Kekuatan Followership: Gali Potensi Diri dan Impian

by Sulistiowati ▲ Active Writer | May 1, 2021 | Motivasi | 0 comments

Sebagai auditor internal pemerintah, penugasan saya yang terkait audit boleh dibilang sangat minim. Mayoritas penugasan saya didominasi pada pendampingan dan bimbingan teknis. Tantangan untuk dapat bisa “bicara” di depan khalayak ramai harus dilatih, terlebih bagaimana cara menghilangkan kegugupan bila ada peserta yang bertanya.

Saat itu, yang awalnya menjadi tantangan, berubah menjadi sebuah kesenangan yang baru. Semangat tadi tentu tidak hadir dengan sendirinya, tetapi dengan proses konsultasi dan penuh arahan dari senior-senior di ruangan.

Namun, dua tahun yang lalu, semangat saya seperti agak kendor. Bekerja seolah hanya menjadi rutinitas penggugur kewajiban pengabdian. Hingga akhirnya saya membaca sebuah artikel/resume yang ditulis Ibu Nur Ana Sejati yang berjudul Followership (the series).

Artikelnya bersumber dari sebuah buku The Power of Followership karangan Robert Kelley ini meninggalkan kesan yang sangat mendalam untuk saya. Setidaknya, mengubah cara pandang saya tentang akan menjadi apa saya di organisasi ini.

Potret Followership versi Kelley

Kelley membagi followers atau pegawai ke dalam lima kategori, yaitu Passive Followers, Pragmatis Followers, Conformist Followers, Alienated Followers dan Exemplary Followers. Sedikit akan saya urai terkait perbedaan lima jenis followers ini, yaitu:

  1. Passive Followers, tipe ini digambarkan oleh Kelley sebagai pegawai yang “manut” atas semua arahan atasan, merasa gagasannya tidak dibutuhkan oleh organisasi, go with the flow, dan masih selalu harus diawasi atasan maupun rekan kerja.
  2. Pragmatis Followers, tipe ini dianggap lebih mementingkan diri sendiri dari pada organisasi, menganggap berjalannya organisasi sangat dipengaruhi hubungan atasan dan bawahan, cenderung menghindar untuk menutupi kesalahan dan melaksanakan tugas dengan kualitas pas-pasan.
  3. Conformist followers, tipe ini digambarkan sebagai pegawai yang melaksanakan tugas dengan suka cita, tidak suka berkonflik, aktif dalam organisasi namun kurang merdeka dan kritis dalam berpikir, dan menganggap bahwa mengikuti keteraturan lebih penting daripada hasil.
  4. Alienated Followers, tipe ini digambarkan sebagai pegawai yang mampu berpikir kritis dan independen, cenderung suka menentang aturan, skeptis, dan sering menganggap bahwa organisasi atau pimpinan tidak menghargai bakat dan kemampuannya.
  5. Exemplary Followers, tipe ini digambarkan sebagai sosok yang mampu berpikir kritis dan independen, mampu mengambil inisiatif, berpartisipasi secara aktif, penggagas ide sekaligus pelaksananya, mendukung tim dan pimpinan, kompeten di bidangnya, memiliki totalitas tinggi dalam menyelesaikan pekerjaannya dan menyadari yang dia lakukan tidak hanya menambah nilai bagi organisasi namun juga ke diri sendiri.

Mengapa tipe followers harus dipetakan? Karena dari hasil itu dapat diketahui hasil kerja dari masing-masing followers terhadap organisasi. Followers berkontribusi lebih dari 80% dalam pencapaian tujuan organisasi dibandingkan dengan kontribusi Leader yang kurang dari 20%.  Followers yang digambarkan Kelley adalah exemplary followers sehingga semakin banyak exemplary followers akan semakin menambah nilai keberhasilan bagi organisasi.

Kenyataannya, proporsi followers di masing-masing organisasi, khususnya di instansi saya mungkin berbeda. Merekrut pegawai baru dengan karakter tadi mungkin bukan alternatif pilihan yang bisa diambil, khususnya bagi instansi pemerintahan. Alternatif yang bisa dipertimbangkan salah satunya dengan membentuk followers yang sudah ada, dalam hal ini pegawai, menjadi exemplary followers.

