Apakah Anda tidak merasa asing dengan kata Regista? Bagi Anda pencinta bola khususnya kelahiran tahun 90-an pasti kenal betul dengan kata satu ini. Era tersebut merupakan masa jaya Serie A Italia dan tentu saja kata Regista sering dibahas di media mainstream kala itu.
Kata Regista sendiri dalam bahasa Italia mempunyai arti “yang mengarahkan”. Jadi, Regista adalah orang yang menentukan arah permainan. Dalam istilah lain, peran ini dikenal juga dengan sebutan Playmaker.
Perannya vital karena ia menjadi sosok penentu tempo permainan di kala menyerang maupun bertahan. Berposisi di antara para pemain bertahan dan menyerang menjadikan Regista sebagai penyeimbang di antara ide dan ideologi setiap hadirnya wajah baru dalam sebuah tim.
Tak jarang saat Regista bermain tanpa bola justru lebih berbahaya dibandingkan saat ia menyentuh bola. Terdengar aneh jika dideskripsikan tetapi memang begitu adanya.
Peran ini memang tidak terlalu banyak dielu-elukan karena Regista jarang muncul di halaman depan berita karena ia jarang mencetak gol layaknya striker. Regista bisa jadi bukan pemain yang terbaik, namun kehadirannya membuat pemain lain menjadi lebih baik.
Penampilannya memang jarang menunjukkan aksi spektakuler, tapi Regista selalu memberikan hasil sempurna untuk sebuah tim. Tanyakan saja pada publik.
Tentu saja mereka lebih mengenal mega bintang seperti sosok Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo ketimbang Sergio Busquest. Hanya saja kurangnya pengakuan terhadap kemampuannya itu memang akan selalu menjadi misteri yang belum terpecahkan.
Analogi Regista dan KASN
Eksistensi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) layaknya peran Regista dari pembahasan di atas. Penting, namun kerap dipandang sebelah mata.
Tidak banyak masyarakat yang tahu bahwa KASN memiliki visi yang penting yakni mendukung visi presiden melalui terwujudnya ASN kelas dunia. Memastikan ideologi yang dipegang dari pucuk pimpinan ke bawahan tetap seragam, dan bersama mengangkat kompetensi ASN ke level yang lebih baik.
UU ASN Nomor 5 yang disahkan pada 15 Januari 2014 oleh presiden pada saat itu, menjadi cikal bakal lahirnya KASN. Komisi ini kokoh berdiri sebagai lembaga nonstruktural yang mandiri dan terlepas dari gonjang-ganjing politik.
Tentu saja netralitas adalah harga mati.
Netralitas ini bertujuan untuk melindungi keberpihakan guna menciptakan pegawai ASN ‒meliputi PNS, PPPK, dan anggota TNI/Polri yang ditugaskan dalam jabatan ASN‒yang profesional, berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa.
Layaknya Regista, eksistensi KASN diharapkan dapat membuat ASN menjadi lebih baik. KASN juga menjadi mata elang atau cctv yang memperhatikan tindak tanduk ASN untuk:
- menjaga netralitas pegawai ASN;
- mengawasi pembinaan profesi ASN; dan
- melaporkan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan manajemen ASN.
Dengan tugas tersebut, KASN diharapkan dapat mengubah stigma publik akan ASN yang kerap dibilang terlalu santai alias kebanyakan “leyeh-leyeh”. Jika tugas ini dapat berjalan dengan baik, sudah barang pasti ASN dapat berkonsentrasi terhadap tugas dan fungsi mereka dalam melayani masyarakat.
Tantangan Optimalisasi Tata Kelola ASN
Membaca media online, sekurang-kurangnya ada dua faktor menurut hemat penulis perihal tantangan tata kelola ASN yang masih belum optimal hingga saat ini.
Pertama, masih suburnya praktik korupsi dalam pelayanan publik membuat KASN harus turut hadir dalam mendorong reformasi birokrasi.
