Elegi Riang Penikmat Rapat

by HW ◆ Professional Writer | Jul 2, 2020 | Motivasi | 0 comments

…hanya menjadi penikmat itu bisa beneran nikmat
karena boleh hanya melihat asal nikmat,
kita pun juga boleh memilih untuk tak terlibat.
Menjadi penikmat itu nikmat, kalau (benar) tidak tahu dan tidak mampu,
karena hanya bisa melihat, tanpa terlibat…

Prolog

Hari ini saya berbunga-bunga, hatinya. Bahagia bersemburat bangga. Betapa tidak, pagi ini tidak biasanya saya mendapat undangan dari divisi strategis kantor yang mengurus segala macam hal penting di negeri ini. Bukan undangan fisik, maaf, Anda yang membaca tulisan ini tentunya telah berada di era kehidupan baru yang tidak senormal dulu.

Bukan juga melalui melalui segala macam alamat email, maaf, kantor kami telah melengkapi diri dengan hasil inovasi perkantoran digital yang terkini hasil dari inovasi teruji. Inovasi yang berhasil menghimpun hampir seluruh dokumen fisik, baik yang keluar atau masuk dari kantor kami, menjadi lembaran-lembaran digital yang tinggal klik lalu ‘go live’. Simpel, modern, dan hemat, serta berwawasan lingkungan.

Pun juga bukan undangan langsung sebenarnya. Karena hari ini, kebetulan atasan dari atasannya atasan saya, kebetulan sedang menghadiri rapat penting lainnya. Dengan demikian, undangan itu ‘jatuhlah’ ke laman elektonik saya, tiga empat lapis di bawah tujuan yang harusnya. Tapi apapun ‘sejarahnya’, tetap tidak mengurangi ‘keren’-nya undangan itu untuk saya, lhoh, asli!

Di tengah ‘kesibukan’ merekap dan menyusun(kan) surat di unit saya setiap hari, saya akhirnya dipercaya mewakili unit kerja saya di rapat se-strategis itu. Meskipun itu kondisi memaksa, walaupun saya tidak yakin mereka yang menunjuk saya merasa terpaksa.

Tetap keren! (mohon di baca dengan mengimajinasikan dalam rupa font ukuran 32, style bold, dan spasi center).

Menurut saya.

Menjadi Wakilnya Para Wakil yang Mewakili Perwakilan

Pada saatnya, saya sudah siap dengan berbagai materi yang diperlukan. Dari disposisi, saya mulai mencari dan mengemas berbagai informasi dan data yang kira-kira akan ditanyakan dari unit kerja kami, apa saja yang mungkin diperlukan sebagai bahan masukan rapat. Apa saja, meski tetap sebatas kemampuan saya. Langkah yang sedikit pintar, menurut pengalaman saya.

Eh, maaf, meski ada di dekat posisi terujung lajur rantai makanan, kalau dianalogikan dalam mata pelajaran biologi dulu, saya masih diberikan kemampuan melihat, mendengar, dan (sedikit) membaca untuk menyiapkan sedikit bahan bekal rapat nanti. Adalah meski hanya satu dua lembar kertas dari berkas yang tersisa di PC saya untuk bahan bacaan, dan kalau beruntung, bekal memberikan masukan. Entah strategis atau teknis, yang penting saya siap.

Iya, yang penting siap. Toh lembar disposisi yang saya lihat tadi pagi cukup luas untuk saya tafsirkan. Cukup ringkas dan padat, bahkan dari atasan atasannya atasan saya, hampir tak bertambah satu kata penjelas di kalimat instruksinya. Hanya dua kata, hadir dan wakili dengan tanda koma di antaranya dan tanda seru pada akhirnya.

Saya tak perlu bertanya lebih, saya kira itulah kelebihan beliau-beliau yang terbiasa berpikir dan bertindak strategis dan taktis. Kebiasaan yang diterapkan secara konsisten dalam kata-kata perintah. Terjemahnya, haruslah kita yang pintar mengartikan sebagai anggota yang (diharapkan) juga pintar. Sebagaimana dogma-dogma yang sering saya dengar dalam berbagai arahan dan rapat bersama.

Berani berinisiatif, penuh tindakan inovatif!

