Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mencanangkan transformasi kesehatan yang mencakup 6 (enam) pilar, yakni:
- transformasi layanan primer,
- transformasi layanan rujukan,
- transformasi sistem ketahanan kesehatan,
- transformasi sistem pembiayaan kesehatan,
- transformasi sumber daya kesehatan, dan
- transformasi teknologi kesehatan.
Hal tersebut sejalan dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mana pembentukannya merupakan upaya pembenahan regulasi di bidang kesehatan agar tidak tumpang tindih dan tidak saling bertentangan, sehingga mampu menjadi pondasi regulasi dalam transformasi kesehatan.
Transformasi kesehatan juga diperlukan dalam mengatasi permasalahan dan gangguan kesehatan pada masyarakat yang berdampak pada penurunan produktivitas dan kerugian negara dalam jangka panjang. Transformasi kesehatan juga penting dalam mencapai peningkatan derajat kesehatan.
Sebagai langkah cepat pelaksanaan UU tersebut, Kemenkes telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/2015/2023 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer atau yang lebih dikenal dengan integrasi layanan primer (ILP).
Di antara Pendahuluan dan Penutup, Kepmen tentang ILP ini terdiri dari 9 (Sembilan) Bab, yaitu:
- Penyelenggaraan Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer (ILP),
- Klaster Manajemen,
- Klaster Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak,
- Klaster Pelayanan Kesehatan Usia Dewasa dan Lanjut Usia,
- Klaster Penanggulangan Penyakit Menular,
- Lintas Klaster,
- Integrasi Pelayanan Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Lain,
- Peran Lintas Sektor, dan
- Pencatatan dan Pelaporan, dan
Kebijakan ILP tersebut merupakan kebijakan yang dibuat dengan kurang atau bahkan tanpa mempertimbangkan regulasi yang ada, regulasi yang lebih tinggi dan kaidah koordinasi lintas sektor.
Yang terlupakan ialah bahwa suatu keputusan menteri tidak akan bisa mengubah peraturan menteri sebagai regulasi yang lebih tinggi dan atau mengatur kementerian lain.
Suatu keputusan menteri selaku pimpinan, akan mengatur secara singkat atau dalam waktu tertentu terkait dengan teknis pelaksanaan internal organisasi tersebut atau organisasi vertikal di bawahnya.
Keputusan pimpinan organisasi tertentu tidak patut (tidak dapat) mengatur organisasi lain, apapun yang diharapkan dari organisasi lain tersebut. Bagaimana dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/2015/2023 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer?
Struktur Puskesmas Tidak Bisa Diubah
Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/2015/2023 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer mengatur tentang integrasi pelayanan kesehatan primer di Puskesmas, yang cara kerjanya dengan mengoordinasikan pelayanan kesehatan primer berdasarkan siklus hidup dan tidak lagi berdasarkan program.
Selanjutnya, Kepala Puskesmas menetapkan pembagian seluruh petugas Puskesmas ke dalam klaster-klaster dan menetapkan struktur organisasi Puskesmas berdasarkan pembagian klaster, yaitu:
- Klaster 1 Manajemen,
- Klaster 2 Ibu dan Anak,
- Klaster 3 Usia Dewasa dan Lanjut Usia,
- Klaster 4 Penanggulangan Penyakit Menular dan
- Lintas Klaster
Struktur organisasi digambarkan sebagai berikut:
Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas. Permenkes tersebut mengatur tentang Organisasi Puskesmas yang paling sedikit terdiri dari:
- Kepala Puskesmas,
- Kepala Tata Usaha, dan
- Penanggung Jawab
Poin 3 antara lain:
- penanggung jawab upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan keperawatan kesehatan masyarakat,
- penanggung jawab upaya kesehatan perseorangan (UKP), kefarmasian, dan laboratorium,
- penanggung jawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring Puskesmas,
- penanggung jawab bangunan, prasarana, dan peralatan Puskesmas, dan
- penanggung jawab mutu.
Ketentuan lebih lanjut dari peraturan tersebut, sebagaimana lampirannya menyebutkan bahwa pola struktur organisasi Puskesmas terbagi menjadi 3 pola, yaitu perkotaan, perdesaan dan terpencil dan sangat terpencil.
Struktur di dalamnya sangat kental dengan program. Sebagai contoh Puskesmas Kawasan perkotaan mempunyai susunan organisasi di luar Kepala Puskesmas dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha adalah penanggung jawab.
Penanggung jawab tersebut membawahi program antara lain:
- penanggung jawab UKM dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat membawahi pelayanan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan keluarga yang bersifat UKM, pelayanan gizi yang bersifat UKM, pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan keperawatan kesehatan Masyarakat.
