Cukup sering dalam berbagai kesempatan kita mendengar istilah political will atau kalau kita terjemahkan bebas menjadi “kemauan politik”. Penggunaan istilah ini umumnya terkait dengan strategi mengatasi masalah atau menerapkan inisiatif gagasan yang melibatkan pemerintah.
Kemauan politik bisa diartikan sebagai himpunan dari komitmen pemimpin yang berada di lembaga eksekutif (pejabat di pemerintah pusat dan daerah), legislatif (anggota parlemen pusat dan daerah), dan yudikatif (lembaga peradilan, mahkamah agung dan mahkamah konstitusi) yang masing-masing berkontribusi sesuai peran, tugas dan fungsinya.
Wujud nyata dari komitmen yang dimaksud dalam kemauan politik adalah kepemimpinan dan bentuk dukungan konkret, bukan sekedar retorika dan seremoni, bagi langkah langkah dalam persoalan tertentu, termasuk dalam menginisiasi hal hal yang baru serta mengatasi berbagai hambatan, termasuk yang bersumber dari konflik kepentingan.
Transformasi Digital
Transformasi Digital sesuai dengan namanya utamanya adalah satu perubahan dari pola pikir dan pola kerja bertujuan percepatan peningkatan kinerja yang dilalui instansi pemerintah, dan dalam seringkali juga masyarakat, yang melihatkan pemanfaatan teknologi informasi (digital).
Perubahan pola pikir dan pola kerja dimaksud dapat terwujud dalam perubahan pada kebijakan, aturan, proses bisnis, struktur organisasi, kebutuhan kompetensi SDM, sistem manajemen, infrastruktur dan teknologi pendukung dan banyak hal lain.
Memperhatikan berkali-kalinya muncul kata perubahan dalam bahasan terkait transformasi digital dapat dipahami betapa pentingnya kemampuan untuk melakukan perubahan tersebut dan oleh karenanya “manajemen perubahan” menjadi sangat penting dalam memastikan keberhasilan dari transformasi digital.
Antisipasi Kendala Transformasi Digital
Yang sering mendapatkan fokus pada transformasi digital adalah aspek ketersediaan infrastruktur dan teknologi, termasuk teknologi digital seperti jaringan internet, pusat data aplikasi penunjang dan lain lain.
Pentingnya infrastruktur dan teknologi, yang sering memerlukan investasi dan pembiayaan operasional yang besar, yang perlu mendapat prioritas anggaran didukung kemauan politik, tentunya sesudah dipastikan kelayakannya.
Aspek ketersediaan infrastruktur dan teknologi ini tidak dapat mengabaikan aspek aspek lain dalam transformasi digital. Aspek-aspek lain ini bila tidak diperhatikan akan mengurangi peluang keberhasilan sehingga investasi akan infrastruktur dan teknologi akan terbuang sia-sia. Aspek lain transformasi digital adalah aspek “proses” dan “manusia”.
Pada aspek proses dan manusia ini perlu diantisipasi terjadinya berbagai hambatan, termasuk juga yang didasari adanya konflik kepentingan dan ego sektoral yang sudah layak dihilangkan.
Proses Bisnis
Transformasi Digital pada aspek perubahan pola kerja berwujud perubahan dan penyesuaian proses bisnis. Perubahan proses bisnis bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi sehingga berdampak pada kinerja yang lebih baik dari orang perorangan dan organisasi.
Proses bisnis diterapkan berdasar kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang juga perlu diubah dalam rangka transformasi digital. Perubahan ini memerlukan kemauan politik sehingga dapat terjadi dengan lebih cepat karena berpotensi menjadi hambatan bagi realisasi transformasi digital.
Perubahan proses bisnis juga berdampak pada aspek manusia yang harus melalui perubahan pola pikir, praktik, serta kebiasaan menjalankan proses bisnis sehari-hari. Perubahan ini juga memerlukan manajemen perubahan yang diterapkan dengan baik agar tidak menjadi hambatan di samping membawa dampak yang kurang diharapkan. Beberapa kebijakan dapat diambil bagi strategi percepatan transisi penerapan transformasi seperti alih daya yang dibarengi dengan alih teknologi.
Perubahan Pola Pikir
Pada semua tingkat pemerintahan harus ada pemahaman yang benar dan yang sama atas maksud, tujuan dan strategi transformasi digital. Selanjutnya perlu konsistensi dalam penerapannya yang dimonitor dan dijaga keberlangsungannya secara ketat.
Dalam bahasan transformasi digital sering muncul istilah “disruptif” atau “mengganggu” karena memang dampak dari transformasi secara internal maupun eksternal dapat terasa “mengganggu” bagi orang perorangan, kelompok maupun institusi.
Bila hal ini disebabkan karena ada kepentingan yang tidak pada tempatnya maka perlu segera perlu diatasi, dan untuk itu kembali diperlukan kemauan politik dan kepemimpinan yang efektif.
Seringkali kebutuhan melakukan transformasi digital sangat mendesak karena perubahan yang semakin cepat yang terjadi di dunia ini. Oleh karenanya instansi tidak bisa terlalu berlama lama mengatasi kendala kendala perubahan pola pikir dan pola kerja dan lebih memberi kesempatan pada individu yang lebih termotivasi dan lebih mampu belajar dan menyesuaikan diri untuk kepentingan yang lebih besar.
Epilog
Sebagai kesimpulan dapat dilihat bagaimana kemauan politik sangat berperan dalam transformasi digital. Adanya kemauan politik yang cukup akan secara substansial meningkatkan peluang keberhasilan transformasi digital dan tercapainya tujuannya.
Ketua Umum Ikatan Konsultan Teknologi Informasi Indonesia (IKTII). Ia aktif melakukan kegiatan konsultasi dalam bidang teknologi informasi seperti dalam bidang terkait Transformasi Digital, Perencanaan Strategis, Perumusan Regulasi, IT Governance, Manajemen Risiko, Audit Teknologi Informasi dan E-learning.
Dapat dihubungi pada alamat surel [email protected]
0 Comments