dan/atau program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau Badan Usaha yang memiliki sifat strategis untuk pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka upaya penciptaan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.”

Proyek yang dikategorikan sebagai PSN akan diberikan fasilitas kemudahan mengenai perizinan dan non/perizinan dalam rangka percepatan perencanaan, penyiapan, transaksi, konstruksi, dan kelancaran pengendalian operasi termasuk mekanisme pembiayaan.

PSN Rempang diproyeksikan bertujuan untuk merevitalisasi Pulau Rempang menjadi sebuah kawasan yang mencakup sektor industri, perdagangan, hunian, dan pariwisata yang terintegrasi. 

Menurut Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, lahan pembangunan PSN Rempang Eco City seluas 2000 hektar merupakan kesepakatan kerja sama antara PT MEG (Makmur Elok Graha) dengan Xinyi Glass Holdings Ltd., Juli 2023. 

Perusahaan kaca terbesar di dunia asal China tersebut berencana untuk berinvestasi senilai 11.5 miliar USD atau setara dengan 174 triliun hingga tahun 2080. 

Selain itu, PT MEG memang telah dipilih oleh Pemerintah Kota Batam dan BP Batam untuk mengelola 17 ribu hektar lahan di Pulau Rempang sejak tahun 2004, termasuk 10.028 hektar hutan lindung, dengan konsesi 80 tahun. 

Proyek ini seyogyanya bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di Asia Tenggara, sekaligus meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) serta pembukaan lapangan kerja. Meskipun penduduk lokal nyatanya tidak sepaham.

Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN)

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2023 Tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional adalah kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan entitas MRPN dalam mengendalikan risiko pembangunan nasional.

Entitas MRPN adalah kementerian/lembaga/pemerintah daerah/pemerintah desa, badan usaha, dan badan lainnya yang terkait dalam pelaksanaan pembangunan. 

Keberadaan MRPN ditujukan untuk penyelenggaraan manajemen risiko yang terintegrasi, baik di dalam maupun lintas kementerian/lembaga/pemerintah daerah/pemerintah desa, badan usaha, dan badan lainnya bertujuan untuk memberikan landasan dan kepastian hukum dalam menjalankan rencana pembangunan nasional.

Risiko Pembangunan Nasional sendiri memang tidak dijelaskan dalam Perpres tersebut. Namun secara mikro, risiko suatu proyek pembangunan adalah terjadinya suatu peristiwa yang dapat mempengaruhi tujuan proyek; ketepatan waktu; serta biaya.

Kasus Rempang: Di mana Peran MRPN?

Sejatinya, suatu PSN yang telah ditetapkan oleh pemerintah didasari oleh keyakinan bahwa proyek tersebut akan menjadi titik strategis dalam pertumbuhan serta pemerataan pembangunan di Indonesia. 

Tentunya, tujuan tersebut juga akan bermuara pada penciptaan lapangan kerja yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Namun, kericuhan yang terjadi di Rempang yang disebabkan oleh konflik agraria, menunjukkan niat mulia pemerintah tidak tersampaikan secara optimal kepada para penduduk Rempang.

Jika ditelisik lebih jauh,
pemerintah sebenarnya tidak serta merta lepas tangan
terkait hajat hidup masyarakat Rempang. 
Hunian baru berupa rumah dengan tipe 45 yang nilainya kurang lebih Rp120 juta,
dibangun di atas lahan seluas 500 meter persegi, telah disiapkan
untuk 700 KK yang terdampak pengembangan investasi
di tahap pertama. 

Rumah tersebut akan dibangun dalam rentang waktu 6 sampai 7 bulan. Sementara menunggu waktu konstruksi, warga akan diberikan fasilitas berupa uang dan tempat tinggal sementara. 

Namun, kurangnya kepercayaan masyarakat Rempang atas inisiatif ini menunjukkan bahwa sosialisasi yang dilakukan pemerintah entah kurang optimal, ataupun memang belum tepat sasaran.

Menekankan Kembali Komunikasi dan Koordinasi

Dalam konteks PSN Rempang, dapat diidentifikasi bahwa MRPN belum optimal dalam aspek komunikasi baik dengan warga yang terdampak, maupun dengan entitas terkait. 

Basis dari manajemen risiko yang baik salah satunya adalah mempertimbangkan informasi terbaik yang tersedia (Best Available Information) baik di masa lampau, maupun di masa sekarang. 

Nyatanya, rencana risiko yang disusun pada tahun 2004 kurang sesuai dengan kondisi aktual saat ini di tahun 2023. Dengan begitu, diperlukan peningkatan komunikasi dan sosialisasi kepada warga terdampak. Menyatukan pandangan bahwa proyek ini memang bertujuan for the greater good. 

Koordinasi antara para pemangku kepentingan, serta mengurangi pengaruh politik dan tidak mengedepankan kepentingan individu, akan menjadi kunci dari keberhasilan PSN Rempang. 

Proyek Strategis Nasional pada akhirnya bertujuan pada peningkatan kesejahteraan orang banyak, sebagai rakyat dan juga bagian dari abdi negara, penulis sangat berharap bahwa keberhasilan proyek ini memang tepat guna dan terwujud dalam makna yang sebaik-baiknya.

Further reads:

  • Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2023 Tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN).
  • Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2021 Tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional.
  • International Organization for Standardization. (2018). Risk management — Guidelines (ISO/DIS Standard No. 31000). Retrieved from https://www.iso.org/standard/65694.html.

8
1
Candra Hapsari Susilo ♥ Associate Writer

Penulis adalah lulusan STAN yang saat ini bertugas di Badan Pemeriksa Keuangan RI, Jakarta.

Candra Hapsari Susilo ♥ Associate Writer

Candra Hapsari Susilo ♥ Associate Writer

Author

Penulis adalah lulusan STAN yang saat ini bertugas di Badan Pemeriksa Keuangan RI, Jakarta.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post