Kebebasan Finansial Birokrat: Sebuah Impian dan Implikasinya

by Imam Baihaqi Lukman ◆ Active Writer | Oct 30, 2023 | Birokrasi Bersih | 3 comments

man in black framed sunglasses holding fan of white and gray striped cards

Salah satu fenomena yang cukup populer selama masa pandemi covid-19 adalah terkait semakin banyaknya jumlah investor pada pasar modal dan berbagai instrumen investasi di Indonesia. 

Semangat investasi yang dilakukan oleh para investor baru tersebut dilakukan dalam rangka mencapai suatu kondisi yang diidam-idamkan yaitu kebebasan finansial atau financial freedom

Fenomena untuk mencapai kebebasan finansial tersebut terjadi di seluruh dunia didorong oleh dampak yang ditimbulkan pandemi mempengaruhi aspek finansial dan sosial masyarakat dunia.

Di sisi yang lain, masalah finansial juga kerap terjadi pada birokrat di Indonesia. Seperti kasus ada beberapa birokrat yang melakukan penyelewengan finansial berupa korupsi, pungli, ataupun suap. 

Masalah lain adalah banyak birokrat yang terjerat dengan pinjaman/kredit macet. Juga masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah tingkat pendapatan birokrat yang tidak merata antara satu birokrat dengan yang lain.

Memahami Kebebasan Finansial

Banyak yang mengartikan bahwa kebebasan finansial adalah adalah suatu kondisi di mana seseorang memiliki banyak sekali uang yang kemudian uang tersebut diinvestasikan kembali agar dapat menghasilkan dividen, bunga, ataupun kupon yang besar.

Hasil dividen, bunga, ataupun kupon tersebut diharapkan cukup untuk menjadi sumber penghidupan yang layak sehingga seseorang bisa pensiun dini dari pekerjaannya dan tidak perlu bekerja kembali di sisa hidupnya. 

Banyak orang yang terjebak karena terlena dengan janji-janji yang tidak rasional dalam rangka untuk bisa menjadi kaya secepat mungkin agar kondisi financial freedom segera terwujud. Padahal, financial freedom itu konsep yang lebih luas dan dalam daripada itu. 

Menurut The Forbes, secara sederhana financial freedom berarti seseorang memiliki kuasa penuh terhadap kondisi finansialnya sehingga orang tersebut memiliki kemerdekaan dalam menentukan pilihan-pilihan dalam kehidupannya.

Kondisi financial freedom sebagai suatu kondisi ideal sudah selayaknya menjadi idaman seluruh individu. Meskipun, masih menurut The Forbes, financial freedom bagi masing-masing individu tidak harus sama antara satu dengan yang lainnya

Bagi sebagian orang mungkin kondisi financial freedom ideal adalah memiliki passive income yang mencukupi untuk membiayai kehidupannya tanpa harus bekerja rutin setiap harinya. 

Namun bagi sebagian orang, memiliki pekerjaan yang layak dan tidak terlilit hutang adalah kondisi financial freedom yang hendak dicapainya. Selanjutnya bagaimana kondisi financial freedom yang idealnya dicapai oleh seorang birokrat?

Tantangan Mewujudkan Kebebasan Finansial bagi Birokrat

Meskipun disampaikan bahwa kondisi financial freedom bagi masing-masing individu itu berbeda, namun setidaknya ada dua aspek utama yang berlaku bagi setiap orang dalam mencapai financial freedom

Aspek yang pertama adalah berkaitan dengan pemasukan/penghasilan dan aspek yang kedua adalah terkait pengeluaran. 

  • Terkait pemasukan bagi seorang birokrat sudah diatur oleh perundangan sehingga ada standarisasi yang berlaku di seluruh Indonesia. 
  • Terkait aspek pengeluaran bagi seorang birokrat tentunya akan berbeda-beda yang dipengaruhi oleh dimana dia tinggal, jumlah tanggungan, dan gaya hidup. 

Kondisi pertama yang harus dicapai bagi seorang birokrat untuk mencapai kondisi financial freedom tentunya adalah bagaimana penghasilan yang dimilikinya lebih besar sama dengan pengeluarannya.

Dari sisi penghasilan, terdapat beberapa institusi yang secara perundangan memang memiliki standar penghasilan yang lebih besar bagi para birokratnya dibandingkan dengan institusi lainnya. 

Hal tersebut didasarkan pada suatu konsensus kebijakan bahwa meskipun seluruh birokrat memiliki kewajiban sebagai pengabdi negara dan masyarakat yang sama, namun secara perundangan memiliki peran, tanggung jawab, dan beban kerja yang berbeda yang menjadi dasar perbedaan penghasilan yang diterima. 

Namun yang menarik, khususnya bagi birokrat di institusi pemerintah daerah, perbedaan penghasilan bukan hanya didasarkan pada peran, tanggung jawab, dan beban kerja birokrat namun juga didasarkan pada kapasitas fiskal yang dimiliki oleh masing-masing pemerintah daerah dimana birokrat itu berada.