- penanggung jawab UKM Pengembangan, membawahi upaya pengembangan yang dilakukan Puskesmas, antara lain pelayanan kesehatan gigi Masyarakat, pelayanan kesehatan tradisional komplementer, pelayanan kesehatan olahraga, pelayanan kesehatan kerja, pelayanan kesehatan lainnya
- penanggung jawab UKP, kefarmasian, dan laboratorium membawahi beberapa kegiatan, seperti pelayanan pemeriksaan umum, pelayanan kesehatan gigi dan mulut, pelayanan kesehatan keluarga yang bersifat UKP, pelayanan gizi yang bersifat UKP, pelayanan gawat darurat, pelayanan persalinan, pelayanan kefarmasian, pelayanan laboratorium
- penanggung jawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring Puskesmas,
- penanggung jawab bangunan, prasarana, dan peralatan Puskesmas,
- penanggung jawab mutu
Struktur organisasi Puskesmas pola pedesaan dan terpencil dan sangat terpencil juga berbasis program, bukan klaster.
Melihat dari susunan penanggung jawab di dalam organisasi Puskesmas tersebut tampaklah bahwa struktur organisasi Puskesmas berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas berbasis program.
Tentunya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/2015/2023 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer pada poin struktur organisasi Puskesmas tidak sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas.
Berdasarkan kondisi tersebut, Puskesmas tidak bisa mengubah struktur organisasi Puskesmas sebelum Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas dicabut dan diganti dengan peraturan yang setara atau lebih tinggi dari peraturan menteri.
Kementerian Lain Tidak Bisa Diatur oleh Keputusan Menteri Tertentu
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/2015/2023 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer memuat Bab Peran Lintas Sektor.
Pada bab tersebut dinyatakan bahwa untuk menyukseskan program Transformasi Layanan Primer, Kemenkes membutuhkan kerja sama dari Kementerian/Lembaga dan lintas sektor lainnya, yaitu:
- Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,
- Kementerian Kesehatan,
- Kementerian Dalam Negeri,
- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
- Kementerian Keuangan,
- Bappenas,
- Kementerian Komunikasi dan Informatika,
- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan
- TP PKK
dengan kegiatan yang diharapkan dari masing-masing lintas sektor. Walaupun pada lampiran keputusan tersebut berbunyi membutuhkan kerja sama, tentunya kurang elok jika dituangkan di dalam keputusan menteri tertentu.
Idealnya, kebijakan tersebut berupa Keputusan Presiden, Instruksi Presiden. Peraturan Bersama, Peraturan Presiden atau bahkan Peraturan Pemerintah, mengingat substansi di dalamnya terkait dengan tugas pokok dan kewenangan kementerian atau organisasi lain.
Kebijakan ILP Perlu Pengkajian dan Perbaikan
Koreksi tersebut sebagai bagian dari pengkajian kebijakan ILP yang terlihat belum matang dan dipaksakan ada, sehingga perlu dilakukan perbaikan.
Sebagai sebuah kebijakan yang memerlukan peran serta lintas sektor semestinya tidak berupa keputusan atau peraturan menteri, minimal Peraturan Bersama. Bahkan jika perlu berupa Instruksi Presiden, Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah.
Untuk itu, selayaknya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/2015/2023 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer dicabut dan digantikan dengan regulasi atau kebijakan yang sesuai.
Selanjutnya, untuk pelibatan lintas sektor didukung dengan instruksi presiden atau regulasi yang lebih kuat lagi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk Struktur Organisasi Puskesmas, jika diharapkan dalam bentuk klaster, sudah seyogyanya ditetapkan Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas.
Hal lain yang tidak kalah penting
adalah pengkajian dan pertimbangan yang lebih mendalam
terhadap kebijakan Kementerian Kesehatan yang akan disusun terkait dengan regulasi yang
ada dan atau yang lebih tinggi agar tidak bertentangan.
Sumber daya dan kondisi geografis di lapangan juga harus diperhatikan. Sering kali penetapan suatu regulasi tidak mempertimbangkan keadaan di lapangan, terutama daerah terpencil dan sangat terpencil (baca: sulit dan sangat sulit).
Kondisi di atas meja tidak dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya yang ada di lapangan. Dampaknya, pelaksanaan kebijakan di lapangan hanya sekadarnya saja, tanpa berorientasi hasil.
Untuk itu, pengkajian lebih detail, terutama perbandingan antara daerah perkotaan, perdesaan, terpencil dan sangat terpencil, sebelum menetapkan suatu regulasi sangatlah penting.
Selama orientasi kebijakan adalah proses, maka selama itu pula orientasi pelaksana di lapangan yang penting ada dan sudah dilaksanakan.
Praktisi kesehatan dan pemerhati masalah sosial kemasyarakatan berdomisili di Sampit,
Kalimantan Tengah.
Iya betul, saya sebagai pegawai puskesmas manut manut saja tiap ada perubahan kebijakan, hampir 5 tahun sekali selalu berubah,
Kemarin habis akreditasi 5 BAB ada UKP UkM nya, sekarang berubah lagi konsep ILP yang menurut saya lebih cocok untuk puskesmas pedesaan yang memang jauh dari fasilitas kesehatan, sehingga pustu dan posyandunya benar2 berjalan sesuai konsep tersebut
Kalau di daerah perkotaan yang hampir tiap desanya ada dokter praktik, klinik bahkan rumah sakit, masyarakatnya sudah pada pintar2, ke posyandu jarang, ke pustu juga tidak mau, hehe