Ivermectin dan Penerapan Manajemen Risiko dalam Penanganan Pandemi Covid-19

by Dedhi Suharto ◆ Professional Writer | Jul 2, 2021 | Birokrasi Melayani | 1 comment

Indonesia kembali mengalami darurat Covid-19. Memang, sejak 20 Mei 2021 kasus harian Covid-19 naik kembali, setelah sebelumnya pernah landai hingga  2.633 pada 14 Mei 2021. Nyatanya, kasus harian Covid-19 terus naik melewati puncak yang sebelumnya pada 25 Juni 2021 sebesar 15.657 kasus, kemudian menembus angka 24.836 kasus pada 1 Juli 2021.

Oleh karena itu, bisa dipahami mengapa Indonesia menarik rem darurat dengan menerapkan PPKM Darurat untuk pulau Jawa dan Bali mulai 3 Juli sampai dengan 20 Juli 2021. Ini adalah bentuk penerapan manajemen risiko berupa mitigasi agar tidak semakin banyak masyarakat yang tertular.

Mitigasi Risiko

Dalam konteks manajemen risiko, terdapat dua komponen risiko yang perlu diperhatikan. Komponen pertama adalah kemungkinan atau frekuensi terjadinya suatu risiko. Komponen kedua adalah dampak atau konsekuensi terjadinya suatu risiko.

Terhadap kedua komponen tersebut perlu dimitigasi dengan jenis mitigasi yang berbeda. Untuk komponen kemungkinan, mitigasi risiko yang dapat diterapkan adalah dengan mengurangi terjadinya suatu risiko. Untuk komponen dampak, mitigasi risiko yang dapat diterapkan adalah menurunkan dampak bila suatu risiko benar-benar terjadi.

Maka, PPKM Darurat diberlakukan agar kemungkinan terpapar Covid-19-nya berkurang. Dengan demikian, diharapkan kurva jumlah yang terpapar Covid-19 menjadi melandai, tidak berada pada angka di atas 10.000-an.

Sebab, ambang nilai ini sangat menyulitkan garda terdepan (puskesmas dan rumah sakit) dalam memberikan pelayanan karena membludaknya pasien.

Apakah cukup mitigasi risiko terkait kemungkinan terpaparnya Covid-19 tersebut? Bagaimana dengan mitigasi risiko terkait dampak kematian pasien Covid-19?

Risiko Dampak Kematian Pasien Covid-19 Berat

Tren kematian pasien Covid-19 sejalan dengan tren kasus harian Covid-19. Sebelum 14 Mei 2021, kematian pasien Covid-19 berada di bawah angka 200 kematian setiap harinya. Akan tetapi, tren kematian pasien Covid-19 saat ini cenderung naik hingga menembus angka 500 kematian perhari pada 1 Juli 2021.

Hal itu menunjukkan bahwa tren dampak Covid-19 perlu mendapat perhatian serius. Apalagi, dampak paling fatal dari Covid-19 berupa hilangnya nyawa yang sangat berharga bagi kita semua.

Untuk mitigasi risiko dampak kematian akibat Covid-19, mau tidak mau harus ada tindakan medis yang diperlukan. Salah satunya berupa pemberian oksigen karena pasien Covid-19 yang bergejala berat membutuhkan bantuan oksigen.

Saya pun pernah mengalami Covid-19 di tahun 2020 dan mendapatkan bantuan oksigen. Setelah itu, saya mendapat tindakan medis berupa kamar isolasi bertekanan negatif yang hanya dimiliki oleh rumah sakit-rumah sakit tertentu. Kamar isolasi bertekanan negatif biasanya ada di rumah sakit-rumah sakit paru.

Dalam keadaan normal di mana jumlah pasien Covid-19 berat yang perlu perawatan tidak terlalu banyak, tentu kebutuhan oksigen bisa ditangani dengan baik. Demikian juga kebutuhan kamar isolasi bertekanan negatif bisa terpenuhi. Itu pun belum tentu semua bisa tertolong.

Adanya kematian hingga 100-an lebih menunjukkan bahwa selain faktor dukungan oksigen dan kamar bertekanan negatif, terdapat juga faktor daya tahan si pasien yang biasanya lemah.