Kondisi-kondisi tersebut juga apabila dipadukan dengan gaya hidup yang sederhana dan jumlah tanggungan yang sedikit tentunya akan memperbesar seorang birokrat untuk mencapai kondisi financial freedom

Dengan perasaan aman dari masalah finansial, seorang birokrat bisa lebih fokus dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat. Yang lebih penting lagi terkait kebebasan finansial adalah terkait dengan integritas seorang birokrat apabila dihadapkan dengan masalah finansial. 

Birokrat yang tidak memiliki masalah finansial tentunya akan lebih tahan dari godaan penyelewengan keuangan negara dalam bentuk korupsi dan tindakan melanggar hukum lainnya dimana birokrat yang merasa berkecukupan tentunya akan bisa lebih mempertahankan integritas, loyalitas, dan idealismenya.

Tantangan terkait penghasilan bagi seorang birokrat, tentunya sangat tergantung dari kapasitas fiskal negara mengingat jumlah birokrat di indonesia yang banyak. Idealnya adalah negara melakukan kebijakan untuk meningkatkan gaji dan tunjangan seluruh birokrat. 

Namun tentu hal tersebut tidak memungkinkan dilakukan dengan mudah. Terkait peluang tambahan penghasilan kedinasan sangat berkaitan dengan jabatan dan tugas fungsi secara spesifik sehingga sangat sulit untuk dapat di sama ratakan bagi seluruh jabatan yang ada. 

Terkait jumlah tanggungan seorang birokrat juga sangat kompleks dan sangat sulit untuk bisa distandarkan antara satu birokrat dengan birokrat lainnya.

Arah kebijakan yang diperlukan

  1. One Single Salary

Hal yang pertama dapat dilakukan dalam upaya mendorong tercapainya kebebasan finansial adalah kebijakan mengenai gaji dan remunerasi bagi birokrat. Sebuah kebijakan yang dapat memberikan keadilan yang lebih baik dan mengurangi kesenjangan penghasilan sangat diperlukan sebagai pondasi awal

Salah satu usulan kebijakan yang dapat diadopsi untuk mencapai hal tersebut adalah kebijakan one single salary atau sistem penggajian tunggal. Penerapan sistem penggajian tunggal akan memberikan manfaat yang signifikan dari beberapa aspek. 

Aspek yang pertama adalah dengan komponen penghasilan yang lebih sederhana, akan lebih mudah untuk menetapkan standar gaji dan tunjangan agar tidak terjadi ketimpangan penghasilan pada birokrat dengan jabatan, pangkat, dan kinerja yang sama pada instansi yang berbeda. 

Terutama dengan dihapuskannya honorarium dan mengintegrasikannya pada komponen tunjangan kinerja, akan sangat berpengaruh sekali dalam mengurangi ketimpangan penghasilan bagi birokrat. 

Aspek yang kedua adalah terkait pengawasan penghasilan bagi birokrat dalam rangka pencegahan penyelewengan atau penyalahgunaan jabatan. 

Dengan komponen gaji dan tunjangan yang lebih sederhana serta dihapuskannya honor-honor tambahan, maka pengawasan akan menjadi lebih efektif dalam melihat kewajaran atas perolehan kekayaan seorang birokrat dalam waktu tertentu. 

Aspek yang ketiga adalah efisiensi anggaran, dimana dengan penerapan sistem penggajian tunggal yang berdampak pada integrasi honorarium dan tunjangan kinerja serta peningkatan pengawasan yang dapat meminimalisir terjadinya penyelewengan keuangan tentunya akan berdampak langsung pada efisiensi anggaran. 

Efisiensi anggaran yang terwujud dari seluruh satuan kerja pemerintahan di Indonesia meskipun seberapa kecilnya tentu akan signifikan jika diagregatkan secara nasional.

  1. Pengelolaan dan Pengawasan Finansial Birokrat yang lebih komprehensif

Kebijakan One Single Salary, merupakan kebijakan yang bersifat makro. Agar kebijakan tersebut bisa berjalan lebih optimal, perlu juga disertai dengan kebijakan yang lebih bersifat mikro yang penerapannya disesuaikan kepada masing-masing instansi satuan kerja pemerintahan. 

Hal ini dikarenakan dengan luas wilayah Indonesia yang sangat luas dan dengan demografi yang heterogen, tentunya tidak bisa menerapkan One Policy for All secara rigid karena berpotensi menimbulkan polemik dan konflik. 

Dengan penerapan kebijakan pengelolaan dan pengawasan finansial birokrat secara makro dan mikro, maka diharapkan akan tercipta pengelolaan dan pengawasan yang komprehensif, efektif, dan tepat sasaran.

Pertama, sebelum kebijakan One Single Salary diimplementasikan. 

Pimpinan Instansi atau Satker dapat menerapkan sebuah standar, ketentuan, dan indikator yang transparan dalam menugaskan pegawai pada tugas-tugas yang memiliki implikasi finansial. 

Hal ini dilakukan untuk menghindari favoritism dalam penugasan dan sebagai bentuk penjaminan kualitas hasil penugasan. Selain itu, dapat juga diterapkan asas pemerataan dan keadilan apabila gap kompetensi dan kinerja yang tidak terlalu jauh antar pegawai.

