Flexible Working Arrangements (FWA) Pasca Pandemi COVID-19: Mewujudkan Kolaborasi #BanggaMelayaniBangsa

by Agus Setiyo Utomo ◆ Active Writer | Dec 3, 2021 | Birokrasi Efektif-Efisien | 0 comments

Kebijakan WFH (work from home) sebagai dampak dari pandemi Covid-19, merupakan sesuatu yang baru bagi banyak pekerja khususnya bagi Aparatur Sipil Negara. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Negara Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 j.o Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS belum mengatur tentang kebijakan bekerja dari rumah.

Namun, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Pasal 4 huruf f menyebutkan bahwa PNS wajib masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja, kemudian di pasal 6 disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban PNS Masuk Kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f diatur dalam Peraturan Menteri.

Hal inilah yang kemudian dapat menjadi dasar bahwa mekanisme pelaksanaan pola kerja yang fleksibel dan tidak mengharuskan bekerja dari kantor (work from office), dapat dilaksanakan.

WFH: Penerapan dari FWA

Work From Home sejatinya merupakan salah satu praktik penerapan dari flexible working arrangement (FWA) pada era kerja modern saat ini. Selby dan Wilson dalam Flexible Working Handbook (2003) berpendapat bahwa fleksibilitas tempat kerja didefinisikan sebagai pengaturan jam kerja fleksibel (*flexible working arrangement/*FWA) yang merupakan salah satu spektrum struktur kerja yang mengubah waktu kerja atau tempat kerja dilakukan secara teratur.

Pengaturan jam kerja fleksibel mengubah waktu dan tempat kerja dilakukan secara regular dengan cara dapat dikelola dan dapat diprediksi oleh organisasi ataupun pihak pegawai. Fleksibilitas dalam hal jam kerja mencakup jadwal kerja alternatif, misalnya waktu kerja yang fleksibel dengan jadwal yang diinginkan.

Fleksibilitas dalam jumlah jam kerja termasuk kerja paruh waktu dan pembagian kerja, sedangkan fleksibilitas dalam hal tempat kerja ini termasuk pekerjaan dari rumah atau dari lokasi yang jauh dari tempat kerja.

Pola kerja yang fleksibel dan tidak mengharuskan pergi ke berkantor ataupun ke kantor yang sama setiap hari tersebut diharapkan menjadi salah satu faktor pendorong yang mampu mendekatkan para ASN sebagai pelayan publik kepada masyarakat. Di sisi lain, keluhan pegawai saat WFH juga kerap hadir, di antaranya rasa bosan dan peran ganda yang harus dilakukan ketika berada di rumah.

Meski demikian, survei yang dirilis Civil Service Worlds medio Januari 2021 lalu mengungkap bahwa 97% pegawai negeri di Inggris memilih untuk tetap bisa WFH pasca-COVID dengan persentase 32% memilih bekerja dari rumah selama 3 (tiga) hari seminggu, 20% memilih bekerja selama 2 (dua) hari seminggu dan hanya 9% yang mengatakan ingin satu hari dalam seminggu bekerja dari rumah.

Perkembangan FWA pada Institusi Pemerintahan

Pandemi COVID-19 ini menjadi stimulus  berbagai percepatan dan penyesuaian tentang bagaimana bagaimana para pegawai ASN bekerja dari rumah.  Surat Edaran No. 19 tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja ASN dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19, menjadi sebuah penanda terakselerasinya sistem kerja PNS yang fleksibel.

Sistem layanan berbasis Teknologi Informasi (TI) telah banyak digunakan dalam pemerintahan untuk memberikan layanan publik, seperti rekrutmen Calon Pegawai Aparatur Sipil Negara (CASN) online, pelayanan perdagangan online, pembuatan paspor online, dan lain sebagainya.

Sebenarnya, wacana ASN bekerja dengan fleksibel sebelum Pandemi COVID-19 ini sudah dibahas seperti pada Juli 2019. Wacana pemerintah ini terkait Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bisa bekerja di rumah atau jam kerja fleksibel seperti halnya yang diterapkan di perusahaan rintisan (startup) teknologi masa kini.

Pada kesempatan lainnya, Chairman Center for Innovative Governance Universitas Indonesia (UI) yang juga guru besar Fakultas Ilmu Administrasi UI, Martani Huseini memandang rencana pemerintah menerapkan jam kerja yang fleksibel di lingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai hal positif.

Beliau menambahkan, di negara-negara maju sistem kerja saat ini diukur dengan produktivitas. Artinya, pekerjaan bisa dilakukan di manapun selama target tercapai.

Desember 2019 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) mengkaji program flexible working arrangement atau pengaturan kerja yang fleksibel bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dengan program ini, ASN dimungkinkan bekerja di luar kantor dan mendapatkan libur selain Sabtu dan Ahad. Kebijakan tersebut diklaim sebagai bagian dari implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2019 tentang Manajemen Kinerja ASN. Namun, fleksibilitas kerja masih terbatas bagi pegawai yang melaksanakan pelayanan publik secara langsung.

