![](https://i0.wp.com/birokratmenulis.org/wp-content/uploads/2025/02/image-2.png?resize=657%2C454&ssl=1)
Kebijakan efisiensi anggaran menggegerkan awal tahun 2025, meskipun sebenarnya sudah terasa sejak akhir 2024. Salah satu indikasinya adalah Surat Menteri Keuangan Nomor S-1023/MK.02/2024 tertanggal 7 November 2024 yang memangkas 50% anggaran perjalanan dinas.
Dua bulan kemudian, kebijakan ini diperkuat oleh Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025, yang mengubah arah kebijakan penganggaran secara signifikan.
Pemerintah menargetkan efisiensi anggaran sebesar Rp 306,69 triliun melalui pemangkasan belanja non-prioritas. Kebijakan ini bertujuan mengurangi pemborosan dan mengalokasikan anggaran secara lebih bijak, meskipun implementasinya menuai pro dan kontra.
Di satu sisi, efisiensi diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran. Di sisi lain, pemangkasan belanja berpotensi menjadi tantangan bagi sektor-sektor tertentu yang bergantung pada anggaran pemerintah.
Pemerintah tetap optimis mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada 2025 dengan memaksimalkan konsumsi masyarakat. Namun muncul pertanyaan: apakah kebijakan efisiensi ini benar-benar solusi, atau justru berisiko menghambat pertumbuhan dan pembangunan jangka panjang?
Kajian dan Inovasi: Pelita dalam Gelap
Salah satu aspek yang terdampak signifikan adalah pemangkasan anggaran kajian dan analisis hingga 51,5%. Angka ini cukup besar, terutama jika mengingat anggaran riset telah mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Tanpa kajian dan analisis yang mumpuni, kebijakan yang diambil pemerintah berisiko spekulatif dan kurang efektif, bertentangan dengan prinsip reformasi birokrasi yang menekankan kebijakan berbasis data.
Kajian dan analisis memainkan peran krusial dalam pembangunan. Contoh konkret adalah Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang perumusan naskah kebijakannya dimulai sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri dan akhirnya diimplementasikan pada 1 Januari 2014 di era Presiden Joko Widodo dengan terbentuknya BPJS Kesehatan.
Proses panjang ini menunjukkan bahwa inovasi kebijakan
membutuhkan kajian mendalam sebelum diterapkan secara luas. Jika pemangkasan kajian dan analisis terus berlanjut, apakah kebijakan di masa depan masih dapat berbasis bukti?
Di sektor pendidikan, efisiensi anggaran dapat memengaruhi kualitas pembelajaran, pengembangan guru hingga program beasiswa. Jika anggaran penelitian di perguruan tinggi dikurangi, berisiko pada penurunan daya saing Indonesia di bidang inovasi dan teknologi.
Padahal, inovasi adalah pendorong utama kemajuan ekonomi. Tanpa riset dan pengembangan, Indonesia berpotensi tertinggal dalam persaingan industri, teknologi serta sektor strategis seperti energi terbarukan dan manufaktur.
Selain itu, berkurangnya kajian dan analisis juga dapat menurunkan kualitas pendidikan dan pelatihan tenaga kerja, yang berujung pada melemahnya daya saing SDM Indonesia.
Efisiensi dan Sektor Swasta
Efisiensi anggaran tidak hanya berdampak pada sektor publik tetapi juga pada dunia usaha. Pemangkasan belanja pemerintah dapat mengurangi daya beli Masyarakat, karena idealnya setiap belanja pemerintah harus kembali lagi ke masyarakat, baik dalam bentuk belanja langsung atau program kegiatan.
Penurunan daya beli ini akan berimbas pada sektor UMKM dan industri manufaktur. Industri konstruksi, yang selama ini bergantung pada proyek infrastruktur pemerintah, juga berisiko mengalami perlambatan.
Kurangnya proyek baru akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) serta penurunan daya beli pekerja. Sektor jasa juga akan terdampak secara langsung, terutama jasa perhotelan dan transportasi, yang berpotensi mengalami penurunan pendapatan akibat pengurangan perjalanan dinas dan rapat luar kantor.
Jika kebijakan efisiensi ini berlanjut tanpa adanya kompensasi, maka akan ada potensi stagnasi ekonomi akibat berkurangnya peredaran uang di masyarakat. Indikasi berkurangnya uang yang beredar di masyarakat sudah terlihat sejak awal Januari, meskipun masih terlalu dini untuk mengaitkannya langsung dengan kebijakan efisiensi.
Pada awal Januari 2025, indeks harga konsumen mencetak deflasi sebesar 0,76%. Oleh karena itu, kebijakan efisiensi ini perlu dicermati lanjut untuk memastikan bahwa penghematan yang dihasilkan sebanding dengan risikonya.
Apakah Ada Alternatif?