Situasi Krisis: Antrian Mengular di RS

Saya termasuk yang beruntung diberi daya tahan di atas rata-rata karena meskipun saturasi drop hingga 64 bahkan 55,8 namun tetap bisa selamat dan menulis artikel ini. Akan tetapi, banyak sekali pasien lain yang harus meninggal ketika saturasi drop pada angka 70-an saja.

Dalam keadaan kasus harian Covid-19 rendah pun seperti itu, lalu bagaimana dalam keadaan lonjakan pasien hingga mendekati 25 ribuan kasus seperti sekarang ini?

Tentu jumlah pasien Covid-19 berat yang perlu perawatan semakin banyak, kebutuhan oksigen semakin banyak, dan kebutuhan kamar isolasi bertekanan negatif semakin banyak.

Mengularnya antrian di halaman-halaman parkir rumah sakit menunjukkan krisis penanganan Covid-19 berat. Beberapa laporan relawan yang disiarkan salah satu stasiun televisi menunjukkan bahwa terdapat pasien Covid-19 berat yang meninggal di halaman parkir rumah sakit (di dalam mobil ambulans) karena belum sempat tertangani.

Hal itu dapat dimengerti karena berdasarkan saturasi yang sempat ditunjukkan melalui video, saturasinya sudah drop di angka 35. Mengularnya antrian di halaman-halaman parkir rumah sakit juga memperburuk kondisi pasien Covid-19 berat.

Salah satu pasien yang saya kenal mengalami antrian yang cukup lama. Ketika kemudian berkesempatan ditangani rumah sakit dengan tindakan-tindakan medis, yang bersangkutan akhirnya meninggal.

Kemungkinan perburukan kondisi terjadi pada saat menunggu penanganan rumah sakit karena antrian yang panjang. Meskipun demikian, tentu kita memaklumi kapasitas rumah sakit dalam menangani pasien Covid-19 berat ketika terjadi lonjakan pasien Covid-19 berat seperti saat ini.

Mitigasi Risiko Dampak

Risiko dampak kematian pasien Covid-19 berat tidak cukup hanya diatasi dengan penyediaan oksigen dan kamar-kamar bertekanan negatif yang diperlukan untuk penyembuhannya.

Penyediaan oksigen mungkin bisa diatasi dengan manajemen penyediaan dan pendistribusian oksigen yang dikawal benar-benar oleh pihak yang berwenang dalam penyediaan dan pendistribusian oksigen, mulai dari hulunya hingga sampai tersedia di rumah-rumah sakit.

Namun, penyediaan kamar-kamar bertekanan negatif tidaklah mudah. Satu kamar bertekanan negatif memerlukan biaya yang besar, tidak seperti kamar-kamar rumah sakit biasa.

Penyediaan kamar-kamar dengan tenda di halaman-halaman parkir rumah sakit menunjukkan bahwa kamar yang disediakan adalah kamar biasa dan bukan kamar bertekanan negatif.

Kamar seperti itu tidak menjadi faktor pendorong kesembuhan untuk pasien Covid-19 berat. Kamar seperti itu dapat digunakan untuk kesembuhan pasien Covid-19 non berat (Covid-19 ringan ataupun Covid-19 sedang).

Oleh karena itu, penyediaan kamar-kamar pada tenda-tenda yang didirikan di halaman-halaman parkir bukanlah mitigasi risiko dampak pasien Covid-19 berat.

Jadi, dalam analisis saya diperlukan mitigasi risiko dampak Covid-19 berat yang lain, khususnya dalam masa PPKM Darurat. Ivermectin yang diperkenalkan di Indonesia oleh Menneg BUMN Erick Thohir menjadi pilihan.

Mengenal Ivermectin

Ivermectin memang lebih dikenal sebagai obat penyakit cacingan, sehingga terdapat pro dan kontra pendapat terkait penggunaan Ivermectin untuk mengobati pasien Covid-19.

Dalam suatu webinar, dr. Sugeng Ibrahim M, Biomed (AAM) pada 26 juni 2021 menyatakan bahwa Ivermectin dapat menghambat replikasi virus Covid-19. Namun, Ivermectin tidak efektif mencegah risiko kematian. Menurutnya, kematian biasanya diakibatkan oleh badai sitokin.