Kedua, pengawasan dan pembatasan gaya hidup birokrat. 

Tidak bisa dipungkiri bahwa gaya hidup seseorang dipengaruhi oleh banyak hal dan untuk mengawasinya bukan merupakan hal yang mudah. Pengawasan gaya hidup birokrat dilakukan dalam upaya untuk menciptakan rambu-rambu gaya hidup birokrat. 

Pengawasan gaya hidup juga dapat menjadi suatu langkah awal dalam mendeteksi ketidakwajaran dan penyelewengan birokrat. Pengawasan gaya hidup harus diatur dengan kebijakan secara nasional agar terstandarisasi. 

Meskipun begitu, pelaksanaannya bisa diserahkan kepada setiap satker agar pengawasan bisa dilakukan sesuai dengan karakteristik masing-masing. Sementara itu terkait .bentuk pembatasan gaya hidup dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 

  1. Pembatasan penggunaan busana seperti pakaian, perhiasan, dan aksesoris fashion lainnya. Seluruh birokrat diatur terkait busana dan aksesoris yang digunakan dalam bekerja untuk mencegah budaya Flexing

2. Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dan perangkat digital.
Penerapannya tentu bisa berbeda-beda. Contohnya bagi satker yang infrastruktur transportasi publiknya sudah baik bisa mewajibkan para birokratnya pada hari-hari tertentu untuk menggunakan kendaraan umum ketika pergi ke kantor.

Terkait perangkat digital, paling ideal adalah diterapkannya suatu kebijakan yang mewajibkan seluruh perangkat digital yang digunakan dalam bekerja memiliki standar nilai dan kemampuan yang seimbang dan tidak overpower

3. Pembatasan pengambilan pinjaman (kredit).

Pembatasan ini diperlukan sebagai upaya agar birokrat memiliki rasio yang sehat antara jumlah penghasilan yang dimilikinya dengan pinjaman (kredit) yang menjadi bebannya.

Pengambilan pinjaman (kredit) perlu diatur dan diawasi agar tidak terjadi besar pasak daripada tiang bagi birokrat yang akan mempengaruhi kinerja dan mentalitasnya. 

Epilog: Bukan Sekadar Kaya Raya

Pilihan karir menjadi seorang birokrat dengan niat berkontribusi kepada negara dalam rangka melayani masyarakat adalah suatu hal yang mulia. Namun, niat mulia tersebut bukan menjadi dasar bagi negara untuk tidak memperhatikan kesejahteraan birokrat. 

Hal itu dapat diawali dengan menciptakan kebijakan terkait pengelolaan finansial yang adil, tepat sasaran, dan efisien. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa aspek finansial birokrat bukan hanya akan mempengaruhi performanya dalam memberikan pelayanan namun juga mempengaruhi keteguhan mereka dalam menjaga niat mulia mereka. 

Kebijakan dalam rangka menciptakan kebebasan finansial bagi birokrat hendaknya dilakukan bukan dalam rangka semata menjadikan birokrat kaya raya. 

Kebalikan dari itu, sebagai salah satu upaya untuk menjamin birokrat terlindungi dari ketimpangan pendapatan, kesejahteraan yang layak, tidak terlilit hutang, dan tidak tergoda melakukan penyelewengan anggaran negara.

2
0
Imam Baihaqi Lukman ◆ Active Writer

Analis kebijakan pada Lembaga Administrasi Negara (LAN-RI)

Imam Baihaqi Lukman ◆ Active Writer

Imam Baihaqi Lukman ◆ Active Writer

Author

Analis kebijakan pada Lembaga Administrasi Negara (LAN-RI)

3 Comments

  1. Avatar

    Ada gap ketimpangan TKD Pemda DKI dg Tunkin Kementerian Lembaga bak bumi dan langit, seyogyanya perlu di perhatikan yang notabene Kementerian dan Lembaga yang di Ibukota masa Tunkin kecil agak sedikit aneh seharusnya ada perbaikan dimana biaya hidup sekarang tinggi segera perbaiki UU keuangan Negara..segera bergegas wjar dan miris banyak KL yang kadang tersandung korupsi..semoga dengan ada perbaikan dan perubahan bisa merubah mental birokrat dengan tunjangan yang sama dengan Pemda Di Ibukota…atau segera revisi UU keuangan negara, kalau naik tunkin sudah naik berati …hukum aja seberat beratnya buat ASN yang nakal

    Reply
  2. Avatar

    kalau jadi ASN selama nya belum financial freedom murni (level 9), paling baru di level 5 . Kalau mau financial freedom murni harus berani keluar atau memang merencanakan resign, apalagi contoh dari pimpinan ASN yang bukan ASN pasti mencontohkan gaya hidup mewah dan permisivitas terhadap penyimpangan keuangan serta memaksakan untuk ASN yang berani menyimmpang menjadi atas ASN yang penakut. hehehe

    Reply
  3. Avatar

    Super sekali, terima kasih mas atas insightnya

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post