Imajinasi Seorang Birokrat Muda tentang Ibukota Negara Baru

by Faqih A. Al Haq ♥ Associate Writer | Nov 4, 2019 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

Pro dan kontra selalu hadir sebagai respon dari sebuah rencana.
Pindah ibukota negara, di luar Pulau Jawa, adalah sebuah mega-rencana yang kadung menjadi pembicaraan hangat. Pembicaraan itu tidak hanya oleh masyarakat umum, kalangan pebisnis, akademisi, tapi juga oleh aparatur penyelenggara negara, birokrat itu sendiri.

 

Di antara berbagai argumentasi pro dan kontra yang ada di masyarakat umum, hampir semuanya terfokus pada hal-hal materiil dan jangka pendek. Pembahasannya tidak jauh dari perhitungan keuangan, pembangunan fasilitas, dan infrastruktur.

Hal tersebut sebenarnya wajar saja, sebab kesan yang ditampilkan oleh program kerja pemerintah selama ini memang erat kaitannya dengan hal-hal yang bersifat pembangunan fisik. Seperti infrastruktur perhubungan, hub-transportasi, kawasan industri, agro, dan teknologi.

Tidak banyak masyarakat yang menangkap dan memahami pesan dari Presiden Joko Widodo tentang fokus program kerja pemerintah yang beralih ke pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di periode kedua kepemimpinannya.

Strategi pembangunan SDM pun tidak selalu dapat diterjemahkan hanya dalam program penyediaan beasiswa, pembangunan gedung, peningkatan gaji guru, dan sertifikasi pendidik. Yang lagi-lagi, semua yang tersebut di atas adalah tentang hal-hal materiil atau menyangkut keuangan.

Sedangkan di sisi lain, Presiden mungkin melihat bahwa pembangunan SDM dapat dimaknai pula sebagai akselerasi reformasi birokrasi, dengan harapan mampu meningkatkan kualitas aparatur negara. Sebab, kualitas SDM yang ada di sebuah negara, sedikit banyak dapat dilihat dari kualitas aparaturnya.

Menurut saya, Presiden jeli betul melihat kesempatan ini. Di balik pemindahan ibukota negara, ada bonus kesempatan yang bagus mewujudkan wajah Indonesia yang baru dan segar. Tidak hanya fisik, tapi juga jiwa-jiwanya.

Sikap Beragam

“Nanti saat ibukota negara pindah”, kata Menteri PPN/Bappenas, “1 juta pegawai negeri sipil (PNS) di tingkat kementerian harus ikut pindah. Ruhnya pemerintah harus mengikuti tubuhnya yang pindah”.

Namun di sisi lain, tidak ada yang tahu pasti sikap seluruh PNS tersebut. Pemerintah pun sepertinya tidak akan ambil jajak pendapat. Sebagai aparatur, perintah adalah komando. Bagaimana menyikapinya, akan membawa konsekuensi sendiri-sendiri.

Yang menarik adalah mengamati opini yang mengemuka dan menganalisis kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada proses mutasi PNS dalam pemindahan ibukota negara. Karena sikap aparatur tidak mungkin akan seragam dan serupa, mengingat demografi aparatur yang juga beragam.

Saya meyakini tidak sedikit yang memilih untuk tetap berada di Jawa. Terutama PNS yang berasal dari generasi babyboomers dan generasi X. Yang saat ini sedang mengemban tugas sebagai pejabat eselon, yang sudah mapan keluarga, pengalaman, dan juga tabungan atau malah investasinya.

Harapan Baru

Presiden mungkin melihat ini sebagai potensi untuk melakukan sebuah lompatan besar dalam program reformasi birokrasi. Terlebih saat ini sudah mulai banyak PNS yang berasal dari generasi milenial (Y). Bahkan, di penerimaan CPNS 2018 terakhir, peserta termuda berasal dari generasi Z yang lahir di tahun 2000.

Lompatan besar ini akan merubah total jiwa pemerintahan. Ruh baru ini akan merevolusi cara berfikir kolektif aparatur negara. Terutama dalam hal perumusan kebijakan, perencanaan pembangunan, dan cara pandang mengenai masa depan.

Semangat borderless, no-delay, holistik, imajinatif, dan juga transparan menjadi semangat baru ini dibawa oleh generasi kini, yang (semoga) belum terpengaruh budaya-budaya generasi sebelumnya di tempat kerja.

Dalam bayangan saya, ibukota negara baru dengan semangat baru. Kondisinya nol sama nol alias tidak ada beban dan dendam masa lalu, seperti yang pernah dikatakan oleh Presiden.

Di ibukota negara yang baru itu, ide-ide brilian kebijakan diproduksi dari collective minds yang segar, tidak lagi dengan menjiplak dan memodifikasi ide masa lalu.

Di Ibukota negara yang baru itu, tidak ada lagi sekat sektoral. Jiwa anak-anak muda tidak bisa dipenjara dengan prestise lembaga. Bahkan mungkin, tidak ada lagi gedung-gedung besar yang berpagar tinggi. PNS dari lintas Kementerian bekerja dan melakukan rapat di co-working space.

Hal tersebut memang berat dan tidak terbayangkan sebelumnya. Tapi, di situlah kekuatan generasi baru. Imajinasi liar yang tidak terbatas yang diliputi oleh optimisme mengenai masa depan bangsa.

Epilog

Saat ini, Kementerian PPN/Bappenas sedang menyiapkan rencana pemindahan ibukota negara tersebut, baik model pembangunan, skema pembiayaan, dan proses pemindahannya. Harapannya, PNS/birokrat dari generasi baru agar bisa mempersiapkan diri dan mengantisipasi kemungkinan pemindahan ibukota negara tersebut.

Karena yang lebih rumit dan lebih berat dari membangun taman kota, mendirikan gedung-gedung pencakar langit, dan memindahkan ibukota negara (fisiknya) adalah mengelola manusia (jiwanya). Seperti halnya yang dimaksud dalam lirik lagu kebangsaan kita, ‘Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya, Untuk Indonesia Raya’.

 

 

4
0
Faqih A. Al Haq ♥ Associate Writer

Analis Perekonomian Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Pernah bekerja sebagai konsultan di bidang kajian ekonomi daerah, penyediaan infrastruktur, dan kependudukan.

Faqih A. Al Haq ♥ Associate Writer

Faqih A. Al Haq ♥ Associate Writer

Author

Analis Perekonomian Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Pernah bekerja sebagai konsultan di bidang kajian ekonomi daerah, penyediaan infrastruktur, dan kependudukan.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post