Sebagai orang yang pernah terkena badai sitokin, saya dapat mengajukan pertanyaan, ”Bukankah badai sitokin disebabkan karena keberadaan virus, sehingga hambatan replikasi virus Covid-19 juga mencegah kemungkinan terjadinya badai sitokin? Kalau benar seperti itu, bukankan itu secara tidak langsung mencegah memburuknya kondisi pasien, yang berarti mencegah kematian karena badai sitokin?”

Terus terang saya jadi tertarik mendalami ivermectin ini sebagaimana saya dulu pernah mendalami fenomena happy hypoxia dan badai sitokin. Saya kemudian menemukan kegunaan ivermectin untuk mengobati Covid-19 di jurnal American Journal of Theurapetic (June 17, 2021).

Tulisan itu berjudul “Ivermectin for Prevention and Treatment of COVID-19 Infection: A Systematic Review, Meta-analysis, and Trial Sequential Analysis to Inform Clinical Guidelines”.

Jurnal tersebut melaporkan penelitian berdasarkan bibliographic databases hingga 25 April 2021 yang menyimpulkan bahwa: bukti dengan kepastian sedang menemukan bahwa pengurangan besar dalam kematian COVID-19 dimungkinkan dengan menggunakan ivermectin.

Jurnal tersebut menyimpulkan penggunaan ivermectin di awal perjalanan klinis dapat mengurangi angka yang berkembang menjadi penyakit parah. Keamanan yang nyata dan biaya rendah menunjukkan bahwa ivermectin kemungkinan memiliki dampak signifikan pada pandemi SARS-CoV-2 secara global.

Epilog: Pertimbangkan Ivermectin sebagai Mitigasi

Terhadap risiko dampak Covid-19 berat berupa kematian perlu dilakukan mitigasi tambahan, terutama dalam kondisi PPKM Darurat. Berkaitan dengan hal ini, keberadaan ivermectin berpeluang menjadi mitigasi pemburukan keadaan pasien Covid-19 berat sebelum mendapat tindakan medis yang lebih sempurna, seperti isolasi kamar bertekanan negatif.

Oleh karena itu, pemberian ivermectin memberi kesempatan kepada pasien Covid-19 berat untuk tidak mengalami pemburukan yang disebabkan replikasi virus karena ivermectin diakui mencegah replikasi virus oleh pakar kedokteran.

Selain itu, ivermectin diakui memberikan pengurangan besar kematian Covid-19 (berdasarkan bukti dengan kepastian sedang/moderatecertainty evidence).

Dengan pemikiran di atas, sebagai seseorang yang menggeluti manajemen risiko, menurut saya kehadiran ivermectin ini bisa menjadi mitigasi darurat dalam keadaan PPKM Darurat ini.

Saya berharap otoritas kesehatan (Kementerian Kesehatan dan BPOM) dapat mempertimbangkan saran saya ini. Bagaimanapun juga, ivermectin adalah obat keras yang perlu mendapatkan izin dari otoritas kesehatan untuk penggunaannya.

Yang pasti, penggunaan ivermectin pun tidak boleh sembarangan. Oleh karena itu, izin penggunaan ivermectin dari otoritas kesehatan serta arahan penggunaannya dibutuhkan oleh pasien Covid-19 berat, untuk menghindari kematian akibat virus tersebut.


3
0
Dedhi Suharto ◆ Professional Writer

Inspektur pada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan yang fokus pada internal control dan risk management serta memiliki hobi menulis novel.

Dedhi Suharto ◆ Professional Writer

Dedhi Suharto ◆ Professional Writer

Author

Inspektur pada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan yang fokus pada internal control dan risk management serta memiliki hobi menulis novel.

1 Comment

  1. Avatar

    Terima kasih kepada Author, ini tulisan yang mampu memambah wawasan terhadap informasi yang beredar dan tentunya meningkatkan kesadaran untuk bersama melakukan mitigasi penularan Covid 19 melalui kolaborasi antar pihak. Sukses terus dan salam sehat selalu Buat Penulis serta rekan-rekan ASN semua

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post