Efisiensi tidak selalu harus dilakukan melalui pemangkasan anggaran, tetapi juga dapat dioptimalkan melalui penataan dan alokasi anggaran yang lebih efektif. Beberapa opsi yang dapat dipertimbangkan sebagai sumber pemasukan negara selain pemotongan anggaran antara lain:
- Optimalisasi Penerimaan Pajak
Meskipun rencana kenaikan PPN 12% menuai kontroversi, optimalisasi pajak tetap menjadi opsi menarik. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah peningkatan pajak kendaraan mewah atau optimalisasi pajak sektor digital.
- Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Optimalisasi PNBP dapat dilakukan dengan meningkatkan royalti dari perusahan yang mengeksplorasi sumber daya alam Indonesia, seperti tambang, gas, dan mineral.
- Subsidi Tepat Sasaran dan Pencegahan Korupsi
Memastikan subsidi energi, pupuk, dan bantuan sosial tepat sasaran dengan sistem pengawasan yang ketat, serta berbasis teknologi guna meminimalkan kebocoran anggaran akibat praktik korupsi.
- Investasi Asing dan Utang Negara
Deregulasi investasi asing di sektor strategis serta pemberian insentif bagi industri manufaktur dan hilirisasi sumber daya alam dapat menjadi solusi jangka panjang. Selain itu, pemerintah dapat menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dengan bunga kompetitif untuk menarik investasi domestik.
Efisiensi dan Pembangunan
Dari perspektif pembangunan, keseimbangan antara efisiensi anggaran dan investasi jangka panjang sangat penting. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan efisiensi tidak sekedar menghemat, tetapi juga memperkuat sektor-sektor vital seperti energi, pendidikan dan SDM.
Agar kebijakan efisiensi tidak merugikan berbagai pihak, beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
- Melibatkan masyarakat dan akademisi dalam perencanaan anggaran
Untuk menciptakan kebijakan anggaran yang lebih transparan dan berbasis bukti, pemerintah perlu melibatkan masyarakat, akademisi dan sektor swasta dalam proses perumusan kebijakan efisiensi.
- Meningkatkan pemahaman publik tentang tujuan dan manfaat kebijakan efisiensi
Salah satu tantangan terbesar dalam implementasi kebijakan adalah munculnya resistensi dari sektor-sektor yang terdampak. Oleh karena itu, edukasi mengenai tujuan dan manfaat kebijakan efisiensi sangat penting agar masyarakat lebih memahami dan mendukung kebijakan tersebut.
- Penyusunan anggaran yang fleksibel dan responsif
Dalam situasi yang dinamis, efisiensi anggaran perlu disertai dengan mekanisme yang fleksibel, sehingga penyesuaian anggaran bisa dilakukan secara responsif sesuai dengan kebutuhan.
- Memastikan efektivitas pengawasan dan pengendalian
Pengawasan dan pengendalian yang ketat diperlukan untuk memastikan implementasi kebijakan efisiensi berjalan sesuai tujuan, sekaligus mencegah potensi penyalahgunaan dan kebocoran anggaran.
- Kolaborasi dan kemitraan dengan sektor swasta
Kolaborasi dengan sektor swasta dapat membantu memitigasi dampak efisiensi anggaran, misalnya dalam penyediaan layanan publik tertentu.
Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, kebijakan efisiensi anggaran dapat tetap dijalankan tanpa menghambat pembangunan jangka panjang, serta memastikan bahwa semua sektor vital tetap mendapat perhatian yang layak.
Implementasi kebijakan yang lebih transparan, berbasis data, dan responsif terhadap perubahan akan membantu meminimalkan potensi risiko serta memastikan keberlanjutan pembangunan Indonesia.
Kebijakan efisiensi harus dirancang dengan perhitungan matang agar tidak menjadi bumerang bagi pembangunan Indonesia di masa mendatang. Jika tidak dilakukan dengan cermat, Indonesia berisiko kehilangan arah dalam pembangunan jangka panjang dan melemahkan daya saing global.
Setuju sekali, Saya sebagai pekerja diindustri perhotelan sangat berdampak, khususny di daerah-daerah bukan tujuan wisata dimana segment goverment mempunyai sumbangsih yang cukup besar terhadap pendapatan hotel.
Keren Bu Isni tulisanya, keep up the good work yaa
Saya berharap kebijakan Efisiensi ini hanya berlaku jangka pendek 2 sd 5 tahunan.. dengan catatan dengan melakukan evaluasi pelaksanaan pada tahun pertama dan kedua.. karena memang pada kenyataannya ada beberapa kegiatan yg anggaran ny memang terbuang percuma dan minim dampak seperti Seremonial, launching kegiatan, perjalanan dinas, anggaran Foto Copi/ATK, studi banding, jamuan makan minum dll. Namun yg terpenting evaluasi dari pelaksanaan efisiensi musti dilakukan secara mendalam dan hati-hati.
Terima Kasih.
Idris
ASN di salah Satu Kab/Kota Provinsi Sumatera Barat