Aruna dan Ratna,
Dua persona yang membagi drama
Sama-sama menggulirkan cerita
Tentang bagaimana lidahnya mengecap rasa
Tentang bagaimana lidahnya berkisah duka
Demi simpati dari pemirsa
Aruna dan lidahnya
Mengulirkan kisahnya di layar sinema
Mengusung kisah romantika
Dibungkus jelajah kuliner nusantara
Sayangnya….
Kisah Aruna tersisih begitu saja
Kalah pamor dari cerita horor dan cinta remaja
Sungguh kasihan si Aruna
Sementara….
Ratna dan lidahnya
Yang semula sekedar bercerita pada rekannya
Tentang sebuah kejadian teraniaya
Menjadi obrolan di mana-mana
Menjadi bahan cacian makian tingkat dewa
Tapi ketika terkuak kebenarannya
Bahwa cerita itu hanya bualan semata
Dia dibuang, dicampakkan begitu saja
Sungguh kasihan si Ratna
Merekalah wanita Indonesia
Dua persona yang berkisah dengan lidahnya
Lidah yang sama-sama menghantarkan lara
Sungguh kasihan keduanya
Aruna dan Ratna
Penulis adalah ASN yang sudah lama tidak merajut kata dan berkelana dengan motornya. Saat ini ia bekerja pada instansi pengawasan di bagian yang mengurusi akuntabilitas keuangan pemda dan desa.
Kritik Puisi “Dan Lidahnya” dan Hubungannya dengan Film “Aruna dan Ratna”
Puisi “Dan Lidahnya” karya Arief Irwanto Lasantu menggambarkan dua karakter utama, Aruna dan Ratna, yang mewakili dua sisi kehidupan perempuan Indonesia. Aruna, seorang editor majalah kuliner, dan Ratna, yang merujuk pada Ratna Sarumpaet, seorang aktivis dan seniman, memiliki narasi yang saling berhubungan dengan tema keadilan, suara perempuan, dan dampak dari kebohongan dalam konteks sosial.
1. Tema dan Karakterisasi
Puisi ini menyoroti bagaimana Aruna dan Ratna menggunakan “lidah” mereka untuk menyampaikan cerita. Aruna, dengan latar belakang kulinernya, menceritakan kisah-kisah romantis yang terhubung dengan budaya dan makanan Indonesia. Namun, kisahnya tampak tersisih oleh popularitas genre lain, seperti horor dan cinta remaja. Ini mencerminkan bagaimana suara-suara yang lembut dan penuh makna sering kali diabaikan dalam industri hiburan yang lebih memilih sensasi. Di sisi lain, Ratna menggambarkan perjuangannya yang berujung pada kontroversi terkait kebohongan yang dilontarkannya, yang mengungkapkan bagaimana suara perempuan dapat dipolitisasi dan dimanipulasi.
Film “Aruna dan Ratna”, yang dibintangi oleh Dian Sastrowardoyo sebagai Aruna, mengangkat tema serupa. Aruna berjuang untuk menemukan tempatnya di dunia yang sering kali tidak menghargai kontribusi perempuan, terutama dalam bidang yang dianggap “ringan” seperti kuliner. Film ini menunjukkan bagaimana pengalaman hidup Aruna menjadi refleksi dari banyak perempuan Indonesia yang berjuang untuk diakui.
2. Konteks Sosial dan Budaya
Kisah Ratna Sarumpaet yang menjadi sorotan publik terkait kebohongannya tentang operasi plastik saat pemilihan presiden 2019 menambah lapisan kompleksitas pada puisi ini. Dalam puisi, Ratna mengalami transformasi dari seorang yang bercerita kepada teman-temannya menjadi pusat perhatian publik, baik positif maupun negatif. Ini mencerminkan realitas bahwa suara perempuan sering kali dihadapkan pada kritik yang tajam, dan bagaimana media dapat membentuk narasi yang merugikan.
Film “Aruna dan Ratna” juga menunjukkan bagaimana masyarakat menilai dan menghakimi perempuan berdasarkan kisah yang mereka sampaikan. Ketika Aruna berusaha untuk mengungkapkan keindahan kuliner Indonesia, ia dihadapkan pada tantangan untuk mempertahankan suaranya di tengah gempuran cerita-cerita lain yang lebih menarik perhatian. Ini sejalan dengan pengalaman Ratna, yang meskipun memiliki tujuan yang mulia, terjebak dalam kontroversi yang merusak reputasinya.
3. Simbolisme Lidah dan Narasi
“Lidah” dalam puisi ini berfungsi sebagai simbol dari ekspresi dan komunikasi. Aruna dan Ratna, meskipun berada di dunia yang berbeda, keduanya menggunakan lidah mereka untuk menyampaikan cerita yang berharga. Namun, hasil dari cerita tersebut berbeda; Aruna merasa terpinggirkan, sementara Ratna mengalami kebangkitan yang dramatis, meskipun disertai dengan konsekuensi negatif.
Film “Aruna dan Ratna” memperlihatkan bagaimana narasi yang dibangun melalui lidah dapat memiliki dampak yang luas. Aruna berupaya untuk merayakan kuliner sebagai identitas budaya, sedangkan Ratna terjebak dalam narasi yang merusak. Ini menggambarkan dualitas dalam bagaimana suara perempuan diterima dan diinterpretasikan oleh masyarakat.
[4. Kesimpulan
Puisi “Dan Lidahnya” dan film “Aruna dan Ratna” sama-sama mengangkat tema penting mengenai suara perempuan dalam masyarakat. Keduanya menunjukkan bagaimana narasi yang dibangun oleh perempuan dapat berfungsi sebagai alat untuk mengungkapkan pengalaman, tetapi juga dapat menjadi sumber konflik dan kontroversi. Melalui karakter Aruna dan Ratna, kita diingatkan akan kekuatan dan kerentanan suara perempuan di tengah masyarakat yang sering kali tidak adil.
Kritik terhadap puisi ini menyoroti pentingnya memberikan ruang bagi suara-suara yang sering kali terpinggirkan, serta mengingatkan kita akan dampak dari kebohongan dan manipulasi dalam membentuk narasi. Baik dalam puisi maupun film, kita melihat bahwa cerita yang disampaikan dengan lidah memiliki kekuatan untuk mengubah persepsi dan menciptakan dialog yang lebih luas di masyarakat.