Kajian tersebut saat itu mendapat komentar negatif dari masyarakat karena dinilai PNS ‘ingin’ menambah hari libur meskipun pada dasarnya tidak sembarang ASN bisa mendapatkan keistimewaan ini. ASN pun harus memikirkan pembagian kerja dan lama waktu bekerja yang telah ditetapkan.

Hingga pada Maret 2020 saat Pandemi COVID-19 mewabah di dunia tak terkecuali Indonesia, penerapan bekerja fleksibel dari segi waktu dan tempat pada ASN terwujud melalui Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 19 Tahun 2020 tentang penyesuaian Sistem Kerja ASN dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19.

Rancang Bangun Kebijakan FWA bagi para ASN

Pengaturan WFH melalui surat edaran dinilai kurang mengikat secara hukum bagi ASN karena sifatnya hanya himbauan atau anjuran, bukan peraturan yang berlaku mengikat.

Sesuai ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Menteri apabila diperlukan berdasarkan kewenangannya dapat menetapkan Peraturan Menteri yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Hingga saat ini belum ada Peraturan Menteri PAN RB yang mengatur sistem kerja fleksibel.

Stimulus mengenai pengaturan sistem kerja ini diinisiasi oleh Kementerian Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 223/KMK.01/2020 tentang Implementasi Fleksibilitas Tempat Bekerja (Flexible Working Space) di Lingkungan Kementerian Keuangan.

Lokasi pelaksanaan FWS pada lingkungan Kementerian Keuangan meliputi bekerja di rumah, bekerja di kantor satelit, pada co-working space, dan lokasi lain yang memiliki sarana dan fasilitas penunjang pelaksanaan FWS sepanjang tidak membahayakan keamanan, kesehatan, keselamatan, dan mencemarkan nama baik pegawai dan organisasi.

Penerapan FWS di Kementerian Keuangan ini merupakan privilege, bukan hak setiap pegawai. Kebijakannya didasarkan pada beberapa hal yaitu:

  1. bagi pegawai-pegawai dengan prestasi paling rendah bernilai “baik”, tidak sedang dalam proses pemeriksaan pelanggaran disiplin, atau tidak sedang menjalani hukuman disiplin
  2. dapat bekerja secara mandiri, bertanggung jawab, berkomunikasi efektif dengan atasan, rekan kerja, dan pihak lain
  3. responsif terhadap instruksi penugasan.

Kriteria Penugasan untuk FWS di Kemenkeu

Kriteria pekerjaan yang menjadi prioritas untuk melaksanakan FWS yaitu yang memiliki tugas dan fungsi terkait perumusan kebijakan atau rekomendasi kebijakan, pekerjaan yang tidak berhubungan secara langsung/ tatap muka dengan pengguna layanan baik internal maupun eksternal Kementerian Keuangan dan/atau pekerjaan yang dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas daring (online).

Adapun dalam pengaturan kebijakan FWS Kementerian Keuangan secara teknis sudah mempersiapkan perangkat teknologi yang dapat menjadi penunjang pelaksanaan FWS seperti Office Automation (e-Kemenkeu) dan aplikasi pendukung lainnya.

Tidak mengherankan jika dengan konsep yang sudah mengatur hal-hal teknis, pengaturan FWS di lingkungan Kementerian Keuangan telah diakui sebagai salah satu best practice oleh Kementerian PAN RB.

Adapun pelaksanaan bekerja fleksibel di masa Pandemi COVID-19 di Kementerian Keuangan saat ini merupakan implementasi dari Kebijakan FWS melalui Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 223/KMK.01/2020 tentang Implementasi Fleksibilitas Tempat Bekerja (Flexible Working Space) di Lingkungan Kementerian Keuangan.

Dalam aturan tersebut, pada diktum ketujuh disebutkan bahwa dalam keadaan bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial atau keadaan tertentu lainnya, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya/Pimpinan Tinggi Pratama atau pimpinan setingkat pada Unit Organisasi Non-Eselon atau Kepala Satuan Kerja dapat menugasi sebagian/seluruh pegawai pada unit kerjanya untuk melaksanakan FWS.

Terinspirasi dari Finlandia

Kebijakan FWS di tingkat nasional terinspirasi dari negara Finlandia yang merupakan potret nyata bagaimana jam kerja diatur sangat fleksibel. Hasilnya adalah efisiensi, kualitas hidup meningkat, dan gaji tinggi untuk pekerja.

Orang Finlandia dalam sehari rata-rata menghabiskan waktu untuk bekerja yang digaji sekitar 229 menit atau sekitar 3,8 jam. Kondisi ini pun mendorong negara itu menerapkan jam kerja fleksibel. Dikutip dari detik.com, konsep kerja seperti itu telah berlangsung lebih dari dua dekade.

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Ekonomi Finlandia terbaru, terhitung mulai 2020 para pekerja tetap akan mendapat kebebasan untuk menentukan kapan dan dari mana mereka bekerja selama kurang lebih setengah jam kerja mereka.

Melalui aturan baru tersebut, dalam sepekan para pekerja diharapkan dapat bekerja selama total 40 jam. Total waktu bekerja itu pun dapat diselesaikan baik dari kantor, kedai kopi maupun di rumah sambil mengurus anak.