Jangan sering bertanya bagaimana menjalankannya, tapi berilah solusi untuk segera beraksi!

Kita aparatur yang harus peka terhadap dinamika masyarakat, tuntutan banyak,

harus lah cepat dan sigap!

Berpikir.

Dalam Putaran Rapat

Dan rapat di era kehidupan normal yang baru dimulai. Saling memandang layar instrumen teknologi, bersiap dengan baju rapi, dan mencoba bertahan dengan raut wajah yang tetap terjaga berkonsentrasi. Meski saya yakin, itu setengah mati.

Rapat dibuka oleh sejawat atasannya atasan saya dengan arahan pembuka yang bernas, tidak bertele-tele, dan memaparkan tujuannya dengan jelas. ‘Ini rapat penting!’ Itulah yang saya tangkap. Begitu pentingnya sehingga semua pihak, termasuk unit kerja saya, diundang untuk membahasnya.

Begitu pentingnya, sehingga layar PC saya harus digeser-geser dua atau tiga kali kalau berkeinginan melihat semua peserta yang hadir. Begitu pentingnya sehingga kami semua para peserta dikonfirmasi dan diberikan kunci masuk yang tentu tidak sembarang orang bisa memakainya sejenak sebelum rapat.

Setelah itu berbagai pemaparan pembuka disampaikan, tentang ini dan itu segala hal terkait pentingnya hal-hal penting yang dibahas dalam forum penting ini. Penting!

Sudah jelas ini rapat penting, yang syukurnya juga, saya telah berhasil membaca pesan tersebut ketika pertama kali membuka disposisi elektronik tadi pagi.

Satu putaran topik dilalui, tapi saya pikir ini belum bagian saya untuk turut berkontribusi. Meski saya paham tentang isunya, hasil dari mencuri dengar dan sedikit mendapatkan dari hasil pengarahan dalam rapat besar tempo hari. Namun demikian, dalam beberapa hal saya mempertimbangkan untuk tidak memberikan pendapat, meski beberapa kesempatan telah didapat.

Saya pikir itu bukan porsi saya, karena menyangkut pengambilan kebijakan yang bukan area saya. Sekali lagi, meski saya bisa, segala apa yang saya sampaikan mengatasnamakan unit kerja saya, nantinya akan membawa berbagai konsekuensi ke depannya. Dan itu pasti, di luar kewenangan saya.

Putaran kedua tak terasa sudah juga dilewati dan tentunya saya sangat nikmati. Perspektif-perspektif baru yang disampaikan para peserta rapat, seolah mengkonfirmasi beberapa pemikiran tentang bagaimana sebaiknya pelaksanaan topik penting dan strategis ini dijalankan.

Koordinasi lintas kewenangan, komunikasi intensif, dan rajutan-rajutan prosedur yang mendukung kebijakan, seolah menyadarkan saya betapa kecilnya kontribusi unit kerja saya selama ini. Pun juga kesadaran berbagai potensi upaya yang dapat dilaksanakan oleh unit kerja saya. Ini penting dan semakin penting!

Tapi saya harus merelakan beberapa kesempatan untuk berkontribusi, sekali lagi. Bukan soal dampak, namun kali ini tentunya berbagai hal yang sudah saya persiapkan dan serasa mencekat di tenggorokan, harus lah pelan-pelan kembali saya telan. Kali ini ide dan pemikiran saya, rasanya harus terlebih dahulu dibicarakan dengan atasan. Hampir saya terucap, namun sekelibat ingatan menghadap.

Beberapa hari lalu, saya berdebat keras dengan atasan, karena hal ini. Ada sesuatu yang saya pikir seharusnya bisa dilaksanakan, tapi entah kenapa urung terlaksana. Atasan saya masih menyimpan satu pertimbangan. Sementara untuk saya, sudah jelas baik dalam pemikiran, lisan, dan tulisan!

Masih ada dispute yang kalau saya paksakan, akan ada ‘pembunuhan’ karakter atasan saya di forum rapat ini. Dan itu pasti oleh saya, karena masukan dan pendapat pribadi saya. Saya mungkin tipe pegawai pengkhayal, tapi tetaplah loyal.

Sesi kedua pun lewat, saya kembali hanya jadi penikmat dan masih menjadi pencatat.