Harapan Membangun Followership

Dengan mengetahui kondisi komposisi followers yang ada, tantangan berikutnya bagaimana menciptakan atau membentuk followers yang ada menjadi tipe exemplary followers. Dan dalam hal ini, tidak hanya pimpinan saja yang berperan, sesama followers pun bisa saling mendukung.

Di tiap unit kerja perlu dibuat sebuah supporting group bagi sesama followers. Tidak harus berasal dari pejabat strukturalnya, namun harus ditopang pegawai dengan tipe exemplary. Tidak akan susah menyaringnya, karena tipe ini kan muncul saat kantor membutuhkan mereka.

Peran mereka bisa menjadi penjembatan antara followers dengan leaders dari kalangan pejabat struktural. Dengan ini komunikasi kebutuhan dari bawah ke atas maupun tuntutan dari atasan ke bawahan dapat terakomodir.

Ibarat library café yang menawarkan pengetahuan, supporting group ini lebih menekankan ke pengembangan diri seluruhnya, baik yang terkait dengan penugasan maupun yang hanya bersifat sebagai hobi seperti membuat aquascape di kantor.

Setelah dibentuk, jangan lupa untuk diperankan. Perankan dan libatkan mereka di tiap aspek organisasi. Bila perlu, perankan mereka ibarat lembaga legislatif pada roda administrasi kantor, sekaligus menjadi konsultan perbaikan bila ada celah yang ada.

Selain itu, fungsi supporting group bisa menjadi tempat berkeluh kesah bagi sesama followers. Mungkin ada yang habis dimarahi stakeholder, ada yang habis dapat pertanyaan yang susah dari  stakeholder ataupun pimpinan.

Epilog: menjadi exemplary follower dengan menulis

Berdasarkan pengalaman pribadi, dengan “sambat” di tempat yang tepat, bisa berhasil mengisi ulang semangat dan antusiame kembali prima. Di grup ini, kita bisa sekaligus menginspirasi meskipun tanpa kata-kata motivasi. Sekaligus menjadi contoh bagi adek-adek pegawai baru tanpa harus seolah menggurui. Dan anak-anak baru tadi bisa bebas bertanya tanpa dicap cerewet.

Salah satu media yang dapat digunakan adalah majalah kantor. Dengan menulis semakin menambah kemampuan dan kompetensi kita. Mau tidak mau, kita harus punya pengetahuan dasar apa yang akan kita tulis.

Jadi langkah awal pasti belajar dulu. Baru nanti ada peranan editor, senior-senior kita maupun anggota lain di supporting group tadi yang akan menyempurnakan penulisannya. Cara kita mengomunikasikan ide dengan bahasa tulisan akan melatih kita saat menyusun laporan. Bagaimana kita menyampaikan ide dengan efektif dan efisien tanpa ada nada tinggi atau rendah.

Jikalau tulisan kita tersebar, semakin banyak cakupan orang yang membaca ide kita. Jadi meminimalisasi pikiran kalau bakat dan kemampuan kita tidak dihargai. Banyak ide yang bisa disampaikan dengan tulisan dibanding hanya dengan lisan.

Dari situ, melatih kita untuk lebih bisa berpikir independen dan kritis, namun tetap aktif dalam organisasi. Jadi secara tidak langsung, kita telah membentuk exemplary followers.

Akhirnya, yuk, menjadi exemplary followers!!!

Catatan: Buku tentang followership yang menjadi rujukan artikel ini telah disarikan dalam Bahasa Indonesia oleh Nur Ana Sejati, dapat diakses pada tautan berikut : https://birokratmenulis.org/followership


3
0
Sulistiowati ▲ Active Writer

Fungsional auditor di instansi pemerintah pusat.

Sulistiowati ▲ Active Writer

Sulistiowati ▲ Active Writer

Author

Fungsional auditor di instansi pemerintah pusat.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post