Pemangkasan struktural menjadi fungsional menjadi langkah meyakinkan namun kembali lagi KASN perlu hadir guna memastikan perubahan mental dengan gaya bekerja yang baru ini dapat berjalan dengan mulus.
Jujur saja, gebrakan awal tersebut membuat beberapa oknum masih tidak terima kehilangan jabatan sebelumnya; terlebih bagi mereka yang berkurang take home pay-nya. Jika pengawasan berjalan bersinergi, praktik rasuah bisa dihindari.
Kedua, yaitu adanya gap kompetensi antara kebutuhan dan ketersediaan ASN yang mumpuni dalam menduduki posisi strategis dalam birokrasi juga masih menjadi batu sandungan.
Maka dari itu, pengawasan guna memosisikan orang yang tepat di tempat yang tepat menjadi penting guna mengoptimalkan kinerja. Menurut Ketua KASN, Agus Pramusinto, masalah tersebut bisa diatasi dengan penerapan sistem merit yang baik di seluruh instansi pemerintah.
Merit System dan Kesenjangan SDM
KASN sebagai The Guardian of Merit System sendiri tercatat telah melaksanakan penilaian penerapan sistem merit di 460 instansi pemerintah hingga penghujung tahun 2022.
Walhasil, sebanyak 217 instansi pemerintah (47,3%) masuk ke dalam nilai sistem merit kategori baik ke atas. Hasil yang cukup namun publik yakin harusnya angka ini bisa lebih tinggi lagi.
Belum optimalnya penerapan dari aspek promosi dan mutasi disebabkan oleh belum tersusunnya kebijakan internal terkait pola karir dan kebijakan terkait promosi dan mutasi di instansi pemerintah.
Promosi dan mutasi ini selalu menjadi perbincangan yang seksi karena tak pernah lepas dari unsur subjektivitas. Jangan banyak bicara birokrasi berkelas dunia jika sistem meritokasinya masih amburadul.
Kesenjangan atau gap antarsumber daya manusia ini memang tak dapat terelakkan. Bahkan kasus ini seolah tak lekang oleh waktu. Jika dilakukan pendekatan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antarprovinsi yang dirilis oleh BPS maka asumsi di atas menjadi semakin benar adanya.
Pada tahun 2021 IPM tertinggi adalah DKI Jakarta dengan nilai 81,11 dan Papua duduk di posisi buncit dengan nilai 60,62. Ada selisih nilai mencapai 20 poin.
Setali tiga uang di tahun berikutnya, DKI Jakarta masih bertengger di posisi pertama dengan nilai IPM 81,65 dan Papua masih di cerita yang sama, duduk paling akhir dengan nilai IPM 61,39. Lagi-lagi gap 20 poin masih menganga di tahun 2022 kemarin.
Eksistensi KASN: Sebuah Komitmen
Memastikan hal yang rumit berjalan baik-baik saja bukanlah perkara mudah. Terlebih jika terlihat sederhana dan acap kali dipandang sebelah mata alias underrated.
Berdasarkan data BKN per 30 Juni 2022, jumlah ASN Indonesia mencapai lebih dari 4,34 juta jiwa. Manajemen manusia sebanyak itu diperlukan seni tersendiri. Lagi-lagi ini menjadi tantangan tersendiri bagi KASN sang penjaga marwah sistem merit.
Eksistensi tak melulu soal seberapa lama ia telah berdiri melainkan seberapa besar ia memberikan dampak perubahan. Menjaga nama baik jutaan ASN di Indonesia membutuhkan nyali besar agar tidak bergesekan terlalu dalam dengan intervensi politik apalagi di daerah.
Di usia KASN yang masih terbilang ranum untuk sebuah instansi, KASN tetap harus berkomitmen untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan maksimal. Padanya para ASN berharap akan transparansi, berjalannya pengembangan profesi, hingga sistem merit yang tertata rapi.
Long Live The Guardian of Merit System.
0 Comments