Tapi tentu saya tidak akan melewatkan sesi terakhir ini, karena terkait dengan hal-hal teknis yang saya banget. Iya, ini sesi saya. Berkali-kali saya tulis kalimat untuk masukan hasil dari pemikiran berbagai pelaksanaan tugas yang saya lakukan. Tentang bagaimana soal pengisian datanya, bagaimana mendapatkannya, dan tentang bagaimana menjadikan data yang dapat dibaca dan dimengerti. Itu mainan saya. Asli, saya bisa dan terbiasa.

Seperti mendung yang menggantung, tinggal menunggu waktu yang tepat untuk berayun menjatuhkan air. Saya sedang menyusun-nyusun kata pembuka, ketika tiba-tiba…..

“…baiklah, saya kira untuk hal-hal teknis seperti ini, agar dibicarakan di unit teknis-nya masing-masing sebelum nanti disampaikan para pimpinan, apa solusinya.

Kita catat terlebih dahulu masalahnya. Mari kita akhiri, saya kira rapatnya efektif…”

…suara sejawat atasan atasannya atasan saya tiba-tiba menyeruak di antara pembicaraan antara moderator rapat dengan beberapa pimpinan unit kerja lain, ketika mendiskusikan hal teknis yang saya banget. Rapat usai, pembahasan selesai. Sementara rangkaian kalimat calon usulan saya masih meninggalkan tanda koma.

Epilog

Apapun tetap saya nikmati, tetap saya syukuri. Meskipun tidak jadi berucap, rapat tadi sungguh bermakna bagi diri, seolah menancap menjadi penanda di hati. Perspektif, pelajaran, dan pemikiran baru ada dalam benak tertata tegak. Saya tetap terima, meski sedikit menyesal karena melewatkan beberapa kesempatan.

Kesempatan untuk menyatakan saran yang urung digunakan. Banyak pertimbangan untuk melakukan, tepat tanpa kewenangan dan delegasi yang mengikat, rasanya saya bukan orang yang tepat. Tanpa arahan dan instruksi yang jelas tentang harus melakukan apa dan berkata apa, rasanya cukup fair kalau saya memilih untuk hanya jadi penikmat rapat serta hanya menjadi pencatat.

Bersyukur karena justru timbul motivasi dan keinginan kuat. Bila nanti di posisi atasanku saat ini, tentu aku akan memberikan arahan yang tepat dan presisi ketika meminta bawahan dari bawahannya bawahan saya untuk menghadiri rapat seperti ini.

Bila nanti aku di posisi atasan atasannya atasan saya, tentu saya akan memberikan panduan yang tepat tentang bagaimana harus berpendapat pada tempat dan saat serta momentum yang tepat. Arahan yang dapat menjadi panduan yang jelas tentang bagaimana kontribusi harus diberikan, ketika seseorang ditugasi mewakili.

Arahan yang menghilangkan keraguan tepat-tidak tepat, salah-tidak salah, sesuai-tidak sesuai, yang membuat seorang wakil terantuk pada keraguan yang menggumpal. Arahan yang menguatkan, bukan membingungkan. Arahan yang memberikan kepercayaan, sebagai penghargaan.

Bersyukur lagi karena pengalaman memberikan motivasi. Andai saya jadi pengundang dan pemimpin rapat, yaitu sejawat dari atasan atasannya atasan saya, akan saya berikan peringatan pada pimpinan yang diundang, tujuan dan maksud adanya rapat, biar yang datang juga dengan bekal yang tepat.

Andai seperti sejawat atasan atasannya atasan saya, akan saya jelaskan bahwa yang dimaksud strategis itu adalah satu prioritas sehingga tidak menjadi abai atau diabaikan. Andai saya di posisi puncak akan saya koordinasikan dan komunikasikan dengan jelas apa yang kita semua akan tuju dan harapkan. Andai saya di puncak pimpinan, saya akan bicara tegas dan lugas, apa yang saya harapkan.

Tapi tentunya akan saya lakukan nanti, kalau saya diberikan mandat pada posisi itu pada saatnya.

Itu pun kalau saya tidak lupa.

…masih di Bekasi, 22 Juni 2020, waktu check out pada presensi WfH…

5
0
HW ◆ Professional Writer

HW ◆ Professional Writer

Author

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post