Di sektor pelayanan publik, salah satu faktor yang mendukung konsep jam kerja fleksibel adalah digital government yang berlaku. Negara Finlandia menempati ranking 4 dari 193 negara dalam survey  United Nations (UN) e-Government Survey 2020 atas pengembangan dan pelaksanaan e-government atau sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE).

WFH, FWA, dan SPBE

Di sisi lain, Indonesia mencetak skor 0.6612 di dalam grup High e-Government Development Index (EGDI) di UN e-Government Survey 2020 sehingga berhasil menempatkan Indonesia masuk 100 besar peringkat dunia di posisi 88 dari 193 negara. Pencapaian tersebut tidak lepas dari perwujudan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE.

Penerapan SPBE menjadi instrumen bagi pemerintah untuk melakukan inovasi pembangunan aparatur negara melalui penerapan SPBE yaitu penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan TIK. Kebijakan Work from Home (WFH) bagi pegawai ASN di instansi pemerintah ini telah mendorong penerapan SPBE secara lebih optimal.

Kebijakan WFH ini mendorong implementasi SPBE dalam hal administrasi perkantoran, komunikasi, dan pemanfaatan teknologi informasi lainnya menjadi lebih terasa bagi ASN di seluruh Indonesia. Dalam pelaksanaannya, kebijakan SPBE ini juga dilakukan monitoring dan evaluasi.

Evaluasi SPBE ini merupakan proses penilaian terhadap pelaksanaan SPBE di Instansi Pemerintah untuk menghasilkan suatu nilai Indeks SPBE yang menggambarkan tingkat kematangan (maturity level) dari pelaksanaan SPBE di Instansi Pemerintah.

Konklusi: Menerka FWS setelah Pandemi

Sebagai seorang ASN yang ikut merasakan penerapan kebijakan WFH saat ini, tentu memiliki pertanyaan apakah kebijakan WFH ini akan mengalami transformasi menjadi Flexible Work Arrangements baik pada instansi pusat maupun instansi daerah yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda.

Jika boleh bermimpi, kelak ASN dapat bekerja dari jarak jauh semisal sedang berada di sebuah tempat terpencil karena ada urusan tertentu, namun ada suatu hal pekerjaan mendesak yang perlu diselesaikan segera meskipun melalui online, ASN hanya perlu ‘menumpang’ bekerja di kantor balai desa/kantor kecamatan yang memiliki jaringan internet yang lebih memadai.

Penerapan FWS setelah Pandemi COVID-19 tidak berhenti dan tidak cukup hanya sampai pegawai bekerja tidak di kantor sebagaimana mestinya, tapi harus didukung dengan kesiapan digitalisasi pada SPBE.

Dalam perkembangannya sistem digital tata kelola internal seperti Sistem Kepegawaian, Digital Signature, sistem pengawasan, ataupun penilaian dan pelaporan kinerja sudah banyak digunakan oleh instansi pemerintah.

Di samping itu, Kementerian PAN RB setiap tahunnya juga melaksanakan monitoring dan evaluasi  yang menghasilkan tingkat maturitas SPBE pada instansi-instansi, yang kemudian dapat menjadi keputusan apakah suatu institusi dapat melaksanakan FWS dengan skema tertentu.

Di samping kesiapan SPBE juga diperlukan pengetahuan penting mengenai keamanan data. Sebagai contoh kecil jika kita menggunakan wifi public di bandara atau di tempat umum lainnya, apakah dapat membahayakan data individu ataupun institusi kita bekerja.

Epilog: FWS sebagai New Normal

Pada akhirnya, keberadaan COVID-19 memberikan banyak pelajaran baru. Kita dipaksa untuk berubah dan beradaptasi dengan cepat. Perubahan ini juga telah mendorong kita untuk melakukan suatu terobosan penting tentang cara kita bekerja ke depannya, yaitu dengan memberlakukan FWS sebagai New Normal setelah pandemi ini berakhir.

Perlu diingat,  FWS yang memungkinkan kita bekerja dari mana saja sejatinya bukanlah sesuatu yang bersifat hak, melainkan sebuah privilege yang diberikan agar kita dapat bekerja lebih produktif.

Referensi:

https://www.republika.co.id/berita/q1ypnw415/akan-dibuat-fleksibel-pns-bisa-bekerja-di-luar-kantor

https://ekbis.sindonews.com/berita/1428480/34/soal-fleksibilitas-jam-kerja-pns-guru-besar-ui-ingatkan-perlunya-standardisasi

https://doi.org/10.20473/tijab. V4.I1.2020.13-21

0
0

Seorang pegawai pemerintahan yang sedang belajar mengenai Manajemen SDM Aparatur. Tulisan merupakan opini pribadi dan tidak mewakili institusi penulis bekerja.

Agus Setiyo Utomo ◆ Active Writer

Agus Setiyo Utomo ◆ Active Writer

Author

Seorang pegawai pemerintahan yang sedang belajar mengenai Manajemen SDM Aparatur. Tulisan merupakan opini pribadi dan tidak mewakili institusi penulis bekerja.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post